Pernahkan mendengar kata retreat? Atau mungkin pernah mengikuti acara retreat? Dalam pemahaman Kristen, retreat bukan istilah yang asing karena retreat menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan. Nah, sebenarnya apa arti retreat dalam pemahaman Kristen? Secara definitif kata ‘retreat’ bisa berarti ‘menarik diri’ atau mengambil langkah mundur. Ini bisa dimaknai sebagai tindakan mengambil waktu pengalaman menyendiri atau mengasingkan diri untuk merefleksikan hidup atau merenungkan kembali, dan biasanya untuk pertumbuhan spiritualitas iman dengan Tuhan.
Dalam spiritualitas Kristen, Yesus memberi contoh bentuk retreat ketika ia mengundurkan diri dari orang banyak untuk menyendiri, mengambil waktu untuk berdoa, yang Ia lakukan saat pagi buta maupun malam hari. Ada beberapa referensi, misalnya ‘dan setelah orang banyak itu disuruhNya pulang. Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ (Matius 14:23). ‘Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana (Markus 1:35), ‘akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa’ (Lukas 5:16).
Senang sekali saya mendapat kesempatan membersamai CSF (Christian Student Fellowship) SMA N 1 Wonosari, Gunungkidul, dalam retreat (25-26/01/2025) yang bermanfaat membangun kembali kehidupan spiritualitas. Spiritualitas yang dibangun, bahkan sejak muda akan menjadi pondasi kokoh menopang pengembangan pribadi ke depan. Retreat menjadi bagian untuk merenungkan kembali kehidupan spiritualitas iman, khususnya tentang ketaatan. Ketaatan artinya bertindak sesuai, dengan apa yang diminta atau diperintahkan, aturan atau hukum, dan instruksi yang diberikan. Menelaah kembali tentang ketaatan, salah satu contoh ketaatan di bagian awal di Alkitab ditunjukkan oleh Nuh (Kejadian 6).
Keteladanan Nuh tentang ketaatan yang bisa dipelajari adalah:
1. Perintah: Tuhan memerintahkan Nuh untuk membangun bahtera besar dan mengumpulkan semua hewan berpasangan karena banjir besar akan datang.
2. Iman yang tak terbantahkan: meskipun belum pernah melihat seperti apa ke depan karena belum pernah terjadi sebelumnya, Nuh tetap percaya pada perintah Tuhan dan mulai membangun bahtera tanpa ragu-ragu.
3. Tugas yang sulit: membangun bahtera dengan ukuran yang sudah ditentukan adalah suatu pekerjaan besar karena membutuhkan usaha yang membutuhkan kesungguhan, ketelitian dan dedikasi, bahkan bisa membutuhkan waktu beberapa tahun.
4. Menghadapi ejekan: Nuh menghadapi suara-suara miring, skeptis dan bahkan ejekan dari orang-orang yang tidak percaya pada banjir yang akan datang, tetapi Nuh tetap taat.
5. Hasil: dengan mengikuti petunjuk Tuhan dengan tepat, Nuh dan keluarganya selamat dari banjir, sedangkan lainnya tidak.
Relevansi ketaatan dalam realitas hidup sehari-hari siswa adalah, bagaimana kehidupan siswa mewujudkan ketaatan pada aturan hukum pemerintahan, kehidupan spiritualitas (agama) dan kehidupan keluarga, ketentuan organisasi atau sekolah, dan pada norma yang berlaku di tengah masyarakat.
Nuh mengajarkan keteladanan bahwa iman sejati ditunjukkan melalui ketaatan, bahkan ketika perintah itu sulit dipahami. Ketaatan menjadi titik pijak melangkah ke depan, dengan keyakinan bahwa ketaatan melakukan perintah Tuhan menuntun keberhasilan.***