Oleh Daniel.
Pernah dengar Mie Reshik? Nama ini memang belum umum terdengar. Memang nama yang populer adalah Mie Lethek, ‘lethek’ bermakna kotor atau kusam, dikarenakan tampilan mie tidak berwarna putih atau kuning cerah. Istilah Mie Reshik ini menjadi cara promosi dan ‘rebranding’ mie berbahan dasar singkong sehingga konsumen penasaran dan ‘melek’ terhadap pangan berbahan lokal dan rendah kadar gluten.
Pengolahan Mie Reshik ini menjadi kegiatan Stube HEMAT Yogyakarta dalam rangkaian program Keanekaragaman Pangan: Inisiatif Pangan Lokal untuk meyakinkan anak muda dan mahasiswa bahwa pangan lokal memiliki peluang bisnis yang prospektif dan menyehatkan. Kegiatan eksposur untuk mengolah Mie Reshik ini diadakan di pabrik Mie Reshik cap Dokar dan Resto Mie Reshik di Poncosari, Srandakan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (16/12/2023). Mahasiswa harus mengenal potensi pangan lokal di Indonesia karena kekayaan potensinya dimana menurut Kementerian Pertanian Indonesia memiliki 77 sumber karbohidrat, dari jagung, kentang, ubi jalar, beras, singkong, sagu, sorgum dan jenis lainnya. Bahkan mahasiswa diharapkan memiliki keterampilan bagaimana mengolahnya menjadi produk yang siap olah dan bahkan siap makan.
Eksposur atau kunjungan belajar ini membuka wawasan mahasiswa tentang pengolahan singkong menjadi Mie Reshik yang sehat karena rendah gluten serta praktek memasak mi rebus dan mi goreng. Para mahasiswa bertemu dengan pemilik Mie Reshik Cap Dokar, yaitu FX. Subeno. Ia menceritakan bahwa capaian sampai di titik ini merupakan proses panjang kehidupannya, dari merantau dengan beragam pekerjaan akhirnya menggeluti pembuatan mie. Awalnya ia hanya memasok tepung untuk pabrik mi dan kerupuk, tetapi sejak 2014 ia merintis bisnis pembuatan mie dengan nama Talang Berkah Jaya dengan label Mie Reshik Cap Dokar.
Ia menjelaskan tahapan pembuatan Mie Reshik, dari tahap awal dengan merendam tepung singkong untuk mendapat tepung yang bersih, kemudian tambahkan tepung tapioka yang bersih dengan komposisi 40:60. Kemudian campuran ini digiling selama dua jam menggunakan mesin desain khusus sampai adonan tercampur dengan baik. Kemudian dengan ketebalan tertentu adonan dikukus sampai matang dan digiling lagi sampai benar-benar kenyal. Tahapan berikutnya adalah mencetak adonan menjadi butiran panjang, kukus dan ditiriskan selama satu malam. Dari tahapan indoor, proses berikutnya menjemur mie di bawah sinar matahari sampai benar-benar kering. Tahapan akhir yaitu pengemasan berdasar bobotnya. Proses produksi dua ton Mie Reshik membutuhkan waktu sekitar tiga sampai lima hari bergantung intensitas paparan sinar matahari.
Dari pengamatan produksi mie, para peserta diajak praktek memasak bersama FX Subeno. Ia memandu setiap peserta memasak mie rebus dan mie goreng, dari menyiapkan peralatan dan bahan-bahan, menakar bumbu, dan memasak sesuai urutan dan lama pemasakan. Ternyata tidak semua peserta mencapai hasil masak yang bagus, sebagian terlalu matang dan sebagian belum tercampur merata, namun ini tidak mengurangi semangat para peserta untuk mereka belajar dan menikmati masakan mereka masing-masing. FX Subeno juga memaparkan prospek Mie Reshik menjadi usaha kuliner dengan bahan pangan lokal, sehat dan citarasa yang unik.
Pengalaman eksposur ini menjadi alternatif pekerjaan bagi mahasiswa maupun membuka lapangan pekerjaan dengan memanfaatkan potensi pangan di daerah masing-masing, apakah berkaitan dengan budidaya singkong, memanfaatkan pascapanen, bahkan mengolah bahan-bahan berbasis singkong menjadi produk siap makan. Ini saatnya anak muda berkarya! ***