Covid 19 Membuatku Semakin Mengenal Dobo dan Anak Didikku

pada hari Senin, 28 September 2020
oleh Natasya Derman, S.Pd.

 

Memasuki tahun 2020 dunia digemparkan dengan Covid 19, virus yang sangat mudah menular dari Cina pada Desember 2019. Penyebaran Covid 19 dari negara satu ke negara lainnya begitu cepat dan telah merenggut jutaan jiwa. Tak hanya itu, pandemik ini melumpuhkan bidang ekonomi dan mengubah beragam aktivitas manusia di sekolah dan di kampus, perkantoran dipaksa tutup, dan kegiatan yang melibatkan banyak orang dijalankan secara online demi menahan sebaran virus ini.

 

 

Tak terelakkan, awal Maret 2020 virus ini terdeteksi masuk Indonesia dan menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia termasuk Maluku. Pemerintah pusat sampai daerah beserta pihak kesehatan melakukan berbagai upaya seperti himbauan, peraturan dan larangan sampai langkah-langkah penyembuhan demi mengurangi sebaran infeksi virus ini. Meskipun kabupaten Kepulauan Aru tergolong zona hijau, sekolah-sekolah di kepulauan Aru diliburkan mulai 20 Maret 2020. Namun keputusan libur ini hanya berlangung beberapa hari dan selanjutnya belajar mengajar dibuka kembali dengan metode pembelajaran dalam jaringan (daring) karena mengingat pentingnya pendidikan bagi generasi muda di kawasan setempat.

 

 

SMA PGRI Dobo atau yang sering disebut Smaper, tempat dimana saya mengajar Bahasa Indonesia merupakan salah satu sekolah di kabupaten Kepulauan Aru yang menerapkan kebijakan pembelajaran daring. Memang awalnya sekolah libur namun diaktifkan kembali dengan Belajar Dari Rumah (BDR) sehingga guru dan siswa memanfaatkan media sosial Facebook, Whatsapp dan Zoom. Setiap kelas mengikuti dua mata pelajaran setiap hari, dari Senin sampai Sabtu. Saya dan guru-guru lainnya menyampaikan materi menggunakan fasilitas sekolah seperti komputer, wifi dan perangkat lainnya, kemudian diakhir pembelajaran guru mengirim materi tadi ke grup-grup belajar dalam format pdf maupun video sehingga siswa bisa mempelajari lebih lanjut.

 

 

Situasi Belajar dari rumah nampak sederhana, namun sebenarnya tidak mudah mengingat jaringan internet di kawasan Kepulauan Aru, khususnya Dobo cenderung tidak stabil dan tidak semua siswa memiliki gawai, atau sebagian lagi memiliki gawai tetapi tidak memiliki pulsa akses internet. Kendala-kendala tersebut menghambat proses pembelajaran sehingga sangat membutuhkan dukungan orang tua, guru dan pemerintah. Saya mencermati ada beragam langkah yang dilakukan orang tua, misalnya meminjamkan gawai kepada anaknya, siswa meminjam dari kakaknya maupun berkumpul dengan teman lain demi mengikuti pembelajaran daring. Saat ujian menjadi tantangan berikutnya, ketika soal-soal ujian dikirim ke grup-grup belajar, tetapi bagi siswa yang tidak memiliki gawai dan yang tidak memiliki paket internet, guru-guru harus mengantar soal ujian kepada mereka. Ini tidak mudah karena rumah siswa tersebar di wilayah yang berbeda bahkan sampai ada yang keluar pulau Dobo. Guru dan siswa menyepakati waktu pengumpulan soal ujian dan ketika selesai guru-guru mengambil hasil ujiannya. Bagi siswa yang menggunakan gawai, dan memiliki paket data bisa langsung mengirim hasil ujiannya, bisa melalui WhatsApp maupun Camscanner kepada guru mata pelajaran.

 

 

Sampai pertengahan Juli, Kepulauan Aru masih termasuk zona hijau sehingga pemerintah daerah melonggarkan peraturan sehingga sekolah-sekolah bisa memulai pembelajaran tatap muka dengan mematuhi protokol kesehatan, yaitu menggunakan masker, jaga jarak, pengecekan suhu badan, cuci tangan sebelum masuk kelas dan kelas hanya diisi 20 siswa, separuh dari kapasitas kelas. Situasi berubah kembali ketika ada pasien terdeteksi Covid dan pembelajaran kembali dilakukan dari rumah.

 

Situasi memang belum pasti dan mudah berubah, namun yang jelas setiap pihak yang terlibat di sekolah tetap waspada sehingga belajar daring masih menjadi pilihan. Bagi saya, situasi Covid ini memang menimbulkan keresahan, tetapi saya seperti mendapat hikmat karena saya bisa meningkatkan keterampilan menggunakan aplikasi baru di komputer dan mengasah metode mengajar agar siswa tidak bosan. Tak hanya itu, saat mengantar tugas sekolah ke rumah siswa, saya menemukan beragam pengalaman unik, seperti mengenal dan berbincang dengan keluarga siswa, merasakan suasana tempat tinggal siswa dan mendatangi tempat-tempat baru di Dobo antara lain Tugu Cenderawasih, Namajala, Bambu Kuning, karena saya tinggal di Gardakau. Jadi, yakinlah bahwa di setiap situasi yang terjadi apakah menyenangkan atau menyusahkan, pasti ada pengalaman-pengalaman baru yang akan ditemukan.



 


  Bagikan artikel ini