Hondung, Mengikat Benang (Kelompok Perempuan Tanatuku Belajar Tenun)

pada hari Kamis, 5 November 2020
oleh Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd

Oleh Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd

 

 

 

 

Seni tenun berkaitan erat dengan sistem pengetahuan, budaya, kepercayaan, lingkungan dan sistem organisasi sosial dalam masyarakat. Kualitas tenunan biasanya dilihat dari mutu bahan, keindahan tata warna, motif, pola dan ragam hiasannya. Untuk menghasilkan karya yang bermutu maka perlu kerja keras dalam belajar dan mengikuti setiap proses tahapan tenun yang ada. Seperti dalam proses mengikat benang pada lungsin (hemba). Kolom-kolom yang sudah digambar atau didesain, diikat erat agar benang tidak bergeser saat sedang atau sesudah digambar motif ataupun saat diikat. Tahapan ini harus benar-benar teliti (menggambar dan mengikat) karena lembaran benang lungsin yang diikat erat terdiri dari 4 sampai 10 liran/lapisan (hanai). Dalam 1 liran terdapat sekitar 2.520 helai benang, dan untuk menghasilkan 1 lembar kain dibutuhkan minimal 2 liran sehingga ada sekitar 5.040 helai benang dalam satu lembar kain tenun. Dan untuk satu kali gambar atau mengikat motif akan menghasilkan beberapa kain dengan motif yang sama.

 

Rabu, 4 Nopember 2020, kelompok tenun di Tanatuku kembali berkumpul untuk terus mempelajari proses menggambar dan mengikat motif yang dipandu oleh pelatih tenun Mama Yustina. Tujuan dari mengikat benang (hondung) yaitu benang yang awalnya berwarna putih jika diikat, maka motif yang ditutup tali tidak terkena pewarna. Begitu juga dengan motif yang akan diberi warna merah dan warna lainnya, sehingga nantinya saat dicelup warna biru, bagian yang telah diikat tidak akan terkena pewarna biru. Mama Yustina menegaskan bahwa yang perlu diperhatikan saat menggambar dan mengikat motif yaitu membedakan simpul ikatannya agar saat melakukan pewarnaan tidak keliru dalam urutan membuka ikatan.

 

Sherli Konda Ngguna, peserta kelompok tenun bertanya dalam bahasa daerah, “Nggiki hama ka nyuma yia ba ndapa pingu a pa gambar, ma nggambar la karata a ma njala manu, rihi ka la luakamba?” (bagaimana dengan kami yang tidak lihai dalam menggambar, gambar di kertas saja salah terus apalagi gambarnya di untaian benang?) Mama Yustina menjelaskan, “Memang untuk menggambar langsung di benang dilakukan oleh yang sudah ahli menggambar motif, karena jika salah menggambar maka susah untuk menghapus bekas gambar karena nanti untaian benang akan semakin menipis, tetapi tidak ada salahnya jika kalian mau melatih diri, karena selanjutnya kalian yang akan menggambar sendiri, maka harus lebih giat lagi dalam belajar mendesain motif”, tegasnya. Ikat benang atau hondung biasanya dilakukan dengan sangat kencang supaya bagian yang terikat tidak ikut terkena warna. Tidak semudah kelihatannya, tali raffia harus diperlakukan dengan hati-hati, jika terlalu dipaksa akan putus, dan jika tidak kencang pewarna bisa masuk dan merusak hasil kain tenun ikat.

Saat ini ada 5 lungsin (hemba) yang dibentangkan di alat yang dinamakan kapala yang sedang  dalam proses ikat. Dan masing-masing kapala terdapat 8 lapisan/liran. Jadi dari 8 liran ini yang nantinya akan menghasilkan 20 lembar kain motif tenun ikat. Oleh karena itu, peserta kelompok tenun ikat sangat antusias dalam mengerjakan tahapan ikat ini. Dengan semangat untuk dapat menghasilkan kain buatan sendiri membuat mereka tidak sabaran untuk memasuki tahapan berikutnya. Ada rasa bangga dari mereka dalam menekuni kerajinan tenun. Semoga kebersamaan dan kekompakkan yang terus mereka bangun membuat mereka terus bersinergi demi kesejahteraan bersama.***


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua