Perempuan Memperjuangkan Pendidikan Vebiati Lende

pada hari Jumat, 29 November 2019
oleh adminstube

 

“Perempuan tidak usah sekolah, perempuan tugasnya hanya kerja di dapur, sawah dan kebun, jadi buat apa sekolah tinggi-tinggi”. Itu kata-kata yang sering papa ucapkan ketika anak-anak perempuannya punya keinginan untuk melanjutkan sekolah, sebagaimana yang juga saya alami.

 


 

Saya, Vebiati Lende, dari Mareda Kalada, Sumba Barat Daya. Sejak SMA saya ingin melanjutkan kuliah dan saya menyampaikan ke mama. Ternyata mama sangat mendukung keinginan saya tersebut. Saat saya kelas 2 SMA, mama saya sakit, berulang kali ke rumah sakit dan tak kunjung sembuh bahkan penyakitnya tidak bisa disembuhkan. Tahun 2014 mama, orang yang saya cintai pergi untuk selamanya, dan saya sangat syok karena seseorang yang mendukung saya untuk melanjutkan studi pergi untuk selamanya. Saya berpikir harapan saya sudah sirna dan percuma ingin sekolah tinggi tapi tidak ada yang mendukung. Tahun 2015 saya lulus SMA dan saya berniat untuk kerja ke luar daerah karena sebagian anak muda di daerah saya juga memilih untuk langsung bekerja ke luar daerah.

 

 

 

Suatu ketika saya bertemu dengan teman di Pusat Pengembangan Anak (PPA), ia mendapat beasiswa kuliah, kemudian saya menitipkan pesan apakah ia bisa menyampaikan kepada donatur kalau saya juga ingin mendapat beasiswa untuk kuliah. Saya berpikir permohonan saya tidak terjawab, tetapi dalam suatu pertemuan PPA yang saya ikuti, ternyata, harapan yang saya pikir sudah hilang akhirnya terjawab, saya tidak pernah membayangkan mendapat donatur untuk kuliah. Perasaan saya campur aduk, di satu sisi sangat senang dan ingin menyampaikan kabar ini ke keluarga, tetapi di sisi lain papa tidak mengijinkan saya kuliah. Ini menjadi awal perjuangan saya.

 

 

 

Saya berbicara dengan papa dan benar, ia sama sekali tidak setuju. Ia mengatakan kalau kamu kuliah ke sana, siapa yang memberi kamu uang makan, uang kos, dan biaya lainnya. Saya down, karena saya sudah mencari jalan untuk kuliah dan mendapatkannya, tapi papa tidak mendukung. Beberapa hari saya mengunci diri dalam kamar tetapi saya berdoa dan merenungkan kembali perjuangan mama menyekolahkan saya dari SD sampai lulus SMA. Dalam hati saya berkata, "jika hanya berdiam diri dan meratapi nasib, aku akan seperti ini terus dan tidak menghasilkan apa-apa. Nanti kalau aku berumahtangga hanya menjadi pembantu di rumah suami. Aku tidak mau, aku harus mandiri.” Ini menjadi kekuatan saya untuk tetap mendaftar kuliah.

 


 

Saya sadar kalau papa tidak setuju, jadi saya sengaja berangkat sebelum matahari terbit supaya ia tidak mengetahuinya, berjalan kaki dari rumah menuju jalan besar untuk menumpang bus dari Sumba Barat Daya menuju Lewa di Sumba Timur. Saya mendaftar sebagai mahasiswa STT GKS di Lewa dengan beasiswa dari PPA dan uang kost dari kakak saya. Bagi saya kuliah adalah perjuangan karena saya harus mencukupkan diri dengan uang yang ada untuk tugas kuliah dan makan. Selain kuliah saya juga aktif di kegiatan kampus, gereja dan organisasi untuk menambah pengalaman. Saat semester 5 saya mendapat mujizat Tuhan saat papa mengatakan bahwa setelah melihat tekad saya kuliah selama ini, akhirnya papa mendukung kuliah saya, bahkan ia rajin kembali ke gereja. Betapa Tuhan menjawab doa-doa saya.

 

 

 

 

 


Perjalanan hidup setiap orang itu tidak sama, perjuangan saya bisa kuliah tidak saja untuk lanjut studi tapi perjuangan kaum perempuan Sumba untuk mendapat kesempatan pendidikan yang lebih tinggi untuk kehidupan yang lebih baik, bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat Sumba. Untuk kaum perempuan yang sedang berjuang, tetaplah setia, jangan menyerah, perbanyak relasi dan tekun berdoa, karena kita tidak tahu jawaban Tuhan untuk hidup kita dan waktu kita berbeda dengan waktu Tuhan. Berjuanglah sungguh-sungguh dan raih impianmu.


  Bagikan artikel ini


Membidik Peluang Kerja dengan Jeli

pada hari Senin, 25 November 2019
oleh adminstube
 

 

 

 

 

Apa yang ada dalam benak anak muda Sumba jika ditanya tentang Sumba? Jawaban berkisar tentang sabana, ternak, pariwisata, dan budaya. Ini jawaban standar padahal sebenarnya mereka perlu lebih kritis melihat realita tantangan dunia yang penuh kompetisi dan godaan masa mudanya, seperti gaya hidup hedonis, instan, merokok, narkoba, sex bebas, etos kerja, dll. Tak jarang mereka mudah menjual tanahnya untuk membeli kendaraan demi prestis tanpa mengetahui nilai ekonominya, tidak melanjutkan studi mereka setelah SMA dan mencari kerja di luar pulau Sumba sebagai buruh, sebagian lain beruntung bisa melanjutkan ke jenjang lebih tinggi di Sumba atau luar Sumba, seperti Kupang, Malang, Salatiga dan Yogyakarta.

 

 

 

Data BPS Sumba Timur 2019, menggambarkan penduduk usia 15 tahun ke atas menurut kegiatan utama sejumlah 168.865 orang yang terdiri dari 128.308 orang bekerja, 1.852 orang tidak bekerja/mencari pekerjaan, dan 38.705 orang bukan angkatan kerja karena sedang sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Ini menjadi menarik bagaimana membekali kelompok anak muda meski sedang studi bisa memiliki keterampilan yang bernilai ekonomis yang bisa meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Stube-HEMAT Sumba merespon tantangan tersebut dengan mengadakan pelatihan Kaum Muda, Kerja dan Alternatif Lain di wisma PPMT, Lewa (22-24/11/2019) melalui peningkatan kapasitas personal, keterampilan yang produktif dan memiliki perhatian terhadap keadaan setempat.

 

 

 

Tiga puluh dua mahasiswa dari STT Terpadu, Universitas Kristen Wira Wacana, STT GKS dan pemuda gereja mengikuti pelatihan yang diawali dengan Mengenal Stube-HEMAT oleh  Pdt. Domiggus Umbu Deta, S.Th, koordinator Stube-HEMAT Sumba. Ia menyampaikan Stube merupakan berkat Tuhan dari persembahan gereja-gereja di Jerman dan sejak 2010 melayani mahasiswa dan anak muda di Sumba, sehingga kita harus bersyukur dan tekun dalam mengikuti program-programnya termasuk tiga peserta program Eksposur ke Stube-HEMAT Yogyakarta yang berbagi pengalaman belajar di Yogyakarta tentang budidaya sayuran, mengolah pangan lokal, membatik colet dan ecoprint dan merangkai aksesoris dari manik-manik secara langsung dan video sebagai hasil belajar fotografi dan pembuatan video. Program ini memberi kesempatan mahasiswa Sumba untuk belajar dan beraktivitas di Stube-HEMAT Yogyakarta karena berkunjung ke tempat lain dan berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya, bahasa dan cara hidup yang memperkaya peserta dalam memahami manusia dan kehidupan.

 

 

 

Fenomena kaum muda Sumba saat ini mereka cenderung ingin serba instan alih-alih menjalani proses untuk meraih hasilnya atau memilih mencari kerja di luar pulau, ke Bali karena dianggap menyediakan banyak lowongan kerja yang menjanjikan tetapi sesungguhnya mereka tidak menyangka bahwa di sana pun mereka menghadapi persaingan berat sehingga akhirnya terpaksa kembali ke Sumba tanpa hasil dan ancaman lain adalah perdagangan orang karena godaan ingin bekerja ke luar negeri tanpa keterampilan yang cukup. Ini diungkapkan oleh Drs. Banju Ndakumanung, camat Lewa dan menawarkan alternatif di Lewa dengan potensi peternakan dan pertanian sebagai basis usaha yang bisa dikembangkan secara kreatif dan sentuhan teknologi menjadi produk pangan, kerajinan, penunjang pertanian dan produk lainnya. Bahkan pemerintah kecamatan bersama Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sumba Timur telah melakukan beberapa pelatihan keterampilan untuk kaum muda sehingga tercipta peluang dan pekerjaan baru.

 

 

 

Strategi memulai usaha yang berbasis potensi lokal diungkap oleh Florensius B.D.U Wijaya, pengusaha di Lewa yang bergerak di pertanian, peternakan dan perkebunan yang memanfaatkan kreativitas dan teknologi modern. Modal utama memulai usaha adalah tekad kuat dan tidak mudah menyerah, tentu dilengkapi pengetahuan dan keterampilan yang saat ini tersedia di internet. Tantangan pasti ada tetapi kita harus yakin dan optimis yang kita lakukan akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi hidup kita. Ia mengingatkan bahwa modal berapa pun bisa memulai suatu usaha, tujuannya jelas yang menjadi arah usaha dan jangan terpengaruh pendapat orang lain yang pesimis. Jangan lupa, paham apa yang dibutuhkan oleh pasar, amati apa yang sedang menjadi tren dan sediakan produk yang menjawab kebutuhan tadi dan manfaatkan teknologi, media sosial dan berbagai komunitas orang-orang muda untuk memasarkannya.

 

 

 

Berkaitan generasi milenial 4.0 Ev. Yosua Bulu Pada, S.Th, yang juga pengelola PPMT Lewa menegaskan   bahwa generasi milenial adalah mereka yang berpikiran terbuka, kreatif, inofatif, mempunyai jiwa usaha/entrepreneur, mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Kita tidak bisa mengatakan tidak pada perkembangan teknologi karena ini kenyataan yang terjadi, jadi  harus mampu bersaing dalam penguasaan teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak sekedar menjadikan teknologi untuk komunikasi tetapi juga memperkaya baik pengetahuan maupun ekonomi. Sebagai bekal praktis ia mendampingi peserta praktek membuat keripik keladi dan minuman kunyit, temu lawak dan halia (jahe). Bahan-bahan ini mudah ditemui di pekarangan dan memiliki kandungan nutrisi untuk kesehatan serta memiliki nilai ekonomis ketika dipasarkan dengan variasi rasa.

 

 

 

Di akhir acara Pdt. Dominggus mengingatkan bahwa masa muda adalah masa produktif sehingga mestinya mereka memiliki kreativitas positif yang membawa perubahan baik, kegigihan dalam usaha, siap menjadi pemimpin, kritis dan jeli membangun potensi diri, bijak memanfaatkan teknologi. Idealisme penting, tapi perlu realistis dan mewujudkanya karena idealis tidak hanya dalam pikiran tetapi juga tindakan sesuai dengan situasi dan keadaan masyarakat agar anak muda diterima masyarakat.

 

 

 

Soni Kauki Ndala, mahasiswa di Unkriswina yang berasal dari Umamanu, Lewa Tidas mengungkapkan rasa syukur dengan kegiatan Stube-HEMAT karena bersentuhan langsung dengan kehidupan nyata dan bisa dilakukan oleh anak muda.

 

 

Kesempatan belajar untuk meningkatkan kualitas anak muda telah tersedia dan beragam potensi lokal dan strategi memulai usaha telah terungkap, tinggal bagaimana anak muda merespon dengan menyiapkan diri dan jeli membidik peluang kerja yang bermanfaat untuk dirinya dan masyarakat di mana ia tinggal. Sudah siapkah anak muda Sumba? (TRU).


  Bagikan artikel ini

Penumpang Bikin Ulah KM Awu Penuh Sampah  

pada hari Rabu, 20 November 2019
oleh adminstube
 
 
"...Diberitahukan kepada seluruh penumpang untuk tidak membuang sampah sembarangan, buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan" itulah salah satu pesan yang terdengar di speaker yang ada di Kapal Motor Awu. Pesan ini selalu disampaikan oleh petugas kapal setiap kali bertolak dari pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi dari Waingapu, Bima dan Benoa.
 
Ketika berlayar menggunakan KM Awu dari Waingapu ke Surabaya, penulis mengalami hal yang tidak nyaman karena kapal begitu kotor, sampah berserakan di mana-mana, seperti gelas plastik, cup mie instan, botol minuman kemasan, puntung rokok dan sampah lainnya. Padahal dari awal penulis berpikir kalau di dalam kapal pasti keadaannya bersih, tetapi kenyataannya tak seperti yang dibayangkan.
 
Berkaitan dengan KM Awu sendiri, kapal ini merupakan kapal milik PT Pelni, sebuah perusahaan yang mengelola transportasi laut di Indonesia. Kapal ini merupakan produksi dari galangan kapal di Papenburg, Jerman tahun 1991 dengan bobot 6.000 Gross ton (GT) dengan dimensi panjang 99.80 m, lebar 18.00 m, kecepatan jelajah 15.00 Knot dan mampu mengangkut 969 penumpang, satu kelas dengan KM Sirimau dan KM Tatamailau. Nama Awu sendiri diambil dari nama gunung di kepulauah Sangihe Talaud, Sulawesi Utara
 
Kapal ini biasa melayani mobilitas penumpang dan barang antar pulau di Indonesia, khususnya jalur pelayaran Kalabahi (Alor), Tenau (Kupang), Ende (Flores), Waingapu, (Sumba), Bima, Sumbawa), Benoa (Bali), Surabaya (Jawa Timur) dan Kumai (Kalimantan Tengah). Dari rute tadi nampak bahwa KM Awu sangat berjasa menghubungkan daerah-daerah tersebut sehingga kapal harus terpelihara dengan baik. Ini bukan saja tanggungjawah perusahaan pelayaran tetapi juga para penumpang kapal. Pentingnya kesadaran terhadap kebersihan sangat diperlukan oleh setiap insan yang memiliki akal budi, ini berawal dari diri sendiri untuk menjaga kebersihan, seperti membuang sampah pada tempatnya.
 
 
Berbagai upaya dilakukan petugas kapal untuk memelihara kapal ini, khususnya kebersihan. Petugas kapal telah menyiapkan tong-tong sampah di beberapa tempat dan setiap pagi pun mereka membersihkan kapal dengan mengangkut sampah dan mengepel dek kapal. Sayang, sebagian penumpang tetap saja membuang sampah sembarangan. Mereka berpikir yang penting sampah di tangan mereka bisa segera terbuang bahkan membuangnya ke laut! Ini menunjukkan bahwa masih banyak penumpang yang kurang sadar bahkan abai terhadap pentingnya kebersihan. Terbukti ketika penulis menegur salah seorang penumpang yang membuang sampah ke laut, "sampahnya kok dibuang ke laut?" Tidak ada jawaban dari penumpang itu bahkan berlalu berjalan menjauh dan sampahnya pun tetap dibuang ke laut.

 

 
Selain itu, perlu ada tindakan tegas dari petugas kapal agar para penumpang sadar terhadap kebersihan kapal, misalnya memberikan teguran langsung, dan memberikan sanksi kepada penumpang yang kedapatan membuang sampah ke laut. Masing-masing penumpang pun bertanggungjawab untuk saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan kapal.
 
Kenyamanan pelayaran menjadi harapan bersama baik petugas kapal atau pun penumpang, sehingga semua bertanggungjawab untuk mewujudkannya, dari kebersihan, kenyamanan penumpang dan laut pun tetap bersih. Semoga. (Vebiati Lende).

  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua