Pertanian Hortikultura di Musim Hujan dan Perubahan Harga

pada hari Minggu, 5 Desember 2021
oleh Frans Fredi Kalikit Bara

Oleh: Frans Fredi Kalikit Bara

 

Aktivitas Petani Muda dalam menjalankan usaha hortikultura tidak selamanya berjalan mulus, namun ada tantangannya tersendiri. Ini adalah salah satu bagian dari resiko yang harus dihadapi oleh petani muda di Sumba. Akhir-akhir ini kondisi harga produk hortikultura pada bulan September dan Oktober mengalami penurunan dan banyak petani yang merasa putus asa dengan kondisi ini. Selain masalah harga di penghujung musim panas dan awal musim hujan, tingkat serangan hama dan penyakit cukup tinggi dan mengakibatkan banyak petani hortikultura yang mengalami gagal panen.

 

 

Bertolak dari persoalan di atas, Lembaga Stube-HEMAT melalui program multiplikasi menyelenggarakan kegiatan yang mengangkat tema tentang “Ledakan produksi produk hortikultura di penghujung tahun 2021 dan pengaruh terhadap naik turunnya harga” dan tema yang kedua tentang “Perubahan iklim dan tantangan budidaya hortikultura di musim hujan”.

 

 

Kegiatan ini dilakukan di Lambanapu, lokasi pusat studi pertanian hortikultura (Sabtu, 04/12/2021). peserta yang hadir dalam pelatihan ini yakni kalangan mahasiswa, pemuda gereja, petani muda dan beberapa petani yang senior. Suasana dalam pelatihan ini cukup hidup karena peserta yang baru lebih aktif bertanya ketimbang peserta yang sudah beberapa kali mengikuti pelatihan ini.

 

 

Dalam pelatihan ini Elias Taemnanu selaku pemateri memberikan penegasan agar memperhatikan pergiliran tanaman pada satu musim. Hal ini dilakukan agar tingkat ledakan serangan hama dan penyakit berkurang dan cara ini dapat memutus rantai perkembangan hama dan penyakit. Selain itu petani juga harus memiliki kalender musim tanam dan kalender pasar. Hal ini bisa membantu petani untuk terhindar dari ledakan produksi hortikultura serta menurunnya harga–harga produk hortikultura. Dalam pelatihan ini diharapkan agar petani terus belajar dari pengalaman dan terus mengembangkan ilmu pertanian dengan cara–cara terbaru yakni menerapkan inovasi pertanian demi mencapai hasil produksi yang maksimal dan berkualitas.


  Bagikan artikel ini

Pembuatan Pakan Fermentasi Kering Untuk Ternak Babi

pada hari Minggu, 5 Desember 2021
oleh adminstube
Kemandirian para peternak babi di Sumba Timur

 

 

 

Peternak babi di Sumba Timur di bawah koordinasi Program Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba memiliki semangat tinggi mendalami usaha peternakan babi. Tidak hanya mendalami jenis babi, penyakit dan vaksin, tetapi juga mempelajari pakan ternak. Sebagai langkah kemandirian untuk mencukupi pakan dan memanfaatkan bahan pangan lokal yang ada di sekitar tempat tinggal, para peternak berlatih membuat pakan fermentasi kering dalam dua kali pertemuan (24/11/2021) dan (4/12/2021). Kegiatan ini berlangsung di dua tempat diikuti dua puluh enam peserta. Apriyanto Hangga, Multiplikator Stube HEMAT di Sumba berperan sebagai narasumber dan pelatih. Para peserta yang juga peternak babi belajar membuat pakan alternatif dari bahan lokal. Terobosan ini muncul sebagai respon atas harga pakan ternak di pasaran yang cenderung semakin mahal dan sebagai wujud kemandirian para peternak babi.

 



 

Langkah ini merupakan langkah positif karena selain sebagai wujud kemandirian, pemanfaatan pakan fermentasi memiliki beberapa keunggulan, antara lain 1) bahan-bahan mudah didapatkan di kebun peternak. 2) mudah untuk membuatnya, 3) memiliki kandungan gizi dan nutrisi yang baik, 4) tidak memicu bau yang kuat pada kotoran ternak. Beberapa bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan pakan fermentasi untuk tenak babi adalah ampas padi, batang pohon pisang, ampas tahu atau bungkil kelapa, dedaunan hijau, EM4, gula pasir dan air. Alat-alat yang digunakan antara lain parang dan pisau, ember, tempayan (gumbang/drum kecil) dan plastik bening.

 

 

 

 

Proses pembuatan adalah sebagai berikut: 1) 10 kg batang pisang dan 10 kg dedaunan hijau diiris atau dicincang hingga halus. 2) 8 sdm gula dan 10 takar EM4 dilarutkan dalam 2,5 liter air. 3) batang pisang dan dedaunan hijau dicampur dengan 5 kg ampas padi, 5 kg ampas tahu dan diaduk merata. 4) setelah adonan bercampur merata, tambahkan larutan EM4 dan gula dengan memercikkan secara merata di seluruh permukaan adonan 5) selanjutnya aduk kembali adonan hingga merata agar terkena larutan EM4 dan gula. 6) masukan semua adonan ke dalam wadah dan padatkan sampai tidak ada rongga udara agar mikroba dapat hidup. 7) tutup rapat wadah dan isolasi agar tidak ada sirkulasi udara. Kemudian diamkan selama kurang lebih 2x24 jam sampai 3x24 jam untuk proses fermentasi. Sebagai catatan, kebutuhan bahan bisa disesuaikan dengan ketersediaan bahan dan berlaku kelipatan.

 

 

Dalam proses tersebut para petenak terlibat langsung dalam pembuatan, dari mencincang batang pisang dan dedaunan, melarutkan starter fermentasi ke dalam air dan memadatkan adonan pakan. Dari praktek ini mereka mengakui bahwa pembuatan pakan fermentasi ini tidak sesulit dari yang mereka bayangkan sebelumnya dan bahan-bahannya pun mudah dijumpai di sekitar rumah mereka. Harapannya dengan membuat pakan sendiri biaya pemeliharaan ternak babi bisa dikurangi dan hasil penjualan bisa meningkat. 

 


  Bagikan artikel ini

Setia Dan Tekun Berlatih Proses Tenun

pada hari Minggu, 7 November 2021
oleh Elisabeth Uru Ndaya

By: Elisabeth Uru Ndaya

 

Bekerjasama, bergotong royong merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai sebuah cita-cita besar. Dengan kebersamaan maka persatuan dan kesatuan dalam sebuah kelompok akan semakin kokoh dan harmonis. Sikap-sikap positif dari setiap individu sangat diperlukan untuk menjaga dan mempererat kebersamaan diantara anggota, juga perlu memiliki sikap saling menghargai, saling mengerti dan saling mendengarkan. Mau menerima kritikan, saling memaafkan, saling melindungi adalah sikap yang harus dipertahankan dalam sebuah komunitas. Gerakan seperti inilah yang terus dibangun dan didengungkan kepada peserta kelompok tenun ikat Kawara Panamung.

 

 

 

 

Peserta kelompok tenun terus menyelesaikan proses Pamening atau menghani (6/11/2021). Kegiatan ini dilakukan dua orang sebagai berikut, benang yang digulung berbentuk bola diurai pada kayu rangka bernama wanggi pamening, dengan ukuran panjang dan lebar sesuai ukuran kain yang ingin dibuat. Untaian benang yang telah dibentangkan seukuran kain, itulah yang dinamakan Hiamba. Dan pada saat ini kelompok tenun sudah menghani untuk 18 lembar kain, selanjutnya akan terus berproses menghani atau pamening benang sampai menghasilkan 22 lembar kain. Selama proses menghani, peserta tenun sekaligus menyelesaikan proses karandi rumata yang artinya membuat simpul untuk tiap 8 utas benang dengan menggunakan tali atau benang. Tahapan ini dilakukan untuk tiap 1 liran hiamba, dan masing-masing liran berjumlah 175 untaian benang, setelah itu lanjut pada tahap puha wanggu yaitu memasukkan tali penghitung diantara tiap liran. Tentu ini bukanlah proses yang mudah untuk dilakukan, jika tidak teliti dan salah menghitung dalam menghani dan membuat simpul maka akan kesulitan dalam proses menenun nantinya.

 

 

 

Walaupun peserta kelompok Kawara Panamung sudah pernah mempelajari proses ini setahun lalu namun mereka harus terus belajar lebih giat lagi untuk lebih teliti dalam mengikuti setiap tahapan dalam menghani. Kegigihan dan semangat kekompakan yang mereka bangun terus mengiringi penyelesaian setiap tahapan yang ada. Mama Yustina sebagai pelatih tenun dengan kesabarannya membimbing mereka menekuni setiap proses. Ketika peserta kelompok salah dalam menghitung benang dan sudah terlanjur menghani dalam jumlah banyak, sering membuat patah semangat untuk mengulangi proses dan enggan meneruskan tahapan itu lagi karena takut salah. Namun mama Yustina selalu mengatakan kepada mereka, “Setiap perempuan yang sudah hebat dan pakar dalam menenun tentu dulu pernah berbuat salah dalam berproses. Dulu ketika baru belajar tenun, berulang kali saya gagal menghitung, membuat simpul dan harus berulang kali saya mengulangi proses itu sehingga pada akhirnya sekarang proses itu biasa bagi saya. Intinya terus tekuni apa yang dipelajari sekarang nantinya pasti kalian bisa,” tegasnya. 

 

 

Beginilah dinamika kelompok tenun Kawara Panamung dalam berproses mendalami keterampilan menenun. Ada banyak tantangan yang dihadapi, namun itu semua tidak mengurangi semangat dalam satu kebersamaan dan kesatuan. 


  Bagikan artikel ini

Masih ada Harapan: ternak babi mulai beranak kembali

pada hari Minggu, 31 Oktober 2021
oleh Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba - Peternakan
Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba - Peternakan

 

“Tidak ada rahasia untuk sukses. Sukses merupakan hasil dari persiapan, kerja keras, ketekunan dan mau belajar dari kegagalan”

 

 

Kata-kata di atas cocok dengan pengalaman peternak babi di Sumba di bawah arahan Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba dan Apriyanto Hangga sebagai Multiplikator. Setelah hampir dua tahun ternak babi di Sumba diserang virus baik itu African Swine Fever (AFS) dan Hog Cholera yang menghabiskan ternak babi dan membuat para peternak trauma untuk kembali memelihara babi. Mereka takut untuk memulai memelihara ternak lagi karena kekuatiran virus menyerang lagi sewaktu-waktu.

 

 

Perlu waktu untuk menguatkan dan membangun kembali semangat para peternak, karena sebenarnya kemauan untuk beternak itu tetap ada, hanya saja mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat jika virus menyerang dan bagaimana memelihara babi dengan cara yang baik sehingga bisa berkembang. Melalui pendekatan, dialog dan perkunjungan yang berkelanjutan akhirnya semangat itu muncul kembali.

 

 

Kelompok Peternak Babi Harapan Kita yang juga merupakan kelompok yang dibentuk oleh Multiplikator Stube HEMAT di Sumba dengan 24 KK sebagai anggota saat ini telah berhasil merawat babi yang dimiliki. Tujuh ekor diantaranya telah beranak. Ini merupakan berkah dari kerja keras mereka. Ini hasil dari ketekunan dan perjuangan bersama ketika terjadi serangan virus waktu itu, dan kelompok berusaha menjaga ternak mereka dengan melakukan kegiatan vaksinasi terhadap 48 ternak babi yang dilakukan pada bulan Februari 2021 tahun lalu. Seiring perjalanan waktu, sebagian babi telah dijual untuk memenuhi kebutuhan peternak dan sebagian tetap dipelihara sampai beranak pada saat ini. Hal ini merupakan momen istimewa saat masyarakat kesulitan untuk mencari anakan babi pasca serangan virus, tetapi kelompok peternak justru menghasilkan anakan babi.

Dari diskusi rutin terungkap bahwa para peternak babi mengharapkan agar kegiatan vaksinasi babi bisa dilakukan lagi karena terbukti sangat membantu menjaga stamina ternak mereka. Para peternak dalam kelompok berterimakasih atas program Multiplikator Stube HEMAT di Sumba yang tekun mengunjungi dan mendampingi, bahkan membantu melalui kegiatan-kegiatan yang menunjang keberhasilan ternak mereka.***


  Bagikan artikel ini

Menyentuh Perempuan Bersuara Dan Terbuka

pada hari Minggu, 17 Oktober 2021
oleh Elizabeth Uru Ndaya, S.Pd.

Oleh: Elizabeth Uru Ndaya, S.Pd.

 

 

Berbicara tentang perempuan maka kita berbicara tentang keberadaan dan perjuangannya. Ketika dalam keluarga representasi suara perempuan sangat minim atau bahkan tidak ada, hal itu cenderung dianggap wajar dan bukan sesuatu yang perlu dipersoalkan. Jika perempuan terus diam maka tidak akan ada perubahan, oleh karena itu perempuan harus bersuara dan menanggalkan semua ketakutan untuk menceritakan kisah dan pengalamannya. Seperti yang dialami oleh sebagian peserta kelompok perempuan tenun ikat Kawara Panamung, di desa Tanatuku. Ada bermacam-macam masalah yang mereka alami dalam rumah tangga mereka, baik itu kekerasan dalam rumah tangga, atau seringkali keberadaan mereka tidak dianggap baik sebagai istri atau anggota keluarga, mereka jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Lalu apa tindakan mereka selama ini? Bungkam adalah pilihan mereka dengan alasan agar tidak memperpanjang masalah dan ancaman kekerasan.

 

 

 

 

Hal seperti inilah yang harus terus diperjuangkan, penting sekali perempuan bersuara dan mengekspresikan apa yang dirasakan untuk mendapatkan persamaan hak. Adanya kelompok perempuan ini menjadi wadah bagi mereka untuk saling berbagi. Untuk itu multiplikator program pemberdayaan perempuan Stube-HEMAT, mengajak kelompok perempuan yang tengah menyelesaikan proses panyusunan benang tenun mengambil waktu sharing kisah merekadilanjutkan berdiskusi tentang isi buku karya Rachmi Larasati dan Ratna Noviani yang berjudul Melintas Perbedaan-suara perempuan, agensi, dan politik solidaritas (16/10/2021). Buku ini fokus pada gagasan para pemikir perempuan dimana perempuan bisa dengan bebas berbagi pengalaman dan pemikirannya, dan spectrum pemikiran perempuan mengenai problem sosial, budaya, ekonomi maupun politik yang cenderung kurang terdengar, kurang dikenal dan juga kurang dipahami  posisionalitasnya dalam kartografi pemikiran akademik.

 

 

Topik pertama yang dibahas pada pertemuan itu tentang konsumerisme, kemakmuran sejati, dan gaya hidup berkelanjutan oleh Juliet B. Schor, pemikir perempuan kritis dari Amerika Serikat yang memiliki perhatian pada dampak perilaku konsumtif, ketimpangan sosial, dan ketidakadilan gender. Hal yang paling banyak diperdebatkan oleh peserta kelompok tenun ialah membedakan mana yang benar-benar menjadi kebutuhan dan mana yang merupakan keinginan. Seperti kebanyakan orang membeli sesuatu bukan sekedar membeli fungsinya tetapi juga mengkonsumsi tanda sebagai pembeda sosial yang mengarah pada simbol kesuksesan. Ada yang mengatakan membeli sesuatu hanya karena tetangga memilikinya sehingga ikut-ikutan membeli. Ada yang mengatakan, tergiur mata untuk membeli meski bukan hal yang dibutuhkan. Juliet B. Schor mengungapkan bahwa tindakan konsumtif yang merebak itulah sumber pemborosan, hutang, aliensi terhadap komoditas, dan lain sebagainya.

 

 

Beberapa langkah konkrit dari Juliet B. Schor yang multiplikator bagikan ke peserta kelompok perempuan untuk membantu membuka pola pikir, wawasan dan pemahaman mereka,  yaitu hak atas standard hidup yang layakmemahami perbedaan antara kebutuhan (need) dan keinginan (want), mengutamakan kualitas hidup dari pada kuantitas barangDari penjelasan itu semua peserta belajar untuk mengubah perilaku konsumtif mereka. Pada pertemuan selanjutnya kelompok perempuan Tanatuku akan terus dicerahkan dengan topik-topik lain dan akan lebih banyak belajar bagaimana memperjuangkan hak mereka sebagai perempuan.*** 


  Bagikan artikel ini

Seni Yang Memberdayakan

pada hari Minggu, 3 Oktober 2021
oleh Elisabeth Uru Ndaya

Oleh: Elisabeth Uru Ndaya

 

 

Sumber daya ekonomi yang dimiliki rumah tangga tidak hanya menuntut peran laki-laki sebagai kepala keluarga, namun juga melibatkan perempuan untuk berperan menopang ketahanan ekonomi keluarga. Kondisi demikian menjadi dorongan bagi perempuan agar memiliki ketrampilan. Melibatkan perempuan melalui pemberdayaan dengan meningkatkan keterampilan sumber daya yang ada sangatlah penting. Membuat kain tenun Sumba Timur tidak hanya memikirkan bagaimana melestarikan budaya tetapi juga usaha pemberdayaan perempuan. Sumber daya yang ada harus senantiasa ditingkatkan keahliannya sehingga bisa menghasilkan karya tenun yang memiliki daya saing di pasaran. Sudah saatnya para penenun semakin menghargai karya yang dikerjakan dengan menekuni setiap proses yang ada. Seperti dari awal sampai akhir proses pembuatan, bahan-bahan tanaman dari alam yang bisa dibudidayakan dan ramah lingkungan tetap dipakai dengan memperhatikan desain motif tenun.

 

 

Di sela-sela menggulung benang, multiplikator mengajak peserta kelompok berdiskusi membahas buku berjudul ‘Karya Adiluhung yang menguak spiritualitas dan simbolisme dibalik seni tenun ikat pewarna alam Sumba Timur (2/10/2021). Buku tersebut menceritakan banyak hal yang berkaitan tentang tenun ikat Sumba Timur yang ternyata menyimpan potensi lain yakni sebagai fondasi sekaligus pendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Sebagai langkah awal, peserta kelompok terlebih dahulu mendalami 42 langkah menenun karena kebetulan mereka ada dalam tahapan awal menggulung benang untuk membuat selembar kain. Karna itu sangat penting bagi mereka untuk mengetahui lebih luas tentang tahapan-tahapan tenun yang mereka lalui. Elisabeth Uru Ndaya menjelaskan bahwa di dalam buku tersebut ada 6 topik besar yang merangkum ke 42 langkah dalam menenun, seperti yang pertama menjelaskan tentang memintal kapas menjadi benang dan menggulungya. Kedua, pamening yaitu rangkaian kegiatan menyiapkan lungsin (benang-benang yang telah disusun menjadi sebentuk kanvas untuk diikat). Ketiga, mendesain lukisan motif di kain. Keempatpewarnaan benang, kelima menyiapkan proses menenun dan yang terakhir proses menenun hingga tahap penyelesaiannya.

Sebagian peserta kelompok merasa terkejut dengan begitu banyak langkah, meskipun secara tidak sadar mereka sudah melaluinya. Secara teori mereka merasa bahwa langkah-langkah menenun sangat sulit untuk diikuti dan dikerjakan. Namun ketika mengingat kembali proses yang sudah dilalui selama setahun, tidak mengurangi niat mereka untuk terus berproses. Karena mereka yakin bahwa setiap kerja keras yang ditekuni nantinya akan membuahkan hasil. Adrina Ipa Hoi, salah satu peserta muda dalam kelompok tenun berkata, “Ternyata menenun tidak gampang, kita tidak sadar selama ini kita sudah lalui ke 42 tahapan itu, dan bagi saya baru sekitar 30an langkah yang saya yakini saya bisa, sisanya masih harus belajar lagi. Untung saja dengan ada ini buku membantu kita mengetahui langkah yang mana saja yang sudah dan belum kita pahami”.

Bagaimanapun sulitnya berproses, ketrampilan membuat tenun ikat terbukti telah melahirkan karya seni yang diakui dunia. Para kolektor tenun di berbagai belahan bumi ini bahkan memperlakukan koleksi tenun ikat Sumba sebagai sebuah mahakarya. Tenun ikat pun kini menjadi salah satu karya yang mampu menopang kehidupan ekonomi keluarga. Saatnya para seniman tenun dan perempuan-perempuan Sumba menghormati keahlian tersebut dengan terus menekuni ketrampilan tenun hingga mampu berdaya saing secara internasional.


  Bagikan artikel ini

Stube-HEMAT Mengubah Mindset-ku

pada hari Kamis, 16 September 2021
oleh Makson Rangga Ndima
 
 

 

Oleh: Makson Rangga Ndima

 

 

 

Saya bergabung dengan Stube-HEMAT sejak tahun 2015 saat saya masih kuliah di Universitas Kristen Wira Wacana Sumba. Awal berkenalan dengan Stube, saya masih pasif dengan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Selesai kuliah tahun 2019 saya kembali mengikuti kegiatan pelatihan yang diselenggarakan Stube-HEMAT terkait pertanian yang saya ketahui dari postingan Frans Fredi Kalikit Bara, multiplikator bidang pertanian di Sumba. Saya tertarik karena kegiatan ini sesuai hobi saya suka profesi petani.

 

 

Pemahaman awal saya tentang pertanian yaitu hasil pertanian seperti jagung, kacang tanah, kacang hijau dan ubi kayu dibudidayakan untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga. Namun berkat pelatihan yang diselenggarakan Stube-HEMAT mengubah mindset saya sehingga fokus membudidayakan tanaman hortikultura tidak hanya mencukupi kebutuhan pangan keluarga, tetapi juga bernilai ekonomis yang dapat memperbaiki ekonomi keluarga.

 

 

Beberapa hal baru yang saya pelajari dengan bekerja sama dengan berbagai pihak berkompeten, ahli di bidang pertanian: 1) Saya mengetahui ilmu terkait cara membudidayakan tanaman hortikultura mulai dari pengenalan tanah sebagai media tumbuh tanaman termasuk karakteristik tanah, cara mengukur dan mengetahui PH tanah yang baik bagi tanaman, cara semai yang baik dan benar, cara merawat tanaman agar dapat berproduksi dengan kualitas terbaik, mengenal varian tanaman yang dapat dibudidayakan pada jenis karakter tanah tertentu, mengenal organisme pengganggu tanaman dan cara mengatasinya bahkan sampai pemasaran, membaca peluang pasar serta penanganan hasil produksi pasca panen, 2) Anak muda dapat mengenal potensi diri selaku agent of change agar produktif saat muda terutama ketika mencintai profesi petani dengan menerapkan prinsip kerja keras, dan kerja tuntas, dapat tercipta kemandirian serta ketahanan pangan Sumba agar tidak bergantung pada komoditas dari luar pulau Sumba, 3) Saya semakin mengenal dan menggunakan teknologi sebagai daya cipta inovasi guna mendongkrak kuantitas dan kualitas produk hortikultura yang mampu berdaya saing di pasaran minimal pasar lokal serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi waktu, tenaga dan biaya bahkan pengembangan lahan semakin luas, 4) Saya sampai tahap ini dapat membudidayakan tanaman hortikultura jenis tomat, pare, terong, mentimun dan terakhir sedang mengembangkan bawang merah jenis lokananta F1 cap panah merah.

 

 

Terima kasih Stube-HEMAT, terima kasih para sponsor dan terima kasih orang-orang baik yang dengan cara masing-masing telah menjadi berkat di Sumba. Hidup petani muda Sumba!


  Bagikan artikel ini

Membangun Kolaborasi Antara Petani dan Lembaga Keuangan

pada hari Senin, 13 September 2021
oleh Frans Fredi Kalikit Bara

Oleh Frans Fredi Kalikit Bara

Aktivitas produktif Petani Muda Sumba terus berjalan, meski berada dalam kondisi yang sedikit tidak beruntung karena berada dalam kondisi iklim yang cukup panas dan tingginya tingkat serangan hama. Untuk mendukung semangat usaha dari petani muda, Stube HEMAT dalam program multiplikasi menyelenggarakan satu diskusi yang berkaitan dengan membangun usaha dengan topik ‘Kolaborasi Petani Muda dengan pihak finance’

 

 

Kegiatan ini diselenggarakan di Lambanapu, rintisan Pusat studi pertanian hortikultura Stube HEMAT (12/09/2021). Dalam pelatihan ini hadir orang muda dari unsur mahasiswa, pemuda gereja dan beberapa orang muda yang baru menyelesaikan studi S1 dan mengambil keputusan ke usaha pertanian.

 

 

Adapun yang menjadi tujuan dari pelatihan ini yakni Petani Muda membangun kedekatan dengan pihak finance dalam hal pinjaman modal untuk pengembangan usaha di bidang pertanian hortikultura beserta pengelolaannya. Hingga saat ini komunitas petani muda sudah membangun hubungan kerja sama dengan beberapa pihak yakni bagian benih unggul dari PT East West Seed Indonesia cap Panah Merah, bagian hama dan penyakit dalam hal ini bagian pestisida (DGW, Nufarm, Petro Kimia), Dinas pertanian Kabupaten Sumba Timur, lingkup akademisi atau Kampus UNKRISWINA Sumba, petani-petani kunci dan toko distributor barang-barang pertanian yang ada di Sumba.

 

 

Seiring berjalannya waktu, petani muda terus melakukan kolaborasi untuk terus meningkatkan keahlian di bidang pertanian dengan tujuan agar petani muda tampil sebagai petani yang profesional dan menjadi pahlawan ketahanan pangan di pulau Sumba. ***


  Bagikan artikel ini

‘Kawara Panamung’, Saling Merangkul

pada hari Selasa, 31 Agustus 2021
oleh (Akun Media Kelompok Tenun Tanatuku)

(Akun Media Kelompok Tenun Tanatuku)

 

 

Literasi digital menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan teknologi digital bagi kaum perempuan. Apalagi di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang, kaum perempuan dituntut bekerja lebih ekstra dibanding sebelumnya karena selain harus bekerja di rumah, kaum perempuan terutama ibu-ibu harus bisa menjadi ibu dan guru untuk anak-anak yang belajar online di rumah. Sangat disayangkan jika perempuan sekarang ini tidak paham media, karena media digital sebenarnya membantu perempuan dalam mendidik dan mengajari anak-anaknya. Disamping itu, media dapat membantu perempuan melakukan usaha untuk menunjang kehidupan ekonomi keluarga.

 

 

 

 

Merespon hal ini kaum perempuan peserta kelompok tenun berkumpul untuk belajar membuat akun media seperti akun Facebook, Instagram, penggunaan Google, hingga pembuatan channel Youtube untuk kelompok tenun, didampingi oleh Elisabeth Uru Ndaya (Senin, 30/08/2021). Channel Youtube kelompok tenun ini dinamai Kawara Panamung yang artinya saling merangkul. Channel ini akan memuat konten aktivitas perempuan yang ada di Sumba seperti saat proses memproduksi kain tenun dan kehidupan sehari-hari perempuan Sumba lainnya. Peserta sangat antusias belajar membuat akun media, apalagi hampir semua peserta memiliki gadget jadi memudahkan mereka menggunakan akun buatan sendiri.

 

 

 

Hal menarik yang mereka pelajari ialah dalam penggunaan dan pemanfaatan Google dan Youtube. Katrin Njola, peserta tenun berkata,“Ini kali pertama saya tahu tentang Google dan Youtube. Ternyata lewat media tersebut kita bisa belajar semua hal yang kita mau ketahui, seperti contoh kita pu anak kalo belajar dari Google bisa pintar dorang”, tuturnya. Media dapat membantu mencari ilmu pengetahuan yang ingin mereka ketahui, bahkan menjadi alat untuk mencari bahan pembelajaran untuk anak-anak mereka, bahan untuk memasak misalnya dan masih banyak lagi pemanfaatan dari penggunaan media digital. Di sela pembuatan akun media, Elisabeth Uru Ndaya menekankan beberapa hal penting kepada kaum perempuan, yaitu: selama menggunakan media, jika ada konten yang ingin dibagikan maka harus berhati-hati dengan memperhatikan apa yang bisa dibagikan dan tidak. Berpikir kritis agar tidak mudah percaya dengan semua hal yang ada di internet, lindungi privasi, dan tidak menjadikan media sebagai tempat untuk gosip dan menghakimi seseorang. Hal ini menjadi acuan bagi kaum perempuan agar mengelola media digital dengan cerdas dan bijaksana.

Dalam kesempatan itu, seorang peserta bernama Kalita Mboru memperlihatkan hasil karya tangannya yang berbentuk dompet, tas kecil hingga masker buatan dari sisa kain tenun. Peserta kelompok sangat mengapresiasi hasil karya tersebut, dan akan dipromosikan lewat media digital. Selanjutnya peserta kelompok mempersiapkan diri untuk mulai memproduksi kain tenun dari awal lagi dengan bahan benang 20 tungku dan berproses dari tahap pertama yaitu kabukul atau menggulung benang. Proses ini akan dimasukkan ke chanel Youtube kelompok Kawara Panamung’. Channel ini diharapkan membantu kelompok tenun mempromosikan hasil karya mereka, dan sebagai platform untuk mempromosikan budaya daerah, termasuk mendokumentasikan aktivitas perempuan Sumba khususnya di desa Tanatuku. Semoga melalui pemanfaatan digital yang produktif, sehat dan aman membantu memudahkan kaum perempuan dan peserta tenun dalam bertransaksi kain tenunan, baik untuk pelanggan pasar dalam negeri maupun luar negeri.***

 


  Bagikan artikel ini

Semangat Pasca Serangan Virus Mematikan: Suka duka peternak babi di Sumba

pada hari Senin, 30 Agustus 2021
oleh Admin Stube

Ternak babi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam hidup keseharian masyarakat Sumba selain yang beragama Muslim tentunya. Selain menjadi kebutuhan pokok, dalam beberapa hal tertentu ternak babi menjadi simbol yang tak tergantikan oleh ternak lain. Hampir semua rumah di daerah pedesaan memelihara ternak babi.  Selama ini babi menjadi salah satu penopang ekonomi keluarga bahkan cadangan untuk biaya  pendidikan anak-anak, ternak babi menjadi salah satu unggulan.

Tahun 2019 ketika awal serangan virus melanda ternak di Sumba hingga saat ini membuat kehidupan masyarakat menjadi sulit. Lebih dari 60% ternak babi mati dan bahkan saat ini para peternak sama sekali tidak lagi memiliki ternak. Keinginan untuk memelihara ternak babi tetap tinggi di kalangan masyarakat Sumba.  Persoalan utama adalah sulitnya untuk mendapatkan anakan ternak babi, jika pun ada harganya sangat tinggi sehingga sulit dijangkau peternak di Sumba. Saat ini Pemda Sumba Timur, baik Dinas Peternakan maupun DPRD mendukung berbagai kegiatan dalam rangka pemulihan dan pengembangan peternakan masyarakat dengan mengalokasikan anggaran untuk pengadaan anakan ternak babi bagi kelompok masyarakat peternak.

 

 

Beberapa kelompok telah dibentuk di antaranya Kelompok Harapan Kita, Kelompok Lai Welik dan Kelompok Rita dengan total anggota 54 orang. Ketiga kelompok ini didampingi sejak perintisan, pembentukan sampai pembuatan proposal. Harapannya para anggota kelompok ini mendapatkan dukungan dari pemerintah berupa pendampingan langsung dan bantuan bibit ternak bagi setiap anggota kelompok agar kegiatan peternakan babi yang menjadi keseharian masyarakat Sumba kembali aktif untuk mendukung perekonomian masyarakat. ***


  Bagikan artikel ini

Beternak Babi: Pentingnya Kemauan dan Pengetahuan

pada hari Minggu, 22 Agustus 2021
oleh Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba

Oleh Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba

 

 

Serangan virus ASF pada ternak babi berdampak multi dimensi, tidak saja menghabiskan populasi ternak babi di Sumba tetapi juga memotong sumber ekonomi dan menyebabkan trauma bagi peternak babi untuk memulai kembali. Harus diakui permintaan suplai babi sebenarnya masih tinggi tapi ketersediaan terbatas sehingga harga naik. Situasi ini menjadi perhatian berbagai pihak termasuk Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba yang fokus pada ternak babi dengan terus memperkuat anggota melalui beragam aktivitas untuk mendorong motivasi, meningkatkan pengetahuan dan memperkuat jejaring sesama peternak, pemasaran ternak, akademik dan pemerintah melalui dinas peternakan Sumba Timur. Salah satu kegiatan pertemuan rutin diadakan hari Sabtu, 21 Agustus 2021 di kampung Paddi, Nggaha Ori Angu, dimana dua puluh tujuh anggota peternak di bawah koordinasi Apriyanto Hangga, Multiplikator Stube HEMAT di Sumba di bidang ternak babi, mengadakan penguatan anggota melalui pemaparan materi, diskusi, dan tanya jawab.

Daniel Gabriel Lado, A.Md.Pet sebagai narasumber menyampaikan kondisi terkini ternak babi di Sumba Timur pascaserangan ASF. Harus diakui ketersediaan babi minim dan tidak berimbang dengan permintaan. Secara ekonomi ketimpangan suplai dan permintaan mendorong kenaikan harga, bahkan dibanding tahun lalu kenaikan bisa mencapai dua kali lipat. Selain itu, serangan virus juga menyebabkan trauma masyarakat untuk memelihara kembali ternak babi. Dalam paparan, narasumber menyampaikan dorongan dan penguatan, dari pengalamannya ia mengatakan bahwa kita tidak boleh takut pada virus, tetapi harus memiliki keyakinan kuat bahwa virus ini bisa dikalahkan dan kita harus tetap optimis untuk tetap memelihara ternak babi karena merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan orang Sumba. Ini artinya para peternak selain punya semangat, harus memiliki pengetahuan yang lengkap untuk memelihara ternak babi. Jadi komunitas ini bagus karena mendampingi peternak untuk terus belajar dan meningkatkan pengetahuan.

 

 

Beberapa catatan dasar memelihara ternak babi, antara lain: (1) Sterilisasi Kandang, sterilisasi kandang menjadi mutlak, kita harus mengubah pola beternak dari tradisional ke modern dengan sistem kandang dan melakukan pembersihan rutin, membuka sirkulasi udara dan menghindari jangkauan binatang lain. (2) Vaksinasi dan pemberian vitamin, dilakukan secara rutin agar daya tahan tubuh ternak semakin kuat. (3) Pemberian makananberkualitas ini artinya makanan yang bersih dan bergizi, (4) Perhatian dan perawatan, perhatian pada ternak secara kontinyu dan berkelanjutan menjadi penting untuk mengetahui perkembangan ternaknya sehingga bisa mengantisipasi jika ada gejala penyakit.

 

 

Ia melanjutkan bahwa ternak babi saat ini sudah relatif aman karena virus ASF telah berhasil ditekan dengan vaksin dan perubahan cara pemeliharaan, terbukti saat ini tidak ada laporan dari babi yang tersisa ada yang sakit dan mati. Selain itu, kondisi riil yang terjadi di beberapa dearah lain yang terdampak virus, baik di Nias, Sumatera Utara, Bangli, Bali. Timor dan Flores, NTT semua relatif aman dan mulai bergerak kembali. Termasuk regulasi pemerintah berupa larangan lalu lintas antar pulau untuk ternak babi telah dicabut dan perdagangan ternak babi antar pulau sudah dibuka kembali. Karena itu, narasumber mengajak masyarakat terutama para peserta diskusi menjadi corong pada lingkungan masyarakat untuk menyampaikan kabar sukacita agar kita jangan takut untuk memelihara babi, tetapi harus bangkit dan berani untuk memulai.

Perubahan perilaku beternak babi itu baik, dari kemauan yang kuat dan dilengkapi pengetahuan yang lengkap maka kita dapat menghadapi tantangan dalam beternak dan mendapat hasil memuaskan. Dimulai dari babi yang dilepas di padang menjadi dikandangkan, dari satu ekor babi dan bertahap bertambah jika keadaan semakin membaik dan akhirnya ekonomi kesejahteraan masyarakat akan meningkat.


  Bagikan artikel ini

Pemuda Tangguh, Indonesia Tumbuh

pada hari Rabu, 18 Agustus 2021
oleh Program Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba

Program Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba

 

Di hari ulang tahun ke-76 kemerdekaan Republik Indonesia, peran pemuda sebagai inisiator masih sangat diperlukan untuk mengisi kemerdekaan dengan melakukan hal-hal positif, terutama di era digital saat ini. Digitalisasdengan segala kemudahan untuk mendapat dan mengolah informasi membuat semua aktivitas manusia bisa disajikan secara daring, demikian juga potensi-potensi Indonesia dapat diperkenalkan ke seluruh dunia hanya melalui akses internet. Oleh sebab itu pemuda dan mahasiswa dituntut terus belajar dan melahirkan karya nyata untuk meningkatkan daya saing Indonesia.

 

 

Dalam rangka menyambut hari kemerdekaan, Elisabeth Uru Ndaya, multiplikator Stube HEMAT di Sumba sekaligus penggerak dan ketua pemuda desa, menggugah semangat mahasiswa dan pemuda desa Tanatuku agar menjadi pemuda yang produktif, inovatif dan kreatif memanfaatkan media sosial sebagai platform komunikasi dan sosialisasi, dalam diskusi dengan menghadirkan Reynaldo Erick (Senin, 16/08/2021). Reynaldo Erick adalah seorang muda yang menekuni dunia digital dan memberikan pengalaman menarik atas apa yang digelutinya. Ia memiliki akun YouTube dan  memiliki ribuan subscriber. Konten YouTube yang ia miliki merupakan pengenalan tempat-tempat wisata yang ada di Sumba Timur dan konten yang dibuatnya berhasil mendatangkan turis dari beberapa negara untuk berwisata di Sumba, dan ia menjadi pemandunya. Tidak hanya YouTube saja, melainkan FB dan Instagram ia gunakan untuk promosi wisata daerah. Inilah salah satu manfaat dan kegunaan media digital, tidak hanya mendatangkan income tetapi juga berhasil membantu mempromosikan daerah ke manca negara. Erick mengajak pemuda agar melek dengan media yang ada dan tak lupa ia mengajarkan cara membuat akun YouTube, cara membuat video hingga cara mempromosikan konten dan media yang dimiliki.

 

 

Mendengar banyak manfaat media digital, sebagai langkah awal pemuda dan mahasiswa sepakat  membuat konten video di atas bukit Ndapayamidesa Pambotandjara, Kec. kota Waingapu, Sumba Timur, dengan tema ‘Pemuda Tangguh Indonesia Tumbuh’, sekaligus perayaan HUT Kemerdekaan RI yang ke-76. Keindahan bukit yang bergelombang dengan lekuk-lekuk yang mengagumkan, dilengkapi dengan pemandangan sunset yang luar biasa indahnya, menambah semangat peserta menyiapkan konten tersebut. Seragam putih hitam dan pita merah putih yang diikatkan di kepala, juga kibaran bendera merah putih menggugah rasa nasionalisme yang tinggi dan rasa cinta tanah air. Beberapa kesan dan pesan dari peserta seperti Meliyanti Njurumana, “Adanya Covid-19 benar-benar membatasi masyarakat yang harusnya berkumpul bersama namun harus saling menjaga jarak”. Sementara pemuda lainnya menyatakan harapan agar bangsa ini segera pulih dan merdeka dari Covid-19.

 

 

Sekali lagi, hal penting yang perlu dipahami untuk menjadi pemuda yang inovatif dan kreatif adalah kesadaran diri melihat keadaan sosial, membuka diri pada lingkungan yang lebih luas dan memiliki kepekaan terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat. Apalagi di masa pandemik Covid-19 sekarang ini, peran pemuda sangatlah penting untuk mengedukasi masyarakat agar bisa memerdekakan diri dari pandemi. ***


  Bagikan artikel ini

Perempuan Desa Tanatuku Merespon Era Digital

pada hari Rabu, 4 Agustus 2021
oleh Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd

Oleh: Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd

 

 

Teknologi digital merupakan elemen penting bagi proses transformasi sosial, budaya, politik dan ekonomi. Teknologi saat ini telah menjadi media komunikasi terkini yang sangat pesat dan mempengaruhi sendi kehidupan manusia termasuk perempuan untuk bisa meningkatkan kontribusinya dalam ekonomi keluarga. Kesadaran perempuan dalam memanfaatkan teknologi masih perlu ditingkatkan, sehingga diperlukan literasi digital yang holistik dan menyeluruh, terutama aspek dorongan dalam diri kaum perempuan untuk mempelajari dan menguasai teknologi digital demi peningkatan kapasitasnya.

 

 

 

 

Melalui program Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba, Elisabeth Uru Ndaya sebagai multiplikator program di Sumba, mengajak kembali kaum perempuan desa dan peserta kelompok tenun ikat untuk duduk berdiskusi dengan topik “perempuan zaman now harus melek digital” (Rabu, 4/08/2021). Pada kesempatan ini dibukalah wawasan, kesadaran juga cara berpikir untuk menyadari potensi bisnis, mempelajari dan mengetahui pemanfaatan teknologi digital seperti penggunaan Facebook, Instagram, Youtube dan lainnya untuk mempermudah perkembangan bisnis UMKMDari diskusi tersebut ternyata sebagian besar kaum perempuan dan pemuda yang ada di desa Tanatuku baru memiliki akun Facebook namun hanya untuk sekedar pantau status sesama pengguna, update status curhat, upload foto selfie, bahkan Facebook sering mereka jadikan media untuk bergosip dan saling menjatuhkan antara sesama pengguna lainnya.

 

 

Diskusi ini membantu membuka wawasan mereka bahwa penggunaan media tidak hanya facebook, dan digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bahkan bisa mendapatkan income yang dapat menunjang kebutuhan ekonomi keluarga. Peserta kelompok tenun juga berefleksi setahun program pemberdayaan perempuan yang sudah berjalan dengan baik. Tiga hal penting yang menjadi kesepakatan bersama sebagai acuan program ke depan, yaitu, kaum perempuan kelompok tenun siap mempelajari dan memanfaatkan teknologi digital untuk peningkatan kapasitas dan produktivitas yang ada, kaum perempuan akan terus memproduksi kain tenun asli Sumba baik itu berbentuk kain, sarung, selendang dan kreativitas kain tenun lainnya. Lebih lanjut lagi, kaum perempuan kelompok tenun bekerjasama dengan pihak-pihak lain akan mempersiapkan waktu dan tenaga untuk membangun rumah tenun sebagai rumah belajar tenun juga tempat untuk menyimpan aset tenun ke depannya.

Progam Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba melalui program pemberdayaan perempuan diharapkan memampukan perempuan di desa Tanatuku melek digital dan menjadikan teknologi sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas perempuan. ***


  Bagikan artikel ini

Pertanian Terintegrasi di Sumba

pada hari Kamis, 3 Juni 2021
oleh Frans Fredy Kalikit Bara
 

Oleh: Frans Fredy Kalikit Bara

Secara sederhana pertanian terintegrasi adalah pola pertanian yang saling mendukung antara satu komoditi dengan komoditi lainnya, sehingga biaya produksi dapat ditekan semaksimal mungkin dengan memanfaatkan komoditi lainnya yang ditanam atau dikelola secara bersamaan dalam satu lokasi petani. Dalam arti luas, sistem pertanian terintegrasi merupakan kegiatan integrasi pertanian yang diintroduksikan pada usaha tanaman pangan, palawija dan hortikultura, peternakan, perkebunan, perikanan, dan tanaman kehutanan dalam satu wilayah kegiatan (Anugrah, Iwan Setiajie, 2014: 158).

Sumba memiliki potensi pertanian yang cukup menjanjikan, selain dikenal sebagai pulau ternak, Sumba juga memiliki beberapa potensi alam yang menjanjikan yakni savana yang luas, sumber daya tanah yang subur, sumber daya air dan tempat-tempat wisata yang indah. Melihat potensi di atas menjadi alasan yang mendasar bagi Stube HEMAT melalui kegiatan multilplikasi untuk mengangkat tema diskusi berkaitan dengan, ”Pertanian terintegrasi di Sumba” dengan menghadirkan narasumber I Made Raspita, seorang pengusaha tani sukses di wilayah Lewa. Kegiatan ini diselenggarakan di Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) miliknya (Rabu, 2/6/2021).

 

 

Suasana pelatihan ini cukup hidup diwarnai dengan tanya jawab antara peserta dan narasumber dengan antusias, yang dilakukan dalam dua cara yaitu diskusi dalam ruangan dan studi lapangan. Ada beberapa pernyataan dan pendapat yang disampaikan narasumber yakni; 1) Pemuda Sumba itu tidak malas, tetapi masih lemah melihat peluang pertanian, 2) Sumba membutuhkan gerakan orang muda yang kreatif, 3) Kerja keras akan mendatangkan hasil yang bisa mendukung masa depan, 4) untuk Sumba sendiri, bukan peluang mencari kerjanya yang banyak tetapi peluang mencipta lapangan kerja.

 

 

“Kerja apa dikerjain”, pernyataan ini disampaikan berulang kali oleh narasumber. Pernyataan ini ingin menggelitik anak muda Sumba supaya ambil bagian untuk memajukan pertanian di Sumba karena sektor pertanian ini sangat menjanjikan jika dikelola secara intens. Pemuda Sumba memiliki peluang untuk menciptakan lapangan kerjanya sendiri. Mari ciptakan banyak peluang.***


  Bagikan artikel ini

Tenun Ikat Dan Pengaruhnya

pada hari Kamis, 3 Juni 2021
oleh adminstube

 

Tenun ikat mempunyai pengaruh besar pada kebudayaan masyarakat Sumba Timur. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kebutuhan dan keperluan akan kain tenun ikat dalam berbagai upacara adat. Seperti dalam upacara perkawinan, tenun ikat dijadikan sebagai mahar kawin, dimana mempelai pria akan membawa sarung atau Lau dalam proses adat meminang, sementara itu mempelai wanita akan membalas dengan hinggi (kain) sebagai  tanda bahwa mempelai pria telah di terima. Dalam acara adat kematian, tenun ikat dipakai sebagai pembungkus jenazah. Kain pembungkus tersebut berasal dari kerabat orang yang meninggal, dimana masing-masing akan membawa selembar kain sebagai pembungkus jenazah. Selain itu, kain tenun ikat dijadikan pakaian adat masyarakat Sumba Timur.

 

 

 

Dalam perkembangannya, tenun ikat semakin dikenal dunia dan hal ini bisa dilihat dari banyaknya wisatawan yang datang dan membeli kain tenun sebagai cinderamata. Melihat peluang tenun ikat yang dapat membantu perekonomian keluarga sekaligus melestarikan budaya lokal di Sumba Timur, maka dari itu kelompok tenun Stube HEMAT terus membangun semangat kekompakan dalam pembuatan kain tenun. Saat ini peserta kelompok tengah mempersiapkan selendang sejumlah 40 lembar dan kain 20 lembar. Hari Rabu, dan hari Jumat adalah jadwal rutin mereka berkegiatan di kelompok.

 

Pada Jumat tanggal 28 Mei dan Rabu 2 Juni 2021, peserta sudah sampai pada tahap ikat benang dengan menggunakan tali raffia. Motif yang ada pada selendang tersebut adalah motif penyu, buaya, bunga dan bintang. Di sela mengikat benang, mereka juga tengah menyelesaikan proses tenun sarung yang sudah mereka kerjakan selama ini.

 

Pada kesempatan yang sama, Ibu Handayani, dokter yang sedang bertugas di Kecamatan Kahaungu Eti datang berkunjung di kelompok tenun Stube HEMAT untuk melihat langsung praktek dari peserta kelompok. Setelah melihat, ia tak henti-henti memberi semangat dan apresiasi kepada peserta kelompok, karna yang ia pahami ialah yang dapat melanjutkan tradisi tenun hanya mereka saja yang orang tuanya generasi penenun. Sedangkan di kelompok tenun Stube HEMAT hampir semua adalah pemula dan bukan dari keluarga penenun. Berikutnya juga karena daerah Tanatutuku, Kec. Nggaha Ori Angu bukan daerah penghasil tenun, tetapi pada akhirnya sekarang semua orang pada membicarakan bahwa di Tanatuku pada akhirnya ada sebuah kelompok tenun yang sedang berproses menenun.

 

Dokter Handayani tidak hanya datang untuk sekedar mengapresiasi tetapi Ia juga memberikan pengalamannya dalam hal mempromosi kain tenun. Ia adalah seorang dokter yang tidak hanya fokus pada profesinya sebagai dokter, tetapi juga punya kecintaannya dalam dunia tenun, dan sekarang Ia memiliki butik tenun sendiri yang sudah dia kelola dan mendapatkan income yang luarbiasa. Selama diskusi tersebut Ia menyarankan jika menjual tenunan tidak harus dalam berbentuk kain tetapi bisa dimodif dalam bentuk masker, taplak meja, gorden, sarung bantal, hiasan dinding dan lain sebagainya, juga membuat akun tenun sendiri supaya mudah dipromosikan. semua ke depannya beliau siap membantu dalam hal cara mempromosi.

 

Peserta kelompok sangat bersemangat dan antusias dengan kehadiran dokter Ety. Tidak hanya mengenai tenun, tetapi mereka juga mengeluhkan akan keberadaaan kesehatan mereka saat ini. Seperti sakit belakang, sakit dada, sakit pinggang dan lain sebagainya. Marlin Tanggu Hana mengeluh pinggangnya sakit, “Bu dokter saya punya pinggang ini sakit sekali, bu dokter kasih obat dulu supaya saya bisa lebih semangat tenun”, celotehnya sembari ketawa. Dokter Handayani pun menjawab, “Nanti saya datang lagi dan siap memeriksa kesehatan kalian semua di sini dan beri kalian obat,” responnya sambil tersenyum.

 

 

Setelah memasuki tahapan menenun, tidak sedikit dari peserta mengeluh sakit pinggang, karena pada saat menenun peserta harus masuk dalam lingkaran alat tenun dan pinggang mereka harus diikat kencang dengan alat tenun sehingga disaat proses menenun mereka harus tetap duduk tegap sambil mengencangkan tali ikatan. Wajar jika mereka mengeluh sakit pinggang, karna mereka kebanyakan adalah pemula dalam proses menenun. Walaupun demikian, tidak sedikit pun mengurangi semangat mereka untuk terus menenun kain tenun ikat Sumba. ***


  Bagikan artikel ini

Mencapai Kesetaraan Gender Melalui Pemberdayaan Perempuan

pada hari Kamis, 6 Mei 2021
oleh Admin Stube

 

 

Mau tidak mau harus diakui bahwa banyak perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki baik dari sisi kualitas hidup maupun peran dan partisipasinya dalam pengambilan keputusan di wilayah Sumba Timur. Budaya patriarki secara langsung atau tidak telah menempatkan perempuan di urutan keduaseolah perempuan tidak dapat sejajar dengan suaminya, tidak berdaya, dan tidak berkuasa atas dirinya sendiriKesetaraan gender bukan berarti menuntut perempuan menjadi sama dengan laki-laki, melainkan mendukung perempuan dan laki-laki agar mendapat kesempatan ada dalam posisi yang sejajar. Oleh karena itu, dengan adanya program multiplikasi Stube-HEMAT di Sumba yang berfokus pada program pemberdayaan perempuan, menjawab dan membantu meningkatkan kualitas sumber daya perempuan di Sumba khususnya di desa Tanatuku, Kecamatan Nggaha Ori Angu untuk terus mewujudkan kepekaan, kepedulian gender dari seluruh masyarakat hingga pemangku kepentingan.

 

 

Di sela-sela menyelesaikan proses menenun, Elisabeth Uru Ndaya, multiplikator, mengajak mereka berdiskusi dan bertukar pikiran dengan tema “perempuan dan belenggu kebebasan”(5/05/2021)Perempuan masih terjebak doktrin yang mengatakan bahwa kodrat perempuan hanya di rumah mengurus anak dan berbakti kepada suami. Pemahaman keliru tentang kodrat inilah yang sangat penting diketahui dan dipahami terlebih dahulu yang mana laki-laki dan perempuan memang memiliki kodratnya masing-masing yang tidak dapat ditukarkan. Seperti hanya perempuan yang bisa terlahir dengan organ tubuh vagina dan rahim, melahirkan dan menyusui, sedangkan laki-laki terlahir dengan penis dan memiliki sperma yang bisa membuahi sel telur. Tetapi soal mengurus rumah tangga, bekerja, mengurus anak, menyetir, memimpin dan dipimpin bukanlah kodrat, karena dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki.

 

 

Selama mendampingi kelompok tenun hampir setahun ini, ada banyak pergumulan dan permasalahan yang ditemui oleh perempuan yang ingin maju, seperti mendapatkan perlakuan tidak baikkekerasan fisik, kekerasan verbal dari suami atau keluarga mereka. Di desa Tanatuku, tercatat sudah ada 12 kasus kekerasan, 3 di antaranya adalah peserta kelompok tenun Stube-HEMAT. Pada kesempatan diskusi tersebut, peserta kelompok, Er (inisial) menceritakan di mana sang suami melarangnya untuk bergaul dengan siapa pun dan bahkan untuk bergabung dengan kelompok tenun, ia harus mendapatkan kekerasan fisik dari suaminya terlebih dahulu. Dengan berbagai pendekatan oleh kelompok tenun, kini ia mendapatkan kebebasan dari suaminya. Peserta lain, Ri (inisial) mencurahkan isi hatinya, di mana keluarga suaminya begitu membencinya hingga caci maki dan pukulan sering ia dapat. Salah satu peserta lain, Or (inisial) juga menceritakan perjuangan menghadapi suaminya yang mengekang dalam segala tindakan, sedangkan suaminya kini memiliki wanita lain.

Perempuan yang bebas dan merdeka adalah perempuan yang mampu mengekspresikan gagasan dan pikirannya secara positif tanpa melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan, tidak peduli ketika mereka berada dalam titik terlemah atau terkuat, mereka dapat menyampaikannya dengan hormat. Persoalan-persoalan yang ada tidak menurunkan niat mereka untuk terus meningkatkan kualitas diri dalam berproses menjadi seorang penenun. Tidak hanya ilmu tenun saja yang mereka pelajari, tetapi ada banyak hal yang menjadi bagian pembelajaran dari kehidupan mereka. Kesempatan untuk bertemu satu sama lain menjadikan momen bagi mereka untuk saling menopang, bertukar pikiran dan saling menguatkan akan setiap pergumulan rumah tangga yang di alami masing-masing. Perempuan harus terus maju dan berkualitas.***


  Bagikan artikel ini

Desain Dan Bisnis Kreatif

pada hari Kamis, 29 April 2021
oleh Elizabeth Uru Ndaya

 

 

Kelompok tenun Stube HEMAT telah berhasil melewati proses tenun dari awal hingga akhir. Sekarang ini peserta sudah mengetahui banyak hal mengenai dunia tenun karena tahapan demi tahapan sudah dipraktekkan hingga bisa. Secara keseluruhan peserta sudah cukup paham tugas dan tanggung jawab sebagai seorang penenun. Peserta siap memproduksi lebih banyak lagi kain tenun baik untuk dipasarkan maupun untuk kebutuhan mereka. Namun sebagai pemula, peserta belum begitu paham bagaimana mengembangkan usaha tenun. Oleh karena itu, Program multiplikasi Stube HEMAT di Sumba kembali mengundang pakar tenun ikat, Kornelis Ndapakamang untuk membagikan tips dan trik dalam mempromosikan usaha kain tenun ikat (Rabu, 28/04/2021).

Menurut Kornelis, tenun ikat merupakan bagian dari warisan budaya leluhur yang tidak ada habis-habisnya. Potensi untuk mempromosikan  ke luar daerah sangat besar. Sudah puluhan tahun menggeluti tenun, dalam berbagai kesempatan Kornelis selalu menggunakan busana tenun yang bisa dimodifikasi dengan kain biasa. Hal ini dilakukan karna ia suka motif daerah yang merupakan tenunan hasil karyanya sendiri sekaligus upaya mempromosikannya. Beliau pun menceritakan pengalamannya ketika diberi kesempatan oleh Bapak Gubernur Provinsi NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat untuk mewakili NTT mempromosikan kain hasil tenunannya di ajang pertemuan wisata dunia, London tahun 2019 lalu. Kornelis juga memiliki rumah tenun sendiri yang dijadikan pusat belajar tenun bagi dampingannya dan sekaligus menjadi pusat pembelanjaan kain tenun berkualitas. Tempatnya tidak hanya dikunjungi oleh masyarakat lokal tetapi juga dari luar pulau bahkan manca negara.

Rini Loyang, salah satu peserta bertanya bagaimana mempromosikan kain tenun hasil karya sendiri yang bukan pakar pembuat kain tenun, sedangkan di luar sana ada begitu banyak kain tenun yang lebih bagus kualitasnya. “Saya mempromosikan lewat media sosial dan juga dari mulut ke mulut pelanggan. Kuncinya adalah menghasilkan produk yang berkualitas sehingga produk kita dicari, apalagi kalau sudah membuka rumah tenun sendiri lebih mudah untuk dipajang dan simpan koleksinya di satu tempat,jelas Kornelis. Di jaman sekarang ini, menjual produk tenun tidak hanya berbentuk kain atau selendang, tetapi bisa dimodifikasi dalam bentuk aksesoris, souvenir yang terbuat dari kain tenun, tambahnya. Mendengar penjelasan tersebut, peserta pun mulai memikirkan dan membayangkan modifikasi produk tenun mereka.

Setelah berdiskusi, Kornelis melatih para peserta mendesain motif langsung pada benang liran yang akan dijadikan selendang. Motif yang digambar adalah motif penyu, bunga dan buaya. Sambil menjalankan penggaris dan pensil di atas benang liran, ia menjelaskan bahwa mendesain motif ada rumusnya sendiri yakni harus mengetahui terlebih dahulu jumlah helai benang per liran, sehingga bisa memposisikan gambar motif yang dikehendaki. Dengan pengalamannya yang luar biasa, Kornelis mampu melahirkan gerakan kreativitas, inovasi, wirausaha tenun ikat dan hal itu perlu terus digalakkan. Pengrajin-pengrajin muda tenun ikat perlu memperoleh pendampingan intensif agar siap merintis dan melanjutkan usaha-usaha tenun baik untuk pasar lokal, nasional dan internasional. Hadirnya program Multiplikasi Stube-HEMAT di Sumba menjadi penggerak untuk membangkitkan harapan, mengubah sudut pandang dan menyerukan kepada seluruh masyarakat Sumba Timur untuk terus menghidupi nilai budaya dan melestarikan alam.***


  Bagikan artikel ini

Strategi Bertani Pasca Seroja Cyclone

pada hari Selasa, 27 April 2021
oleh Frans Fredi Kalikit Bara

Oleh: Frans Fredi Kalikit Bara

 

 

 

Minggu, 04 April 2021 menjadi satu ceritera dan kenangan tragis yang membuat warga Malumbi, Lambanapu dan sekitarnya merasa trauma. Seroja Cyclone memicu bencana banjir bandang di sungai Kambaniru telah  merusak bendungan Lambanapu yang selama ini mengaliri lahan sawah seluas 1.400 hektar sementara itu tingkat ketergantungan masyarakat di sekitar aliran irigasi cukup tinggi. Sehingga bisa dibayangkan dampak kerusakan untuk dunia pertanian. Tidak hanya lahan sawah tetapi banyak warga yang kehilangan rumah dan kebun pinggiran sungai karena telah terkikis oleh arus banjir.

 

 

 

 

Dampak berkelanjutan dari peristiwa ini, sebagian besar petani kehilangan aktivitas produktif yang selama ini dapat menunjang kehidupan sehari-hari dan kehidupan yang akan datang. Tidak hanya di wilayah Malumbi dan Lambanapu saja yang mengalami dampak langsung ataupun dampak tidak langsung melainkan juga luapan air banjir merobohkan beberapa jembatan, beberapa rumah di Kambaniru terendam luapan air, akses jalan yang menuju ke wilayah selatan juga terputus dan bandar udara Umbu Mehang Kunda juga tergenang oleh air banjir sehingga aktivitas penerbangan berhenti total dalam beberapa hari.

 

 

 

 

STUBE HEMAT melalui program multiplikasi bersama dengan Kelompok Taruna Tani Tunas Baru memberi respon untuk peristiwa ini dengan cara menyelenggarakan satu diskusi yang membahas, ”Strategi bertani pasca bencana banjir bendungan Kambaniru”. Yang menjadi narasumber dari tema ini sebenarnya dari lingkup pemerintah dalam hal ini Camat Kambera, namun berhubungan dengan penyebaran Covid-19 di Kabupaten Sumba Timur yang meningkat maka tema ini dibahas internal bersama Ketua kelompok bersama pengurus dan dibahas bersama dalam kelompok. Apabila menunggu pemerintah merenovasi bendungan maka diperkirakan akan memakan waktu sekitar 3 tahun sampai fungsi kembali seperti semula. Langkah alternatif yang dilakukan setelah diskusi tersebut adalah tetap melakukan usaha pertanian dengan cara memanfaatkan air tanah atau air sumur. Ada yang menggunakan teknologi sederhana dengan menyediakan mesin pompa air dan selang penyiram dan ada juga yang akan menggunakan sistim irigasi drip.

 

 

Adapun harapan yang ingin dicapai dalam diskusi ini yakni, petani tetap bisa bertahan hidup dan bertani dengan cara memanfaatkan sistem irigasi terbaru, yang berikut adalah petani mulai berani untuk melepaskan tingkat ketergantungan pada saluran irigasi dan yang terakhir adalah bencana bukan penghambat untuk tidak melakukan usaha pertanian melainkan mengajarkan petani untuk lebih kreatif dan menemukan cara-cara baru dalam bertani.***


  Bagikan artikel ini

Mulai Menenun, Sebuah Harapan Keutuhan Motif

pada hari Sabtu, 24 April 2021
oleh Elizabeth Uru Ndaya, S.Pd.

 

Masyarakat Sumba memiliki kebiasaan atau tradisi menenun yang hingga saat ini menjadi daya tarik pariwisata sekaligus mengembangkan perekonomian masyarakat setempat. Tenun ikat juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan. Lalu, apa sebenarnya alasan orang Sumba menenun? Jawaban tersebut bisa dirujuk dari periode awal orang Sumba pertama kali menenun sekitar tahun 1800-1900an hingga kini. Menurut pemerhati tenun ikat Sumba, Jonathan Hani, ada tiga alasan mengapa masyarakat Sumba menenun di setiap periode yang berbeda. Pertama, tenun merupakan bagian dari ritual persembahan syukur kepada Tuhan, kedua, tenun menggambarkan status sosial masyarakat Sumba, ketiga, tenun untuk memenuhi kebutuhan dasar. Tiga alasan di atas menjadi faktor eksistensi kain tenun ikat Sumba hingga sekarang ini semakin mendunia. Kelompok tenun ikat Stube-HEMAT saat ini terus bersemangat dalam menyelesaikan proses yang ada. Setiap Rabu, peserta berkumpul dan bersama-sama menyelesaikan setiap proses dan masuk pada tahapan menenun.

 

Proses menenun yang telah peserta selesaikan yaitu, pertama, memisahkan setiap liran sebelumnya (saat pewarnaan) digabung jadi satu atau biara, kedua, membentangkan atau walah liran pada wanggi (struktur bambu) yang sebelumnya telah dipisahkan lewat proses biara dan merapikan posisi motif seperti ketika awal menggambar desain, ketiga, merapikan motif atau tidihu liran yang telah dibentangkan di wanggi dirapikan kembali posisi setiap ikatan agar membentuk motif yang sudah didesain sebelumnya, keempat, memisahkan tiap helaian benang yang masih melekat dengan menyelipkan sebilah bambu tipis yang berujung runcing di antara helaian benang dan diakhiri dengan diselipkannya sebilah bambu panjang sebagai alat bantu untuk membuat pawunang atau penentu, kelima, hawulur pamawang atau benang pakan yang juga sudah pewarnaan disiapkan dengan digulung pada sebilah tongkat yang dinamakan pamawang, keenam, Parabat atau proses dimasukkannya sebilah bambu tipis di sela-sela benang sebagai pertanda dimulainya proses menenun, ketujuh, menenun atau tinung, dan untuk menenun 1 liran atau hemba biasanya membutuhkan waktu 2 minggu (jika dikerjakan intensif) atau 4-5 minggu jika dikerjakan sewaktu-waktu.

 

 

Dari sekian proses yang dilakukan, peserta kelompok tenun Stube-HEMAT merasakan dan mempelajari banyak hal baru. Awalnya peserta berpikir jika sudah selesai pewarnaan maka akan dengan mudah bisa langsung menenun, namun ternyata masih ada beberapa langkah lagi yang harus diselesaikan sampai tahapan tenun. Ada kepuasan dan kebahagiaan tersendiri bagi peserta ketika sudah menyelesaikan dengan baik tahapannya dan kini masuk pada proses menenun. Walaupun sebagian dari peserta belum lihai menenun namun rasa keingintahuan mereka sangat besar untuk masuk pada lingkaran alat tenun dan mencoba memulainya. May Nggiri, salah satu peserta, mengaku bangga sekali bisa menjadi bagian dari kelompok tenun karna pada akhirnya paham betul cara kerja seorang penenun mulai dari tahapan menggulung benang hingga menenun. Ia pun mencoba belajar menenun sarung hasil karyanya sendiri dengan penuh percaya diri dan kehati-hatian. Senyum bahagia tersirat di wajahnya begitu pula peserta lainnya.

Saat ini mereka sedang ada dalam proses menenun. Tak kalah menarik, skill ini akan dipadukan dengan pemahaman bisnis kreatif dengan harapan memahami strategi dalam pengembangan tenun ikat ke depannya.***


  Bagikan artikel ini

Simposium Anak Muda Se Sumba

pada hari Minggu, 28 Maret 2021
oleh adminstube

(Karang Taruna Tanatuku, Childfund, & Program Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba)

 

Partisipasi pemuda dalam berbagai kegiatan akan menguatkan kapasitasnya untuk meningkatkan dan mengelola potensi yang ada di desanya. LSM Childfund Indonesia sebagai salah satu lembaga pemerhati remaja dan pemuda memberikan perhatian dan peluang bagi orang muda untuk selalu aktif terlibat dalam berbagai kegiatan yang bersifat positif dan membangun. Bersama Karang Taruna desa Tanatuku, Childfund Indonesia membangun kerjasama dengan Program Multiplikasi Stube-HEMAT di Sumba untuk menyelenggarakan kegiatan National Youth Capacity Enhancement (NYCE) dan Simposium orang muda se-Sumba. Kegiatan ini diselenggarakan di desa Tanatuku, Kecamatan Nggaha Ori Angu, diikuti 80 peserta muda-mudi dari 10 desa yang tersebar di 3 kecamatan yang ada di Sumba Timur. Salah satu kegiatan yang menjadi konsen dari program ini ialah kunjungan belajar di beberapa lokasi yang potensinya dikembangkan oleh anak muda desa itu sendiri, seperti kelompok tenun Stube-HEMAT.

 

Jumat, 26 Maret 2021, 40 peserta berkunjung ke rumah belajar tenun Stube-HEMAT. Di rumah tenun tersebut ada banyak hal baru yang mereka pertanyakan dan pelajari. Seperti latar belakang terbentuknya kelompok tenun, tahapan-tahapan menenun, alat-alat tenun hingga praktek langsung dari menggulung benang. Elisabeth Uru Ndaya, Ketua pemuda Karang Taruna desa sekaligus Ketua panitia dari kegiatan Simposium orang muda ini,  pendamping kelompok tenun (Multiplikator Stube HEMAT di Sumba) memberi semangat dan motivasi kepada peserta yang hadir pada saat itu untuk memikirkan masa muda mereka dengan mengisi kegiatan produktif, berkarya dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat buat diri sendiri juga orang lain, terlebih anak muda yang merupakan agen perubahan untuk terus berkarya memberikan efek positif bagi orang-orang di sekitar.

 

Pada kesempatan kunjungan tersebut, peserta dari kelompok tenun menjelaskan tahapan menenun juga alat-alat tenun kepada peserta simposium. Sebagian besar peserta mengaku baru pertama kali melihat langsung dan mencoba sendiri proses menenun seperti menggulung benang. Mereka mengapresiasi semangat dari peserta kelompok tenun yang awalnya tidak mengerti soal tenun, akhirnya bisa mengajari orang lain tahapan menenun. Minto, pemuda dari desa Pambotanjara, Kec. Kota Waingapu yang merupakan mahasiswa manajemen di kampus Universitas Kristen Wirawacana Sumba memberikan kesan baik terhadap kelompok yang menggeluti tenun di wilayah yang bukan keturunan penenun; ia pun bertanya, apa yang menjadi alasan terbesar terbentuknya kelompok tenun di era yang sudah semakin maju dan canggih. Sherly, salah satu peserta kelompok tenun yang juga anggota pemuda Karang Taruna desa merespon, Karena tenun adalah budaya orang Sumba maka kita perlu turut ambil bagian dalam melestarikan budaya yang ada, juga untuk membantu menunjang perekonomian karena apa pun pekerjaannya mau menenun atau petani, jika itu mendatangkan income untuk kesejahteraan pasti kita semua tertarik”, tegasnya.

 

Semoga dengan adanya kegiatan simposium anak muda ini membantu membuka wawasan dan pola pikir anak muda desa untuk memanfaatkan masa muda mereka dengan melakukan hal-hal positif dan mampu memanfaatkan potensi yang ada di desa mereka masing-masing. ***


  Bagikan artikel ini

Tips Menghadapi Virus Babi

pada hari Minggu, 21 Maret 2021
oleh Multiplikator Stube HEMAT Sumba

Oleh: Multiplikator Stube HEMAT Sumba

 

 

Sabtu (20/03/2021), bertempat di desa Prai Paha, Kecamatan Nggaha Ori Angu, dilaksanakan Kunjungan dan Diskusi serta berbagi pengalaman dengan para peternak yang sekitar satu tahun lebih masih bertahan di tengah mewabahnya penyakit ternak babi. Informasi terakhir diperkirakan babi yang tersisa dari total populasi yang ada di Sumba Timur tinggal 20% saja. Bersama dua peternak sebagai narasumber yakni Yohanes Rada Muri dan Benyamin Tonga Retang, yang masih menjalankan praktek ternak semi tradisional dan saat ini masih memiliki ternak sehat 14 ekor dan 12 ekor dalam kandang, diskusi dan kunjungan ini diikuti 29 peserta yang terdiri dari para peternak, pemuda gereja dan mahasiswa. 

Beberapa langkah yang dilakukan untuk bertahan dari virus adalah sbb:

1. Selain bersih supaya bebas kerumunan lalat dan nyamuk, kandang ternak harus terisolasi dan tidak semua orang boleh masuk kandang. Ternak mereka tidak berhubungan dengan dunia bebas (seperti kasus Corona pada manusia)

2. Suntikan vitamin untuk ternak dilakukan setiap 2 bulan sekali dengan cara disuntik sendiri oleh pemilik.

3. Makanan ternak diambil dari lingkungan sekitar, seperti pau, jagung, ubi kayu dll.  Makanan sisa yang berhubungan dengan daging babi dijauhkan sama sekali.

4. Yang mengurus atau memberikan makan pada ternak adalah pemilik atau orang yang tidak berhubungan dengan ternak babi atau daging babi dari luar, dan babi tidak boleh keluar dari kandang, tidak boleh berhubungan dengan hewan lain seperti anjing atau ayam.

Meskipun dua peternak ini bisa bertahan, tetapi mereka tetap waspada karena takut ternak mereka terkena virus dan babi yang ada di kandang mereka adalah anak babi yang dihasilkan dari induk dan pejantan dilokasi tersebut. Dari kunjungan ini peserta berinisiatif melakukan karantina wilayah dengan membatasi keluar masuknya babi dari tempat lain agar ternak babi dapat bertahan dari virus. ***


  Bagikan artikel ini

Melatih Diri Menggambar Desain Motif

pada hari Kamis, 18 Maret 2021
oleh Elisabeth Uru Ndaya

 

Pada lembaran kain tenun, yang paling menonjol adalah bentuk-bentuk desainnya. Desain motif memancarkan nilai-nilai keindahan atau estetika yang sangat menarik sebagai karya seni yang berkualitas sebagai perwujudan keindahan manusia dan alamnya. Desain motif ada berbagai macam; ada yang satu motif saja, dua motif atau lebih, pengulangan motif, kombinasi motif,  berbentuk garis, bidang, dan warna. Seperti penjelasan perajin tenun senior Kornelis pada pertemuan sebelumnya, desain motif yang dipakai adalah bentuk pengulangan motif dan kombinasi, pada umumnya dia sering memakai gambar manusia, habak, bunga, mamuli, penyu, motif andung (tengkorak manusia), ayam, kuda, rusa dan bebek. Kornelis menyarankan peserta kelompok tenun belajar mendesain motif dengan contoh desain yang ada pada kain tenunan miliknya.

 

 

Peserta kelompok tenun Stube-HEMAT mencoba belajar mendesain motif bersumber pada gambar desain motif kain tenun milik Kornelis (Rabu, 10/03/2021). Dari beberapa motif yang tersedia, ada yang belajar mendesain motif bunga, manusia, ayam, mamuli bahkan motif tengkorak. Peserta sangat antusias dalam melatih diri mereka mendesain gambar motif. Dengan menggunakan pensil warna, crayon dan pulpen, peserta mulai mendesain gambar motif di atas kerta hvs putih berukuran A4 dan mewarnai dengan berbagai warna yang mereka sukai. Mereka berharap dengan berlatih seperti itu akan memudahkan mereka dalam mendesain motif tenun langsung pada benang motif nantinya.

 

Sambil menggambar, peserta juga saling berbagi permasalahan yang mereka jumpai dalam kehidupan, selalu ada topik dibahas, tertawa dan menangis bersama jika ada salah satu dalam keadaan kurang baik. Dengan berbagai topik permasalahan yang dialami membuat saya sebagai pendamping sadar dan paham bahwa hadirnya program Multiplikator dan terbentuknya kelompok tenun menjadi wadah bagi perempuan yang hidup dalam budaya Sumba untuk saling berbagi dan menguatkan.

 

 

Peserta kelompok kembali berkumpul untuk melepas kembali ikatan tali rafia pada benang motif yang sudah melalui proses pewarnaan (Rabu, 17/03/2021). Benang motif yang akan menghasilkan 22 lembar sarung tersebut dibuka satu persatu dan dibersihkan hingga benang motif terlihat bersih tanpa lilitan tali raffia, selanjutnya masuk tahapan akhir yaitu menenun. Alat-alat tenun sudah mulai dilengkapi dan peserta diharapkan mengikuti setiap tahapan yang ada agar kedepannya tidak mengalami kesulitan dalam mengendalikan sarung yang ingin ditenun.

Hadirnya program ini terus memberi nilai positif dan manfaat tidak hanya untuk peserta kelompok tenun tetapi juga elemen masyarakat supaya mencintai budaya lokal dengan mengetahui ada program tenun di Tanatuku.***


  Bagikan artikel ini

Gerakan Petani Milineal Dimulai dari Lambanapu

pada hari Minggu, 7 Maret 2021
oleh Frans Fredy Kalikit Bara

 

Stube-HEMAT bersama BP3K Lambanapu menginisiasi terbentuknya Kelompok Tani Milenial di Kelurahan Lambanapu. Inisiatif ini bertolak dari ketersediaan sumber daya air dan tanah yang ada di Kelurahan Lambanapu. Selain itu daerah Lambanapu adalah salah satu pemasok produk pertanian untuk pasar Waingapu, karena memiliki lokasi produksi yang tidak jauh dari pasar. Kegiatan ini diselenggarakan di Kantor BP3K Kecamatan Kambera, Kelurahan Lambanapu pada hari Sabtu, 06 Maret 2021. Dari beberapa Kelompok Tani yang sudah dibentuk, Kelompok Tani Milineal belum ada dalam daftar kelompok, oleh karena itu Stube-HEMAT melalui program multiplikasi bersama dengan BP3K Lambanapu menginisiasi untuk membentuk kelompok tani milenial di Kelurahan Lambanapu.

 

Ketika kegiatan ini dilakukan, ada respon positif dari calon anggota petani muda dan juga beberapa pihak mendukung agar di wilayah Kelurahan Lambanapu ada kelompok tani muda. Selain calon anggota kelompok tani muda, dari pihak pemerintah pun ikut ambil bagian dalam kegiatan ini. Beberapa dari mereka adalah Camat Kambera, Lurah Lambanapu, Kepala BP3K Kecamatan Kambera, PPL Kelurahan Lambanapu dan ketua GAPOKTAN. Ada beberapa pernyataan muncul dalam pertemuan ini, pernyataan pertama dari Camat Kambera, ”Kelompok tani milenial ini harus bermitra dengan pemerintah dan harapannya menjadi ikon atau role-model (panutan) untuk kelompok lainnya”. Pernyataan kedua muncul dari Lurah Lambanapu, ”Kelompok tani ini harus benar-benar aktif, jangan setelah dibentuk terus tidak ada kegiatan atau kelompoknya bubar”. Dan pernyataan terakhir dari Kepala BP3K Kecamatan Kambera, ”Aktivitas kelompok Taruna Tani Tunas Baru harus mengarah pada agribisnis sehingga ada dampak ekonomi”.

 

 

Harapan dari terbentuknya kelompok Taruna Tani Tunas Baru di Kelurahan Lambanapu adalah menjadi wadah kerja sama yang mendorong anggota untuk tampil sebagai petani milenial yang cerdas, mampu mengolah potensi air dan lahan dengan baik untuk gerakan ekonomi rumah tangga dan menjadi aktor pembangunan pertanian. Selain itu kelompok ini akan menjadi wadah edukasi atau pusat pelatihan yang akan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan teknis dan yang terakhir adalah menjadi rolemodel.***

 

 


  Bagikan artikel ini

Bersama Pakar Tenun Sumba, Kornelis Ndapakamang

pada hari Kamis, 25 Februari 2021
oleh adminstube

 

Kain tenun merupakan salah satu karya Nusantara yang luar biasa indahnya.  Dalam sehelai kain tenun terdapat kekayaan warisan budaya yang desain motifnya mencerminkan kehidupan masyarakat Indonesia. Nilai yang terkandung pada kain tenun meliputi adat-adat istiadat, kebudayaan dan kebiasaan yang merefleksikan jati diri masyarakat Indonesia khususnya di Sumba. Desain ragam hias yang terdapat dalam sehelai kain tenun biasanya mencerminkan hubungan manusia baik secara vertikal maupun horizontal. Penting bagi masyarakat Sumba belajar menanamkan kecintaannya terhadap budayanya, khususnya kelompok tenun Stube HEMAT yang kebanyakan dari mereka adalah pemula. Bukan hanya secara lisan tetapi juga diajarkan membuat tenun secara langsung, dan mendalami proses mendesain motif karena indah dan tidaknya selembar kain tenun bisa dilihat dari caranya mendesain.

 

 

Kelompok tenun pemula penting sekali dibekali dengan belajar desain agar dapat memahami banyak hal tentang susunan warna, susunan garis dan menyusun bidang, mengatur komposisi baris dan bidang, tekstur, nilai-nilai estetik dan macam-macam desain yang sudah ada sebagai bahan referensi. Rabu, 24 Februari 2021, kelompok tenun ini belajar mendalami desain motif tenun Sumba Timur secara keseluruhan bersama Kornelis Ndapakamang, seorang pakar tenun yang mempunyai keahlian desain motif dan teknik pewarna alam.

 

Beliau menjelaskan bahwa memang tidak mudah mempelajari desain motif dan tidak semua orang bisa mendesain motif langsung pada helai kain tenun. Hanya orang tertentu yang mempunyai bakat dan semangat untuk mau belajar sehingga dengan mudah bisa mendesain langsung pada lembaran kain yang ingin ditenun. Contoh-contoh desain yang telah dia buat di tunjukkan di layar HP, ada bermacam ragam yang gambarnya mudah untuk didesain. Para peserta seperti mendapatkan amunisi dan kekuatan dan semangat baru dalam berlatih tenun. Mama Yustina yang merupakan pelatih tenun kelompok ini mengaku senang ada motivasi dan ilmu baru yang ia dapatkan seperti model dan cara mendesain gambar pada helai kain motif, jenis obat dan bahan pewarna alam lainnya hingga cara pewarnaan yang baik untuk lebih mendapatkan hasil dan warna pada kain tenun yang lebih bagus lagi.

 

Selain desain motif dan warna, Kornelis juga membagikan pengalaman menggeluti dunia tenun, berjejaring dengan pemerintah daerah, pemerintah pusat, kedatangan tamu manca negara hingga proses mendampingi kelompok-kelompok tenun yang dibangun. Kornelis Ndapakamang lahir ditengah keluarga keturunan penenun, sehingga belajar tenun sudah dilakukan sejak beliau masih kecil. Keluarganya dari dulu selalu berpegang teguh dan berprinsip terus menggunakan pewarna alam tanpa bahan kimia. Beliau sangat mengapresiasi dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada peserta kelompok tenun Stube HEMAT yang kebanyakan merupakan pemula.

Beliau bercerita tentang istrinya yang bukan berasal dari keluarga penenun, namun ketika menikah istrinya pun diajari dan dibekali bagaimana menenun, hingga saat ini sudah menjadi pelatih tenun bagi anggota dampingannya. Hal ini memberi harapan dan kekuatan kedepannya untuk bisa menenun bahkan bisa mengajari orang lain. Dari semangat belajar tenun inilah yang nantinya akan menjadi sejarah tersendiri bagi para peserta kelompok tenun Stube HEMAT. Dalam sejarah tenun seorang penenun melambangkan kelembutan dan kesabaran hati seorang wanita karna lewat tenunan wanita bisa memahami filosofi kehidupan. ***


  Bagikan artikel ini

Proses Pewarnaan Akar Mengkudu (Kombu)

pada hari Rabu, 17 Februari 2021
oleh adminstube

 

Selasa (16/02/2021), kelompok tenun Stube-HEMAT melakukan aktivitas yang tidak biasa dilakukan sebelumnya oleh mereka. Setelah perminyakan pada helaian benang di minggu sebelumnya, kali ini mereka masuk tahapan pewarnaan dengan menggunakan akar mengkudu/kombu. Proses ini sangat menyita perhatian mereka karena harus menggunakan tenaga ekstra untuk menumbuk akar dan kulit dari mengkudu yang berjumlah banyak. Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 pagi, baru selesai pada pukul 18.00 sore. Ada yang bertugas memotong kecil-kecil kulit mengkudu, dan yang lain bertugas menumbuk dan memeras akar mengkudu yang sudah hancur.

 

 

Akarnya yang berukuran kecil menghasilkan warna merah, agar hasil lebih baik, mengkudu yang digunakan adalah mengkudu yang berdaun dan berakar kecil. Akar mengkudu dicampur kulit dan daun loba (soka) yang ditumbuk dan dicampur jadi satu untuk memperoleh warna merah yang lebih bagus. Akar kombu dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan ke dalam lesung dan ditumbuk menggunakan alu, kemudian dicampur kulit dan daun loba lalu airnya diperas. Setelah itu, proses mewarnai untuk warna merah dilakukan dengan cara mencelupkan hemba/kain ke dalam ramuan kombu dan dilakukan 2-3 kali pencelupan dan perendaman yang mana 1 kali perendaman memakan waktu 1-2 malam, yang selanjutnya dijemur hingga benar-benar kering. Pekerjaan mewarnai dengan rendaman mengkudu ini disebut kombu dan pelakunya disebut makombu.

 

 

Peserta kelompok tenun sangat antusias dalam mengikuti dan menyelesaikan tahapan dari pewarnaan pada kain tenun. Dengan semangat kekompakan dan keingintahuan mereka yang besar, rasa lelah berlalu begitu saja. Banyak kesan yang mereka dapatkan selama mengikuti proses dari awal hingga tahapan pewarnaan. Ibu May Nggiri, salah satu peserta kelompok tenun mengaku sangat mengapresiasi usaha ibu-ibu penenun yang sudah lebih dulu menenun, “Wajar harga dari kain tenun asli Sumba Timur sangat mahal karena prosesnya yang sangat panjang dan juga menggunakan tenaga ekstra”, tegasnya. Di sela sibuk pewarnaan Kombu, anak-anak sekolah minggu juga menunjukkan sikap mereka untuk belajar menenun. Mama Yustina, pelatih tenun mengajak mereka untuk membuat benang terlebih dahulu agar bisa mempelajari proses dari awal. Ini adalah langkah bagus untuk mempersiapkan generasi penerus dari penenun. Semangat yang ditunjukkan oleh pemuda dan ibu-ibu juga turun kepada anak-anak sekolah minggu.

Sambil menunggu benang tenun yang sudah dikombu mengering, peserta kelompok kembali mempelajari macam-macam desain motif yang ada di Sumba Timur. Motif menjadi tolok ukur dari kemegahan sebuah kain tenun. Oleh sebab itu, penting bagi kelompok pemula untuk terus belajar mendalami setiap motif tenun Sumba Timur sehingga bisa menciptakan motif tenun sendiri berbasis wilayah.***


  Bagikan artikel ini

Petani Membutuhkan Pelatihan Teknis

pada hari Selasa, 16 Februari 2021
oleh Frans Fredy Kalikit Bara

 

Kabupaten Sumba Barat Daya adalah salah satu dari empat Kabupaten yang ada di Pulau Sumba. Kabupaten ini memiliki luas wilyah daratan 1.445,32 km2 dengan jumlah penduduk 338.427 jiwa (Sumba Barat Daya dalam angka, 2019). Kabupaten ini juga tidak kalah bersaing dengan kepemilikan sumber daya alam dalam hal ini memiliki potensi pertanian yang unggul.

 

Dilihat dari potensi alam dan aktivitas, sebagian besar penduduk di kabupaten Sumba Barat Daya bekerja sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kegiatan STUBE HEMAT yang diselenggarakan di Sumba Barat Daya (15/02/2021) berusaha menjawab keinginan teman–teman anggota yang sudah bergabung di STUBE HEMAT dan tinggal di sana. Bertempat di kantor BP3K Kecamatan Loura, kegiatan ini mengangkat tema yang berkaitan dengan tanah sebagai media, pestisida dan teknik penyemprotan pada tanaman hortikultura. Ada nuansa yang berbeda ketika kegiatan ini diselenggarakan di Kabupaten Sumba Barat Daya. Peserta begitu antusias dan serius mengikuti kegiatan ini, selalu ada pertanyaan dari setiap slide yang ditampilkan oleh pembicara. Dan kegiatan ini tidak hanya di dalam ruangan tetapi juga di luar ruangan, dengan tujuan agar peserta mampu memahami materi melalui pengamatan langsung di lapangan.

 

Peserta berharap agar kegiatan Stube-HEMAT banyak diselenggarakan di Kabupaten Sumba Barat Daya karena materi–materi teknis tersebut merupakan kebutuhan petani. Kegiatan ini berkolaborasi dengan Petani Muda Panah Merah Sumba dan Kelompok Taruna Tani Tunas Muda Kecamatan Loura, Desa Ramadana. Bentuk kolaborasi ini berusaha menjaring orang–orang muda atau pemuda gereja, mahasiswa dan juga masyarakat yang melakukan aktivitas bertani untuk peduli terhadap persoalan pangan. Petani menjadi cerdas akan mampu menghasilkan produk pertanian berkualitas dan mampu bersaing di pasaran dan yang terakhir adalah ada dampak ekonomi berkelanjutan dari aktivitas usaha pertanian.***


  Bagikan artikel ini

Pendampingan Di Dua Desa, Waspada ASF

pada hari Minggu, 14 Februari 2021
oleh Apriyanto Hangga

Oleh: Apriyanto Hangga

 

Memberikan pemahaman kepada masyarakat peternak dalam masa-masa wabah African Swine Fever (ASF) sangat penting dilakukan, mengingat terbatasnya media informasi dan interaksi dengan orang-orang yang berkompeten dalam permasalahan, yang disebabkan juga karena terbatasnya sarana dan prasarana yang ada. Kegiatan ini dilakukan di Desa Prai Paha dan Desa Mbinu Dita, Kec Nggaha Ori Angu (Kamis dan Sabtu, 11-13/02/2021). Antusias warga sangat terlihat dengan hadirnya sekitar 50 peserta yang terdiri dari 32 masyarakat umum dan 18 orang mahasiswa dan pemuda gereja yang melakukan usaha ternak babi.

 

 

Kegiatan yang dilakukan adalah sosialisasi untuk memberikan pemahaman dan pendidikan pada masyarakat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan wabah yang sedang menyerang dan vaksinasi ternak babi di dua desa tersebut. Kegiatan dua hari ini dibagi dalam 2 proses. Hari pertama adalah pemaparan materi oleh narasumber dan tanya jawab bersama peserta, serta vaksinasi ternak dan pada hari kedua kegiatan difokuskan pada vaksinasi saja.

Luter Mungguway, A.Md.Pt dan Benyamin Juruhapa, A.Md.Pt adalah narasumber dalam kegiatan tersebut, sekaligus penyuluh dari Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur. Beberapa hal penting yang disampaikan adalah memahami virus dan penyakit ternak babi serta pentingnya vaksinasi pada ternak. Kunjungan lapangan juga dilakukan oleh nara sumber  untuk melihat permasalahan yang terjadi, dan dapat diketahui bahwa ternyata virus yang menyerang ternak babi warga adalah Hog Cholera. Virus ini sudah ada vaksinnya sehingga petugas langsung melakukan vaksinasi terhadap ternak warga sejumlah 50 ekor.

 

 

 

 

Kegiatan di hari kedua difokuskan untuk vaksinasi ternak. Warga menunggu di tempat  masing-masing dan pada kegiatan ini berhasil melakukan kegiatan vaksinasi pada ternak sebanyak 55 ekor. Kegiatan Pendampingan dan Vaksinasi ini membuat warga senang karena hampir 2 tahun tak pernah ada kegiatan vaksinasi untuk ternak mereka, bahkan kegiatan ini telah membantu melakukan kegiatan vaksinasi untuk lebih dari 100 ekor ternak.

 

 

Program Multiplikasi Stube HEMAT ini dipandang penting karena membantu masyarakat, maka dilakukan kerja sama dengan pemerintah desa dan dinas peternakan, menjadi program tetap vaksinasi ternak babi setiap 6 bulan.***

 


  Bagikan artikel ini

Mengolah Ramuan Bahan Pewarna Tenun Alami

pada hari Minggu, 31 Januari 2021
oleh adminstube

 

 

Hidup gotong-royong dan kerja bersama membuat lebih mudah mencapai hasil yang didambakan karena gotong royong memperingan serta mempercepat penyelesaian pekerjaan yang dilakukan. Sehingga sangat penting menumbuhkan pribadi yang mau saling tolong menolong dengan tulus dan mampu menciptkan rasa kebersamaan. Hal ini bisa berpengaruh pada produktivitas kerja serta menciptakan persatuan dan kesatuan dalam masyarakat.  Sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok tenun Stube-HEMAT saat ini, mulai dari awal pengerjaan benang tenun hingga sekarang mereka masih terus saling bekerja bersama-sama. Kekompakan yang terbangun membuat kelompok ini aktif dan produktif.

 

Proses yang saat ini dilakukan adalah pengolahan ramuan bahan pewarna melalui proses perminyakan pada hemba atau benang motif (Rabu, 27/01/2021). Sudah tersedia 22 benang sarung motif atau Hemba yang siap diwarnai. Dari 22 Hemba, 10 lembar akan menggunakan pewarna alam biru (kawuru) dan yang lain berwarna merah (Kombu). Tujuan menggunakan dua pewarna ialah agar peserta kelompok tenun bisa langsung mempelajari 2 tahapan pewarna alam sekaligus. Sebagai proses awal pewarnaan kombu, Mama Yustina (pelatih tenun) bersama dengan kelompok tenun melakukan tahapan pengolahan ramuan perminyakan pada benang motif yang sudah tersedia. Sebelum dicelup dalam ramuan kombu, terlebih dahulu hemba dicelup dalam ramuan kemiri dan kulit kayu Walakeri yang ditumbuk halus hingga menghasilkan minyak. Pencelupan memakan waktu  1 hingga 2 malam, selanjutnya dijemur sampai kering selama beberapa hari. Tujuan hemba dicelup dalam ramuan kemiri adalah untuk mengikat atau memudahkan lekatnya warna merah pada benang untuk menghasilkan warna merah terbaik. Setelah proses ini selesai barulah masuk proses penggunaan akar mengkudu atau kombu.

 

 

Peserta kelompok tenun yang terdiri dari pemudi dan ibu-ibu sangat bersemangat dan antusias dalam menyelesaikan tahapan ini. Kemiri dan kulit kayu yang tersedia mereka tumbuk jadi satu hingga halus, direndam dan diperas airnya hingga mengeluarkan minyak. Kegiatan ini dimulai dari pukul 15.00  dan selesai pada pukul 21.00 malam. Kelompok tenun kembali menyiapkan tambahan bahan ramuan pewarna biru  yaitu daun (nila) (Jumat, 29/01/2021). Daun nila dibersihkan dan diletakkan dalam bokor untuk perendaman. Rendaman daun nila dicampur abu dapur dan kapur sirih untuk memperoleh warna biru muda, biru tua dan hitam. Pekerjaan mewarnai dengan rendaman daun nila ini disebut Nggilingu. Selain itu, peserta juga menyiapkan benang baru untuk belajar mendesain berbagai macam motif tenun.

Rata-rata peserta mengakui baru pertama kali melihat dan mempraktekkan langsung cara pengolahan ramuan bahan pewarna alam. Ada hal baru yang mereka pelajari seperti bahan ramuan yang digunakan dan cara pengolahannya. Beberapa peserta berpendapat bahwa wajar jika harga kain tenun asli Sumba Timur terkenal mahal karena proses pembuatannya cukup menyita waktu dan tenaga. Sebagian besar peserta merupakan pemula dalam hal tenun, harapannya jika mereka sudah trampil, mereka bisa menjadi guru untuk anak-anak dan keluarga mereka. Sehingga pengetahuan tidak berhenti pada mereka, tetapi juga diwariskan kepada anak-anaknya atau generasi selanjutnya, sehingga budaya ini tidak akan hilang dari Sumba. **


  Bagikan artikel ini

Terus Waspada Asf & Hog Cholera

pada hari Minggu, 31 Januari 2021
oleh Apriyanto Hangga

Oleh: Apriyanto Hangga

 

Merebaknya virus ASF (African Swine Fever) dan penyakit Hog Cholera yang menyerang babi saat ini membuat masyarakat diperhadapkan pada masalah besar karena salah satu sumber ekonomi masyarakat lumpuh akibat virus yang menyebabkan begitu banyak babi mati dengan sangat tiba-tiba sehingga hal ini membuat masyarakat peternak babi menjadi putus asa dan stres karena ternak babi menjadi sumber pendapatan keluarga bahkan untuk mencukupi biaya sekolah anak-anak mereka. Penyakit ini dinamai demam Afrika karena pertama kali terjadi di Kenya, Afrika Timur tahun 1921, dan pada akhir tahun 2019 penyakit ini masuk ke Indonesia dan menyerang babi-babi di Sumatera Utara hingga sampai pulau Sumba. Penularan ASF bisa secara langsung yakni kontak antar babi, dan penularan secara tidak langsung melalui makanan yang terkontaminasi virus, gigitan nyamuk atau lalat, kontak dengan benda yang tercemar partikel ASF. Jika babi terinveksi virus ASF maka tingkat kematiannya mencapai 100%.

Masyarakat peternak babi di Sumba harus terus meningkatkan kewaspadaan dengan memahami virus dan penyakit ini yang selanjutnya diharapkan mampu melakukan tindakan-tindakan penanggulangan yang tepat. Kegiatan pendampingan untuk memberdayakan masyarakat ini penting dilakukan dengan tujuan memberikan pemahaman dan pendidikan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan ternak babi, memberikan pemahaman tentang berbagai wabah yang sedang menyerang ternak babi saat ini.  Program multiplikasi Stube HEMAT di Sumba melakukan pendampingan (31/01/2021) di dua desa yakni Prai Paha dan desa Persiapan Mbinu Dita, dengan sasaran mahasiswa dan pemuda gereja peternak babi.

Narasumber dan sesi tanya jawab diampu oleh Yohanes Bala, Amd.Pet dari Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur. Kegiatan ini berlangsung cukup interaktif dengan beberapa hal penting yang disampaikan, seperti: Usaha Ternak Babi, Penyakit & Virus pada babi, Ciri-ciri penyakit ini pada ternak, Pencegahan & Pengobatan. Tidak kalah penting juga menjaga kebersihan kandang dan pemberian vitamin dan vaksin pada ternak babi.

Pendampingan pada mahasiswa dan masyarakat peternak babi juga bertujuan membangun optimisme mereka, bahwa pasti ada jalan keluar dalam setiap kesulitan. ***


  Bagikan artikel ini

Yuk, Bedakan antara Hama dan Penyakit

pada hari Minggu, 24 Januari 2021
oleh Frans Fredy Kalikit Bara

 

Kegiatan studi lapangan kali ini berkaitan dengan pengamatan hama dan penyakit. Bagi mahasiswa, pemuda gereja, bahkan petani itu sendiri, kata hama dan penyakit agak sulit dibedakan, karena itu STUBE HEMAT lewat program multiplikasi mengangkat tema yang berkaitan langsung dengan hama dan penyakit sehingga peserta dapat memahami secara jelas. Kegiatan ini dilaksanakan di pusat studi lapangan Stube HEMAT (Sabtu, 23/01/2021) Waingapu, Kelurahan Lambanapu, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur.

Jumlah peserta yang terlibat dalam pelatihan ini yakni sembilan peserta. Setelah memahami beberapa hal berkaitan dengan hal-hal yang mengancam dunia pertanian sekaligus terobosannya,  peserta langsung diarahkan ke perkebunan tomat dan diberikan kesempatan untuk mengamati hama yang ada pada tanaman dengan cara mengambil bagian-bagian dari tanaman yang terserang hama atau penyakit. Bagian tersebut bisa daun, batang, akar, buah, bunga atau tangkai bunga.

Saat proses pengamatan, peserta merasa heran saat tanaman tomat bisa dibudidayakan saat musim penghujan. Satu peserta  berkata, “Kami di kampung tidak ada yang tanam tomat di musim hujan. Ini bisa tumbuh bagus di musim hujan,” sambil geleng-geleng kepala. Lainnya bertanya, ”Apa itu beda penyakit dan hama?” Setelah peserta mengamati dan mengambil beberapa bagian dari tanaman yang terserang hama atau penyakit, peserta diarahkan ke luar kebun dan membawa hasil amatan kepada narasumber. Narasumber mencoba memastikan pemahaman peserta seputar hama dan penyakit dengan bertanya, ”Apa yang teman-teman pahami tentang hama dan penyakit?” Para peserta saling bertatap muka sambil mencari jawaban yang tepat.  “Hama bisa bergerak atau dapat dilihat dengan mata, contohnya: ulat buah, lalat buah, jenis kutu–kutuan dan kupu–kupu putih. Sedangkan penyakit tidak bergerak atau tidak dapat dilihat dengan mata, namun muncul gejala pada tanaman seperti virus gemini, layu bakteri dan bercak bakteri”, jelas narasumber.

Dari kegiatan ini peserta bisa terus memperbanyak pengalaman untuk mengamati lapangan, sehingga benar-benar paham hal-hal yang mengancam dunia pertanian seperti hama dan penyakit, sekaligus bagaimana menanggulanginya.***


  Bagikan artikel ini

Kelompok Tenun Di Tengah Pandemi dan Hama Belalang

pada hari Rabu, 20 Januari 2021
oleh adminstube

Usaha pemberdayaan perempuan adalah usaha yang memberi dampak positif ke aspek kehidupan seperti ekonomi, namun diskriminasi pada perempuan masih tetap ada apalagi di masa pandemi karena banyak perempuan terhambat bekerja. Sejujurnya banyak perempuan yang memiliki kompetensi soft dan hard skill yang tidak kalah dengan laki-laki apabila mendapat pemberdayaan. Perempuan dengan kemampuannya dapat membuka potensi bisnis kreatif seperti perajin kain tenun untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga atau memampukan perempuan muda mendapatkan hak ikut mengelola manfaat sumber daya dari budaya Sumba.

Hadirnya program Multiplikasi Stube-HEMAT di Sumba, khususnya di jemaat GKS Karunggu, desa Tanatuku, kecamatan Nggaha Ori Angu, membangkitkan semangat perempuan muda untuk dapat terus berkarya melastarikan warisan budaya. Awal tahun 2021, kelompok tenun Stube-HEMAT kembali bertemu dan berdiskusi di rumah tenun dan dipimpin oleh Elisabeth Uru Ndaya sebagai pendamping program dan Multiplikator Stube-HEMAT di Sumba. Beberapa poin penting yang dibahas untuk kegiatan 6 bulan ke depan yaitu: 1) persiapan lahan penanaman bibit bahan pewarna alam seperti pohon nila (Wora), dan pohon mengkudu (kombu); 2) persiapan pewarnaan dan menenun benang tenun yang telah didesain; 3) persiapan mengoleksi seluruh motif kain tenun ikat se-Sumba; 4) menindaklanjuti dukungan yang akan diberikan kepala dinas Pemberdayaan Perempuan berupa benang 50 tungku dan membangun kerja sama dengan dinas perindustrian serta lembaga lain.

Diskusi kali ini  tidak hanya membahas program tetapi juga ada sharing tentang hama belalang yang menghabiskan kebun mereka. Saat ini, hama belalang sangat meresahkan para petani. Banyak isi kebun mereka habis dimakan hama belalang. Sebagaian besar peserta kelompok tenun ikat merasakan dampaknya dan menceritakan perjuangan mereka ketika mengusir hama belalang. Segala macam cara telah dilakukan tetapi tidak membuahkan hasil. Sungguh mengerikan, tidak sampai 30 menit, jagung atau padi di kebun dan ladang yang tengah berbunga ludes dalam seketika. “Saat hama belalang masuk di kebun saya, saya lagi antar anak ke puskesmas dan ketika saya balik, saya langsung lihat kebun. Sampai di sana saya kaget dengan pemandangan yang ada karena yang saya lihat bukan lagi pohon jagung tetapi pohon belalang, dari akar sampai pucuk tanaman jagung  penuh dengan belalang. Badan saya langsung lemas dan saya tidak ada tenaga lagi untuk usir itu belalang yang begitu banyak. Saya hanya bisa menangis,” tutur Asri salah satu peserta yang hadir saat itu.

Wajar jika para peserta begitu sedih ketika isi kebun mereka diserang hama belalang, karena mata pencaharian mereka yang sesungguhnya dari hasil pertanian. Kebun, sawah, dan ladanglah yang selama ini memberi mereka makan dan bertahan hidup. Jika ada yang mengganggu pertanian mereka maka akan berdampak buruk bagi kesejahteraan hidup mereka selanjutnya. Oleh karena itu, dengan hadirnya program tenun ini, memberi harapan bisa membuka usaha bisnis kreatif melalui kain tenun. Semangat terus kelompok tenun dalam menjalani segala aktivitas kehidupan saat ini. ***


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua