Kaum Muda Memahami Potensi Desa dan Pengembangannya: Masalah Pendidikan

pada hari Sabtu, 5 November 2022
oleh Petrus Maure, S.Kom.

Oleh Petrus Maure, S.Kom.          

Bersama Makris Mau, tenaga ahli pendamping desa kabupaten Alor, mahasiswa peserta camp di TSAP Sebanjar mendengar pemaparan terkait masalah pendidikan. Narasumber mengajak seluruh mahasiswa untuk merefleksikan pendidikan di desa. Apabila diamati saat berjalan ke kampung-kampung yang berada di desa, kemungkinan jam 10:00 WITA sekolah sudah tutup karena kekurangan guru. Mengapa bisa terjadi? Bukan tidak ada guru, tenaga pendidikan di Alor ini banyak, tetapi imbal jasa terhadap tenaga pendidik hampir tidak ada. Dibandingkan dengan di Papua, tenaga kontrak guru bisa mencapai dua jutaan rupiah, bahkan ada pihak swasta yang membantu perekrutan guru khusus mengingat pentingnya pendidikan untuk merubah suatu bangsa.

 

 

 

Narasumber mengajak mahasiswa mencermati sumber pendapatan masyarakat dan peruntukannya. Misalkan sumber pendapatan dari kemiri, vanili, ikan, ternak, tanaman pangan, dialokasikan untuk apa?  Apakah untuk kesehatan, usaha mikro, pendidikan, atau pesta? Akan sangat menarik jika diteliti, karena kebanyakan masyarakat bekerja untuk konsumsi. Berkaitan dengan pelaku ekonomi, bisa dihitung berapa sebenarnya jumlah wiraswasta dan UMKM, berapa orang yang buka kios di kampung? Di perkotaan, sektor jasa berkembang sangat cepat, diisi dengan perdagangan dan kuliner, seperti di lapangan mini Kalabahi, namun pelakunya adalah orang yang merantau ke Alor. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi di daerah Alor itu sendiri.

 

 

 

Berbicara soal rantai pasar di Alor, diakui terlalu panjang sehingga petani tidak diuntungkan. Meskipun Alor kaya potensi perikanan tetapi tidak ada yang berinvestasi di bidang ini, berbeda dengan di Flores Timur, di sana ada pabrik ikan tuna yang sangat besar sehingga menyerap banyak tenaga kerja. Selanjutnya Alor memiliki potensi pariwisata yang belum digarap sendiri dengan bagus, misalkan pulau Kepa digarap orang dari Prancis, di pulau Pantar ada Jawa Toda yang digarap orang Jerman dan di Wolwal digarap orang Prancis, di Hirang digarap oleh orang asing juga. Pariwisata berhasil saat didorong oleh swasta dan pemerintah cukup jadi regulator, maka perlu menarik investor swasta ke Alor. Potensi pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dimiliki Alor juga tidak kalah dengan daerah lain, untuk itu narasumber berharap para mahasiswa terdidik kembali ke daerah asal dan bisa berkontribusi positif dalam pengembangannya dilengkapi dengan penguasaan teknologi digital.

 

Beberapa hal yang harus dibuat di desa untuk merespon hal-hal tersebut adalah: 1) kapasitas responsif, yaitu kepekaan untuk tanggap terhadap aspirasi masyarakat; 2) kapasitas ekstraktif masyarakat maupun pemerintah desa, yaitu kemampuan menggerakkan dan mengoptimalkan aset desa; 3) kapasitas regulatif, yaitu kemampuan untuk memahami regulasi pembangunan desa; 4) kapasitas distributif yaitu, kemampuan membagi sumber daya, siapa yang mampu bekerja di bidang pembangunan dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 5) kapasitas kolaboratif yaitu, kemampuan pemerintah desa dan warganya untuk membangun jejaring kerjasama.

 

Kapasitas-kapasitas inilah yang menjadi syarat agar peserta bisa membantu meningkatkan kemampuan pemerintah desa dan perangkatnya. Sejak sekarang ini kaum muda harus memahami potensi desa dan bagaimana mengembangkannya. ***

 


  Bagikan artikel ini

Kaum Muda Memahami Potensi Desa dan Pengembangannya: Masalah Kesehatan

pada hari Jumat, 4 November 2022
oleh Petrus Maure, S.Kom.
Oleh : Petrus Maure, S.Kom.         

 

Untuk mengetahui dan memahami potensi desa, Program Multiplikasi Stube HEMAT di Alor mengadakan kegiatan camp 2 hari di TSAP Sebanjar (4-5/11/2022). Kegiatan ini mengangkat tiga poin materi yaitu: 1) Pemetaan Potensi Desa di Alor, 2) Pemetaan potensi dengan pendekatan Asset Based Community Development, dan 3) Pemetaan potensi desa berkelanjutan berbasis bahari.

 

Tenaga ahli pendamping desa kabupaten Alor, Makris Mau menjadi narasumber di hari pertama dengan menggambarkan kondisi kesejahteraan masyarakat desa di kabupaten Alor, “Dalam satu desa masih ada 1-5 kepala keluarga kategori miskin. Hal ini berpengaruh pada dinamika pembangunan sumber daya manusia desa. Perlu diketahui bahwa ada 2 jenis kemiskinan yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural terjadi akibat kebijakan pembangunan pemerintahan yang tidak berpihak kepada masyarakat. Sementara kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang diwariskan oleh kehidupan keluarga turun-temurun.” Lebih lanjut Makris Mau menyampaikan. “Kita boleh miskin harta, tapi tidak boleh miskin kinerja.”

 

 

Foto: Sesi Makris Mau (4/11/2022)

 

Miskin kinerja yang dimaksud adalah soal miskin cara berpikir, etos kerja, komunikasi, tanggung jawab dan kerjasama. Berbicara persoalan desa yang saat ini menjadi fokus adalah bagaimana pemerataan akses pendidikan dan kesehatan. Hal yang perlu direnungkan bersama di kabupaten Alor, meskipun banyak yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan tetapi tidak bersedia ditugaskan di Posyandu atau Polindes desa. Akibatnya pemerintah tidak mampu menyerap kerja formal, dan banyak tenaga kesehatan menjadi tenaga latihan di rumah sakit dan Puskesmas dengan honor yang sangat rendah, sekitar dua ratusan ribu rupiah per bulan, padahal kuliah kesehatan biayanya sangat mahal.

 

 

Narasumber menceritakan pengalaman saat ke rumah sakit di Alor, karena banyaknya tenaga kesehatan, 1 pasien bisa ditangani 6 tenaga kesehatan. Derajat kesehatan masyarakat yang rendah berpotensi menyumbangkan indeks pembangunan manusia yang rendah. Narasumber mengajak para mahasiswa berpikir jauh dengan keluar dari teks yang digeluti di kampus karena belajar di lingkungan tidak kalah lebih penting.

 

Kegiatan dari Stube HEMAT seperti ini harus sering diikuti, diskusi-diskusi yang dilakukan mengasah daya kritis mahasiswa. Mengasah pengetahuan dengan teks books itu penting, tetapi menguji kepekaan di masyarakat itu jauh lebih penting, karena tidak semua orang peduli terhadap kehidupan masyarakat di desa. ***

 


  Bagikan artikel ini

Keberlanjutan dan Kedaulatan Desa Dengan Hasil Pangan

pada hari Sabtu, 6 Agustus 2022
oleh Petrus Maure, S.Kom.
Oleh: Petrus Maure, S.Kom.          

 

Kegiatan multiplikasi kali ini, berkolaborasi dengan pemuda karang taruna desa Delaki dan bersama-sama teman-teman mahasiswa KBPM Universitas Tribuana. Hingga pelaksanaan kegiatan kami juga mendapat dukungan penuh dari pihak gereja dan kepala desa, sehingga kegiatan ini berjalan lancar dan sukses. Sebelum berkegiatan kami sudah membangun komunikasi dan sama-sama memetakan potensi di desa Delaki.

Dalam pemetaan potensi sumber daya alam, terdapat beberapa hasil unggulan yaitu kemiri, jambu mente, beras hitam, ikan laut dan juga objek wisata pantai dengan keunggulan bibir pantai yang panjang dan luas sekaligus menjadi tempat penyu untuk bertelur. Sedangkan untuk sumber daya manusia desa ini masih terkendala karena para ssrjana lebih memilih mencari penghidupan yang layak di kota. Selain itu kemampuan bertahan hidup masyarakat masih mengandalkan cara bertahan hidup dengan berkebun dan jadi nelayan secara tradisional.

Untuk bisa terhubung dengan teman-teman muda yang berpotensi dan berpengaruh bagi perubahan pembangunan di Desa Delaki, kami terhubung dengan Deriko Wabang, selaku ketua Karang Taruna, seorang guru. Selain Deriko, ada Bernad Liwang, anggota Karang Taruna, aktivitas kesehariannya adalah pengelola Rumah Baca. Dalam pemetaan sebelumnya kami sudah mengadakan kegiatan workshop untuk pengolahan potensi minyak kemiri.

Kegiatan kali ini (4-5/8/2022) dengan tema “Keberlanjutan dan Kedaulatan Desa Dengan Hasil Pangan”. Kami sama-sama mengadakan workshop untuk pengolahan buah jambu mente menjadi wine oleh Farida Lamma Koly, dosen Kimia dan praktisi pengolahan bahan lokal. Untuk mengisi sela waktu kegiatan maka diajarkan juga cara pengolahan buah kelapa untuk menjadi minyak murni (VCO) dan minyak goreng.

Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Desa Imanuel Edison Jalla, yang  menyampaikan “Pihak desa akan selalu mendukung penuh semua bentuk kerja kreatif yang mendukung program kerja pembangunan pemerintah desa, khususnya pemberdayaan masyarakat dan ekonomi kreatif. Sebagai bentuk keseriusan, pemerintah akan menganggarkan dalam program desa untuk semua bentuk pengolahan hasil lokal yang sudah dilakukan selama ini yaitu minyak kemiri dan wine mente.”

Sebagai penanggung jawab dan pelaksana kegiatan ini, Ketua Karang Taruna, Samuel Deriko Wabang, juga sangat mengharapkan semua pihak bisa saling mendukung serta bekerja sama untuk mengolah semua potensi yang ada di desa. Harapan lain disampaikan Pendeta Ka’a Listiani Mauresi, S.Th yang sangat antusias ikut selama pelatihan ini, agar ilmu dari kegiatan ini bisa dimanfaatkan dan dikembangan sehingga bisa menjadi sumber penghasilan bagi jemaat.

Sebagai komitmen bersama, kami akan terus berusaha agar produk wine mete ini, bisa mendukung perekonomian di Delaki dengan mengangkat nilai jual jambu mete sekaligus  membuka kesempatan pekerjaan baru. Harapan lain semoga produk ini bisa merangsang kerja kreatifitas lainnya seperti minyak kelapa, beras hitam, olahan ikan laut, dan sebagainya ldengan menggunakan perkembangan teknologi dan memaksimalkan anggaran dana pemberdayaan desa yang ada.


  Bagikan artikel ini

Program Kesehatan (3): Laki-Laki Baru Dan Perempuan Kritis

pada hari Selasa, 7 Juni 2022
oleh Salsa Bila Sogo, S.Mat.
Oleh: Salsa Bila Sogo, S.Mat.          

 

Pada kesempatan ini Suara Perempuan Alor atau disingkat Super Alor mendapat kesempatan saling berbagi dengan peserta kegiatan. Suara Perempuan Alor merupakan salah satu LSM yang konsen dalam pendampingan terhadap korban kasus kekerasan. Super Alor yang digagas Desember 2021, telah menerima pengaduan kasus kekerasan. Pemateri adalah sekretaris Super Alor, Mariam Lanmay, S.Mat, yang menyampaikan perjalanan Super Alor. Penggagas awal Super Alor adalah CD Bethesda, Gamki, Dosen Untrib Kalabahi, Sanggar Suara Perempuan Soe, Organisasi intrdan ekstra kampus.

Materi yang dibawakan pada pelatihan kali ini adalah kekerasan dalam pacaran. Pacaran secara sederhana dimaknai sebagai proses perkenalan antara dua individu yakni laki-laki dan perempuan yang saling mencintai sebelum terikat dalam pernikahan. Ternyata di dalam proses pacaran sering terjadi kekerasan. Kekerasan dalam pacaran merupakan segala bentuk kekerasan yang bisa berupa kekerasan secara fisik, verbal maupun seksual.

 

 

Kekerasan fisik berupa pukulan, kekerasan verbal berupa ucapan kalimat yang kotor atau makian kepada pasangan, kemudian, kekerasan finansial seperti memanfaatkan keuangan pasangan untuk foya-foya, kekerasan psikis berupa ancaman dan intimidasi, dan yang terakhir adalah kekerasan seksual. Faktor pendorong terjadinya kekerasan dalam pacaran adalah pengertian yang salah tentang pacaran, mitos bahwa laki-laki mempunyai dorongan seks lebih besar sehingga perasaan cinta harus dibuktikan dengan hubungan seks, dan upaya-upaya untuk mengendalikan perempuan.

Berikut adalah cara menghindari kekerasan dalam pacaran yaitu berani berkata tidak saat orang lain hendak melakukan kekerasan dalam bentuk apapun kepada kita. Hargai tubuh kita karena kita punya kuasa atas tubuh kita, tekankan makna pacaran yang sehat, dan menjadi diri kita sendiri. Pacaran seharusnya menjadi masa yang indah, kalo menjadi masa yang kelam itu namanya penjajahan. Kalau saat pacaran pasangan sudah berani main pukul dan maki, lebih baik dipikirkan kembali untuk berpisah. Tidak ada cinta dalam kekerasan, dan tidak ada kekerasan dalam cinta. Kekerasan dalam pacaran adalah bibit kekerasan dalam rumah tangga dan pernikahan bukan lembaga rehabilitasi bagi pelaku kekerasan.

Pemateri menghimbau kepada peserta menjalin pacaran secara sehat dengan menjadi laki-laki baru dan perempuan kritis. Laki-laki baru adalah laki-laki yang tidak memakai pemikiran lama, yang menganggap dirinya superior, tetapi memakai perasaan dan logika dalam bertindak, yang melihat perempuan sebagai manusia yang sama seperti mereka, karakternya tidak pakai kekerasan dan melihat perempuan bukan sebagai objek seksual. Terus perempuan kritis itu harus mandiri, tahu kelebihan dan kekurangan diri sendiri, mampu mengutarakan pendapat dan terus belajar, dengan demikian akan terjalin relasi pacaran yang setara, saling melindungi dan mendukung, memberi kebebasan kepada pasangan dan saling percaya, saling mengisi dan melengkapi dengan hal-hal yang positif. ***


  Bagikan artikel ini

Program Kesehatan (1) : Agen Perubahan Atau Melanggengkan?

pada hari Senin, 6 Juni 2022
oleh Salsa Bila Sogo, S.Mat
Oleh: Salsa Bila Sogo, S.Mat

 

 

 

Topik besar pelatihan Kesehatan dalam Program Multiplikasi Stube HEMAT di Alor ini adalah kesehatan reproduksi yang disampaikan oleh seorang aktivis perempuan dari Kupangfounder Tengga NTT, pengurus forum Penanganan Resiko Bencana Provinsi NTT, bernama Mariana Yunita H Opat, yang biasa disapa Ka Tata. Tiga materi yang dibawakan mencakup konsep Gender, Kesehatan Reproduksi dan Kekerasan Seksual (05/06/2022).

 

 

Diawali dengan pohon harapan, setiap peserta menempel 2 kertas, yang pertama pada bagian akar yang berisi kontribusi apa yang akan diberikan selama sesi berlangsung seperti pikiran, pertanyaan, informasi baru, dll. Pada bagian daun ditempelkan harapan peserta setelah menerima materi. Untuk mencapai daun ada sebuah harapan yang harus dilewati melalui batang seperti misalkan dengan komitmen, yaitu selama sesi tidak boleh merokok, tidak boleh tidur saat kegiatan, tidak bermain HP, tidak ribut, boleh ijin ke toilet dll, yang menjadi komitmen bersama menciptakan situasi yang kondusif.

 

 

 

 

Diawali dengan pemahaman Gender, penyampaian materi dimulai dengan penjelasan ciri-ciri, sifat atau fungsi perempuan dan laki-laki. Seks dipahami sebagai jenis kelamin, karakter biologis, seperti laki-laki memiliki penis dan jakun, perempuan memiliki vagina dan payudara, dan hal itu dapat diubah melalui tindakan medisGender dipahami sebagai peran karakter, tanggung jawab dan wewenang yang diberikan kepada suatu jenis kelamin tertentu yang ditentukan secara social-budaya. Contohnya seperti, laki-laki adalah kepala keluarga, bertugas mencari uang, sementara perempuan bertugas di rumah, memasak dan pekerjaan domestik lainnya. Tugas atau pun tanggung jawab yang sangat dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya tersebut bisa diubah dan saling digantikan seperti memasak, mencuci pakaian, menjaga anakbisa dikerjakan oleh laki-laki. Persoalan gender bisa mencakup ekspektasi gender (harapan masyarakat atas suatu jenis kelamin tertentu), misal di Alorperempuan membawa beban banyak saat pulang dan laki-laki hanya membawa parang atau busur panah, atau iklan yang menunjukkan perempuan untuk iklan penyedap rasa, sabun cuci pakaian, perawatan wajah, sementara laki-laki iklan obat kuat atau rokok. Iklan-iklan semacam ini turut melanggengkan persoalan gender. Narasumber menyampaikan bahwa budayaadat istiadat, media, pendidikan, agama, negara bisa menjadi agen-agen yang melanggengkan persoalan gender

 

 

Menjadi sebuah pilihan bagi setiap peserta, bersediakah menjadi agen-agen perubahan dengan menyampaikan pemahaman yang benar mengenai gender, ataukah akan menjadi agen-agen yang melanggengkan persoalan gender sehingga cita-cita kesetaraan mencapai kemajuan bersama akan semakin tertatih, tentu saja tidak bukan? ***


  Bagikan artikel ini

Program Kesehatan (2): Hak Kesehatan Seksual Dan Reproduksi

pada hari Senin, 6 Juni 2022
oleh Salsa Bila Sogo, S.Mat

Oleh: Salsa Bila Sogo, S.Mat

 

 

Masalah kesehatan seksual dan reproduksi masih menjadi hal yang baru bagi peserta pelatihan, bahkan selama ini tidak familiar dengan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Pada umumnya masalah seksual dan reproduksi masih dianggap tabu dan bahkan dianggap tidak penting, meskipun sebenarnya belajar HKRS sangat penting untuk mengenali diri sendiri, mengetahui apakah haknya sudah terpenuhi, mendorong penyaluran dan ekspresi seksualitas yang bertanggung jawab dan sehat, mengetahui prinsip yang akurat dan ilmiah. Pemahaman HKSR diberikan secara bertahap sesuai perkembangan anak dan mengacu pada prinsip kesetaraan gender.

 

 

Dalam sesi ini narasumber, Mariana Yunita Opat menjelaskan HKSR dan 12 hak-hak reproduksi yang dirumuskan oleh International Planned Parenthood Federation (IPPF) tahun 1996, meliputi hak hidup, hak kemerdekaan dan keamanan, hak kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi, hak atas kerahasiaan pribadi, hak atas kebebasan berpikir, hak mendapatkan informasi dan pendidikan, hak menikah dan tidak menikah serta membentuk dan merencanakan keluarga, hak memutuskan mempunyai anak atau tidak dan kapan punya anak, hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan, hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan, hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik, dan yang terakhir adalah hak bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk.

 

 

Mengapa kita perlu mengenal dan memahami HKRS? Pendidikan seksualitas ini memberi bekal kepada peserta pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk tumbuh bahagia dan sehat. Peserta sadar akan kesehatan dan kesejahteraan, membangun hubungan sosial dan seksual yang setara, bermartabat, dan saling menghormati dengan mempertimbangkan pilihan mereka dan orang lain. Selanjutnya peserta bisa saling melindungi, memperjuangkan dan membela hak seksual dan reproduksi diri sendiri dan orang lain dari berbagai tindak kekerasan dan serangan terhadap hak seksual dan reproduksi. Narasumber juga menjelaskan beberapa instrumen hukum yang terkait dengan HKRS.

 

 

Berkaitan dengan materi kekerasan seksual, nara sumber  mengawalinya dengan menjelaskan pengertian kekerasan seksual yaitu setiap perbuatan yang merendahkan, menghina, menyerang atau tindakan lain terhadap tubuh  yang terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan atau fungsi reproduksi, secara paksa. Kasus kekerasan terhadap perempauan sepanjang tahun 2020 mencapai  299.911 kasus (CATU 2020 Komnas Perempuan), sementara kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi selama tahun 2021 (data Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak) ada sekitar 6.547 kasus. Hasil survey KRPA ruang kekerasan seksual paling tinggi ada di jalanan umum, media sosial, kawasan pemukiman, aplikasi chat, transportasi umum, aplikasi kencan daring, pusat pembelanjaan, permainan virtual, tempat kerja dan ruang diskusi virtual.

 

 

 

 

Narasumber menjelaskan 15 bentuk kekerasan seksual menurut Komnas Perempuan yaitu meliputi, pelecehan seksual, pemaksaan perkawinan misalkan di Sumba seperti kawin tangkap, kontrol seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi, perbudakan seksual, prostitusi paksa, pemaksaan kontrasepsi, intimidasi seksual, praktik tradisi, penyiksaan seksual, pemaksaan kehamilan, pemerkosaan, perdagangan perempuan, penghukuman bernuansa seksual. Kekerasan berbasis gender dan seksualitas terjadi karena adanya relasi kuasa.

Dalam sesi ini fasilitator Gereja Tangguh Bencana di Alor, Therlince Loisa Mau membagi pengalaman soal mitigasi bencana seperti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Gempa Bumi, Covid, dan banjir. Peserta berdiskusi atas persoalan yang dihadapi dan mencari solusi dan cara penyelesaiannya. Kegiatan ini diakhiri dengan harapan bahwa peserta mendapat bekal dan bisa mengaplikasikan dalam kehidupan. ***

 

 

 


  Bagikan artikel ini

Ketahanan Pangan Dan Stunting

pada hari Minggu, 5 Juni 2022
oleh Salsa Bila Sogo, S.Mat
Oleh: Salsa Bila Sogo, S.Mat

 

Mahasiswa dan kaum muda memiliki peran penting dalam menyelesaikan masalah Ketahanan Pangan dan Kesehatan, Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Reproduksi di Kabupaten Alor. Dilaksanaan di Taman Suaka Alam Pesisir (TSAP) Pantai Sabanjar selama dua hari, pelatihan ini cukup memantik kesadaran akan permasalahan di atasHari pertama, manager area CD Bethesda AlorOtto Nodi Atyanto (04/06/2022) memaparkan materi Ketahanan Pangan di Alor dikaitkan dengan masalah kesehatan khususnya masalah stuntingStunting adalah gagal tumbuh balita saat seharusnya mengalami pertumbuhan, dan jika di atas 2 tahun maka gagal tumbuh itu tidak bisa diperbaiki.

 

 

Indonesia penyumbang stunting no. 4 di dunia dan no. 2 di Asia Tenggara. Selama lima belas tahun terakhir NTT penyumbang stunting nomor satu di Indonesia. Alor berada di posisi no. 3 di NTT dengan prevalensi di atas 30% melebihi ambang batas WHO yaitu 20%. Apa saja penyebab terjadinya stunting? Kurangnya asupan gizi, kurang perawatan orang tua (mandi, cuci tangan sebelum makan), sakit yang berkelanjutan, jarak kehamilan yang dekat, rendahnya kualitas dan kuantitas asupan yang sehat, terlambat  ASI, kurang perhatian pada pola makan anak, kurangnya asupan gizi saat hamil dan persoalan sanitasi atau pola hidup yang kurang bersih. Seribu hari pertama kehidupan harus diperhatikan, namun banyak ibu hamil mengalami kekurangan gizi kronis, anak-anak di desa diurus neneknya bukan orangtua, tangan dan tubuh ibu ketika memberikan ASI harus bersih, apabila payudara tidak bersih, maka air susu bisa terkontaminasi. Kebersihan tidak boleh dilewatkan dalam pertumbuhan anak. Sanitasi sangat penting agar anak tidak cacingan dan berat badan turun karena nutrisinya terbuang.

 

 

Alor memiliki sumber pangan melimpah di gunung dan laut, umbi-umbian, ikan, dll. Dana desa saat ini banyak dialokasikan untuk penanganan sanitasi, seperti air bersih, sebagai usaha menurunkan angka stunting. Ketika mahasiswa kembali ke kampung, seperti saat KKN, mereka diharapkan bisa menjadi agen perubahan dengan membagikan keterampilan pengolahan pangan lokal.

 

 

 

 

Narasumber memutar video hasil survey keamanan makanan siap saji (makanan ringan, es dll) dari YLKI di Sulawesi saat bertugas di sana. Penelitian tersebut membuktikan bahwa anak-anak sering mengkonsumsi makanan ringan, yang bungkus luarnya bergambar dan terlihat sangat enak dan menggoda, dengan aneka warna yang membuat anak tertarik, dan ada hadiahnya. Kandungan gula dan garam pada makanan ringan punya kalori tinggi sehingga anak-anak bisa tahan tidak makan nasi sampai sore. Hal ini berkontribusi bagi persoalan gizi buruk anak.

Kebiasaan buruk banyak orang di desa adalah hasil penjualan beras, jagung, telur, pisang, kacang-kacangan, digunakan membeli makanan instan seperti mie, makanan ringan, telur dari toko, kue molen, dll Sumber pangan dari kebun memiliki lebih banyak nutrisiSebagai orang muda agen perubahan, harus bertekad “Tanam yang kita makan, makan yang kita tanam”.  Kita harus berdaulat pangan dan harus tahu betul proses dari mana asal-usul makanan dan minuman kita.

 

 

Salah seorang peserta bernama Valdo bertanya, “Apakah stunting terjadi pada keluarga yang tidak mampu saja atau keluarga yang mampu juga? Stunting tidak hanya terjadi pada keluarga tidak mampu, banyak keluarga mampu tapi anak stunting, dikarenakan aspek perilaku, pola hidup bersih dan sehat yang diterapkan,” jelas narasumber.Tak kalah menarik, secara tidak langsung Covid mengurangi resiko gizi buruk dan stunting, karena orang-orang diharuskan mencuci tangan sebelum makanCD Bethesda membuka jejaring selanjutnya tentang pelatihan pangan lokal dan obat tradisional yang bisa diikuti oleh para stakeholder kesehatan dan anak-anak muda, mahasiswa. ***

 

 


  Bagikan artikel ini

Ayo Berperan Bukan Baperan

pada hari Sabtu, 4 Juni 2022
oleh Salsa Bila Sogo, S.Mat
Oleh: Salsa Bila Sogo, S.Mat

 

 

 

Masalah kesehatan di lingkungan Kabupaten Alor, memerlukan keterlibatan banyak pihak untuk menyelesaikannya. Mengawali materinya, Yodhikson Marvelous, akrab dipanggil Diki, dari LSM Thresher Shark Indonesia meminta peserta menulis dua jenis sampah yang diketahui, kemudian dibuang pada tempat sampah yang telah disediakan. (4/6/2022) Sesi diskusi ini bertujuan membangun kesadaran mahasiswa membuang sampah yang benar pada tempatnya.

 

 

 

 

Selanjutnya Diki menjelaskan pengertian sehat menurut Undang-Undang Kesehatan no: 36 tahun 2009. Undang-undang ini menyebutkan bahwa Sehat mencakup sehat baik secara fisik, mental, spiritual yang memungkinkan setiap orang hidup baik secara sosial dan ekonomi. Sehat secara fisik berarti tidak cacat, mampu melaksanakan segala sesuatu secara baik. Sehat secara mental berarti sehat psikologis dan spiritual mampu meyakini TuhanSehat secara sosial bermakna mampu memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, sementara sehat secara ekonomi bisa dilihat dari kemampuan seseorang mempunyai penghasilan. Sementara itu lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, atau pun keadaan. Lingkungan hidup ada tiga poin yaitu lingkungan fisik, biologis dan sosial. Lingkungan fisik seperti: air, tanah, cuaca, udara, makanan, sinar radiasi, dll (semua berpotensi menimbulkan penyakit)Lingkungan bilogis: bakteri, virus, bakteri, jamur, serangga dll, juga berperan menimbulkan penyakit. Lingkungan sosial: adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap, standar, pekerjaan, gaya hidup (berpotensi menimbukan stress, konflik, gangguan kejiwaan, insomnia, bahkan depresi).

 

 

Narasumber kemudian menjelaskan masalah kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari berbagai masalah kesehatan sebagai hubungan interaksi antara berbagai bahan, kekuatan, kehidupan, dan zat yang memiliki potensi penyebab sakit. Ilmu Kesehatan Lingkungan bertujuan melakukan korelasi, memperkecil bahaya yang ditimbulkan lingkungan terhadap kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia, juga sebagai usaha pencegahan dengan mengefisienkan pengaturan berbagai sumber. Diskusi kali ini berfokus pada Sampah dan Konservasi Lingkungan. Selanjutnya mahasiswa dibagi dalam 4 kelompok dan diminta menggambar sebuah pulau impian dengan memperhatikan intruksi, yaitu dimulai dari memberikan nama pulau, wisata alam yang paling terkenal, bagaimana kehidupan masyarakat di sana, sumber air bersihnya, adakah jamban, bagaimana sistem pengolahan sampahnyaapa profesi masyarakatnya, peserta sebagai apa di pulau itu, dan bagaimana sistem perekonomiannya, dll. Setelah itu masing-masing kelompok mempresentasikan Pulau Impian mereka.

 

 

Kelompok pertama menyajikan Pulau Karang dengan sumber mata airpenyediaan tempat sampah dan jamban, perekonomian masyarakat dari pekerjaan nelayan. Kelompok dua memberi nama Pulau Kasih Sayang yang berbentuk kapal, dengan mata pencaharian nelayan, sumber air baik, jamban baik, sistem perekonomian menggunakan jalur darat, memiliki pelabuhan penyebrangan, dan pengelolaan sampah di desa sangat baik karena ada komunitas yang mengelola sampah menjadi barang yang memiliki manfaat. Kelompok ketiga memberi nama pulaunya Pulau Romantis, sebuah tempat wisata alam sawah, mata pencaharian petani, ketersediaan jamban ada di setiap rumah dan ada tempat sampah di setiap rumah. Kelompok empat memberi nama Pulau Nusa Indah yang memiliki wisata laut dengan penataan daerah yang baik, tidak mengganggu nelayan, sumber air yang melimpah sehingga lewat bak-bak penampungan dialirkan ke masyarakat, sistem perekonomian melewati jalur darat dan laut. Dari sesi ini peserta diharapkan dapat mewujudkan pulau impian tersebut ketika kembali ke desa masing-masing.

 

 

 

 

Peserta juga dilatih menganalisis permasalahan dan tantangan yang dihadapi pulau impian mereka. Kelompok 1 menghadapi masalah pengeboman ikan yang merusak terumbu karang, ekosistem laut, sehingga biota laut berkurang. Cara penyelesaiannya adalah dengan sosialisasi, lebih bagusnya menggunakan jaringan ikan atau pukat, membuat tambak ikan, sosialisasi dampak pengeboman ikanKelompok 2, dengan permasalahan pengambilan pasir liar di Desa Nur Benlelang, untuk bangun rumah dan memenuhi kebutuhan, sehingga dampaknya debit air semakin kecil, kerusakan jembatan dan pengikisan bibir pantai, solusinya adalah sosialisasi kepada masyarakat, mencegah masyarakat melakukan penambangan. Kelompok 3 berlokasi di Mali, dengan permasalahan penebangan pohon kelapa di pesisir pantai. Faktornya adalah kurangnya kesadaran masyarakat, faktor ekonomi, sementara cara penyelesaiannya dengan cara sosialisasi kepada masyarakat, dan apabila tidak direspon, akan dilaporkan ke pihak berwajib. Saat ini wisata Mali tidak terkenal lagi dengan pohon kelapanya seperti dulu, sehingga bisa menyebabkan pengikisan di pesisir pantai. Kelompok 4, berlokasi di Kalabahi dengan permasalahan pembuangan sampah sembarangan, contoh di lapangan mini terdapat sampah berserakan padahal pemerintah telah menyiapkan tempat sampah, selokan yang ada di kota dipenuhi sampah sembarangan, di pantai Tanjung sampai ke Kadelang. Solusinya adalah edukasi dengan sosialisasi, dan membentuk komunitas peduli lingkungan.

 

 

Sebagai penutup sesi, narasumber berharap orang muda harus menjadi pelaku perubahan. Selain itu seluruh elemen masyarakat baik itu Komunitas, Pemerintah, maupun LSM, harus bekerja sama menyelesaikan masalah lingkungan ini. Di akhir diskusi narasumber menyampaikan sebuah kalimat yang sangat menyentuh yaitu “YANG MUDA BERPERAN BUKAN BAPERAN”. ***

 

 


  Bagikan artikel ini

Kekuatan Pangan Lokal dan Masalah Stunting di Alor

pada hari Selasa, 5 April 2022
oleh Petrus Maure, S.Kom.
Oleh: Petrus Maure, S.Kom.          

Intervensi gizi spesifik melalui pemanfaatan sumber pangan lokal menjadi solusi untuk menekan prevalensi angka anak bertumbuh pendek atau stunting. Salah satu pangan lokal Alor yang potensial untuk mencegah itu adalah umbi-umbian dan kacang-kacangan. Alor memiliki panenan melimpah dan baik secara kandungan gizinya. Upaya mencegah stunting selain asupan nutrisi untuk calon ibu juga ke anak yang sedang dikandungnya.

Kaum muda dan mahasiswa punya peran penting untuk menyelesaikan masalah stunting yang serius ini. Ada banyak terobosan yanbisa dilakukan, terutama lewat pengolahan hasil lokal yang ada di Alor. Kemajuan teknologi membuat tidak ada batasan sekat untuk berkarya dan berkreativitasyang penting bisa memaksimalkan sarana teknologi yang ada.

 

 

Dalam pelaksanaan kegiatan pertama di Kafe Hyuna, pemantik diskusi adalah area manager CD Bethesda Alor, Otto Nodi Adyanto (29/03/2022)Otto menyampaikan bahwa perlu diuraikan antara pangan lokal dan stunting, agar pemahamannya bisa utuh. Bila ditelisik lebih dalam, sebuah ironi karena di propinsi NTT, Alor menempati urutan ke-5 untuk masalah stunting meskipun hasil alam sebagai sumber pangan sangat melimpah. Dalam diskusi ini juga ditekankan bahwa stunting sebenarnya masalah kedaulatan masyarakat untuk dirinya atas sumber daya alam yang ada.

 

 

Dalam diskusi selanjutnya, Kaka In Allung pemilik Kafe Hyuna yang memiliki konsep sajian makanan khas Alor berbagi cerita yang sekaligus menjadi harapan bersama. “Anak-anak muda Alor harus bisa melihat peluang untuk bisa mengolah hasil lokal yang ada agar bisa bertahan hidup supaya bisa bersama-sama mengurangi masalah stunting. Pada dasarnya Alor kaya akan sumber daya alam yang berguna bagi masyarakatnya bertahan hidup, tetapi belum berdaulat  karena belum bisa mengolahnya untuk kebutuhan sendiri dan menjual dengan nilai lebih tinggi.”

Maria Maisal, seorang perempuan tangguh yang memilih bertahan hidup dan melakukan pemberdayaan di lingkungannya dengan mengolah kopi secara berkelanjutan dengan nama brandnya “Kupu Kopi”, memberikan sumbangan wawasannyaDengan bermodalkan niat dan ketekunan usaha ini bisa berjalan sampai sekarang, walaupun dengan peralatan seadanya ‘Kupu Kopi mampu memenuhi permintaan para penikmat kopi asli Alor.

 

 

 

 

Dalam kesempatan hari kedua tentang pengolahan hasil lokal dalam bentuk minuman fermentasi, dosen kimia Untrib, Farida Lamakoli memberi materi pengolahan minuman fermentasi menjadi wine dari buah pisang. Untuk minuman fermentasi Kaka In Alung juga berbagi tentang meramu minuman Liquor dengan bahan dasar dari minuman lokal Alor berupa “sopi” yang dicampur dengan buah-buahan dan beberapa jenis bunga yang ada. Adapun tujuan utama dari pembuatan minuman fermentasi ini agar bisa memanfaatkan semua buah lokal yang ada supaya tidak terbuang pada waktu musimnya, sekaligus meningkatkan nilai jual buah lokal yang ada. Pengolahan hasil lokal ini juga sejalan dengan kampanye dunia “Go green”.

 

 

Dari kegiatan ini diharapkan bahwa anak muda khususnya mahasiswa bisa menjadi agen perubahan yang lebih kreatif untuk meningkatkan harga jual produk lokal. Dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik, permasalahan stunting diharapkan bisa diatasi. ***

 


  Bagikan artikel ini

Menyikapi Pandemi Covid-19 dengan Benar & Bijaksana

pada hari Minggu, 13 Februari 2022
oleh Petrus Maure, S.Kom

Bersama Mahasiswa Teologia-Universitas Tribuana, Kalabahi-Alor

 

Oleh : Petrus Maure, S.Kom

Bagaimana kesehatan tubuh dalam perspektif teologis, khususnya perspektif teologia Kristen? Tidak banyak dari kita bisa memahami dengan baik bahwa kesehatan tubuh sebagai bagian dari tanggung jawab memelihara bait Allah karena tubuh adalah bait Allah. “Kematian terjadi ketika jiwa tidak bisa bertahan dalam tubuh yang lemah atau mati raga. Jiwa hanya ada dalam tubuh yang kuat dan sehat.” Kalimat ini menjadi poin penting yang disampaikan oleh Eunike Molebila, S.Th., M.Th, dosen FKIP pendidikan Teologi pada kegiatan diskusi bersama teman-teman mahasiswa Prodi Teologi Universitas Tribuana Kalabahi (12/2/2022).

 

 

Ketidakpahaman ini nampak dalam keseharian kegiatan seperti pola makan yang tidak memenuhi kaidah kesehatan. Sering kali seseorang diperbudak oleh hawa nafsu, terutama dalam hal makanan. Makanan dan minuman yang merusak atau mendatangkan gangguan kesehatan apabila dikonsumsi berlebihan dan membuat ketergantungan, seperti coklat, kopi, atau teh. Makanan dan minuman ini terbukti secara ilmiah akan berbahaya untuk kesehatan manusia kalau dikonsumi sebagaimana di atas.

 

 

 

 

Dalam diskusi santai ini teman-teman mahasiswa saling berbagi pemahaman dan pengalaman hidup dalam menjaga tubuhnya agar tetap sehat. Ketika bercerita pengalaman Amos Manisa bercerita tentang kebiasaan hidupnya waktu SMP, “Saya sudah menjadi pemadat/merokok dan minuman keras yang dioplos dengan berbagai campuran obat dosis keras. Pertobatan terjadi ketika saya sakit berat sehingga saya memutuskan berhenti dari semua kebiasaaan buruk yang merusak kesehatan. Sekarang sudah masuk tahun kedua saya berhenti dari semua kebiasaan buruk itu”.

Berkaitan dengan konteks pandemi saat ini Eunike menyampaikan, “Pandemi Covid-19 bisa dikatakan sebagai sebuah peristiwa genosida yang dibuat oleh manusia saat ini dengan menggunakan teknologi.” Untuk bertahan hidup dibutuhkan orang Kristen dengan pemahaman lebih atas kekuatan hikmat dan pengetahuan. Jika ada pertanyaan dalam konteks sekarang ini, maka pertanyaannya pasti berkenaan dengan merebaknya Covid-19. Manakah yang lebih penting antara kesehatan secara rohani atau kesehatan secara jasmani? Bisakah keduanya dimiliki oleh orang Kristen untuk menyikapi Covid-19 ini? Bagi kita sebagai anak-anak Tuhan, kesehatan secara rohani pasti lebih penting daripada kesehatan secara lahiriah saja.

 

 

Pendemi Covid-19 ini telah mengubah perilaku manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan benda, manusia dengan politik, bahkan manusia dengan uang dan waktu. Apakah dengan adanya Covid-19 ini, ada perubahan sikap manusia terhadap Tuhan juga? Jawabannya: pasti ada. Perubahan yang positif, manusia semakin sadar akan dirinya hanya sebagai manusia biasa yang bisa mati setiap saat dan membuatnya mau semakin dekat dengan Tuhan sebagai pencipta dan penebusnya secara pribadi.

Diskusi ini diharapkan memberi pemahaman kritis kepada teman-teman mahasiswa dalam memahami apa yang dikatakan Alkitab tentang sakit penyakit dan bagaimana seharusnya sikap iman kita dalam merespons wabah ataupun pandemi Covid-19 dengan benar dan bijaksana.


  Bagikan artikel ini

Berita Web

 2023 (3)
 2022 (10)
 2021 (10)
 2020 (4)

Total: 27