PERTANIAN ORGANIK: KERAGAMAN PANGAN   Mau Makan, Ya Nggak Harus Nasi

pada hari Senin, 19 September 2016
oleh adminstube
 
 
 
 
Sumba merupakan salah satu pulau di propinsi Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani dan berladang seperti padi dan jagung karena Sumba mengalami kemarau lebih panjang dibanding daerah lain. Hal ini menuntut jenis tanaman pangan tertentu yang cocok ditanam di daerah ini. Ketergantungan terhadap bahan pangan tertentu beresiko jika bahan pangan tersebut gagal panen karena cuaca maupun hama, seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Belum lagi kecenderungan untuk memakai bahan kimia demi peningkatkan produksi pertanian tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya.
 
 
Kesadaran akan situasi ini perlu dimiliki sejak awal oleh penduduk di Sumba, khususnya mahasiswa, sebagai generasi penerus masyarakat Sumba. Meski ada stigma bahwa pertanian dianggap kurang menarik, ketinggalan jaman dan kurang bergengsi, namun sebenarnya pertanian menjadi penopang berlangsungnya kehidupan suatu bangsa.
 
 
 
 
Stube-HEMAT Sumba sebagai wadah pendampingan mahasiswa memikirkan hal ini dan membekali mereka melalui pelatihan Pertanian Organik: Keragaman Pangan dengan tema ‘Mau Makan? Ya Nggak Harus Nasi’ yang diadakan di GKS Kawangu, Sumba Timur pada hari Jumat – Minggu, 16 – 18 September 2016. Tema ini dipilih untuk memicu kreativitas anak muda dalam mengolah bahan pangan selain beras, serta termotivasi memanfaatkan pekarangan rumah sebagai kebun yang produktif.
 
Tiga puluh enam mahasiswa dari kampus-kampus di kawasan Sumba Timur mengikuti pelatihan. Narasumber pelatihan ini adalah orang-orang yang berpengalaman dalam bidang pertanian, seperti Yulius Anawaru, S.P (team Stube-HEMAT Sumba), Umbu Ndilu Hamandika, SP. MAP dari Badan Ketahanan Pangan, Rahmat Adinata (praktisi petanian organik) dan Bambang Broto Kiswarno, praktisi pertanian.
 
 
Presentasi enam mahasiswa Sumba yang belajar di Yogyakarta mengawali pelatihan ini. Mereka adalah Irmawati Rambu Konga (STT GKS Lewa) yang belajar menjahit dan membuat tas. Marten Rangga Mbani dan Sumitro Umbu Ndamung (STT Terpadu) yang belajar ternak ayam dan pertanian terpadu. Frans Fredi (Unwina) mengembangkan bisnis cetak pin dan kaos. Nikson KW Laki Hama (Unwina) tentang pemeliharaan kambing dalam kandang dan nutrisinya, dan Krisna Hamba Banju (AKN) tentang pemeliharaan babi secara intensif.
 
Yulius Anawaru, team Stube-HEMAT Sumba, mengingatkan kembali tentang revolusi hijau dan dampaknya di Indonesia. Lahan pertanian dibanjiri dengan pupuk kimia demi peningkatan produksi. Bahan pangan di daerah yang awalnya beragam dijadikan seragam yaitu padi. Bahan pangan lokal setempat tidak berkembang dan akhirnya terlupakan. Hal ini tidak boleh terjadi, dan gerakan pertanian organik harus terus dikembangkan dan dilakukan juga oleh anak muda mahasiswa.
 
Berikutnya adalah Umbu Ndilu Hamandika dari Badan Ketahanan Pangan, Kabupaten Sumba Timur, mengajak peserta melihat kembali keragaman pangan di Sumba. Selain itu, penting bagi mereka untuk memperhatikan mutu dan keamanan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
 
“Apa tujuan orang bertani atau menanam?” pertanyaan dilontarkan Rahmat Adinata, praktisi pertanian organik dan aktivis pertanian organik kepada peserta. Mereka bersemangat untuk jawab, seperti mencukupi kebutuhan pangan, sudah turun menurun dan sebagai mata pencaharian. Tetapi menurut pak Rahmat, jawaban yang paling tepat dari tujuan orang menanam adalah mendapat hasilnya atau panen.  Memang, menjadi petani itu tidak mudah, dari mengolah lahan menjadi siap tanam, menyiapkan benih yang baik, merawat tanaman dan seterusnya. Penyampaian materi cukup sederhana dan peserta bisa menangkap materi dengan baik.
 
Pertanian tak lepas dari gangguan hama. Bagaimana mengatasinya? Berbagai metode penanggulangan hama disampaikan oleh Bambang Broto Kiswarno dan Abner HR Liwar. Menariknya adalah bahan-bahan untuk membuat pestisida organik ini mudah dijumpai di Sumba.  Termasuk penanggulangan hama belalang yang sedang merebak di Sumba Timur.
 
Peserta tak hanya menjadi pendengar saja. Mereka termotivasi untuk mempraktekkan pengetahuan yang mereka dapat dari para fasilitator. Ada beberapa kelompok berbasis kampus yang akan menindaklanjuti pelatihan ini dengan praktek mengolah lahan, menyiapkan media tanam dan menanam sayur dan petatas (ubi jalar) di pekarangan rumah.
 

 

Selamat berproses mengembangkan keragaman pangan, anak muda. (TRU).

  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua