Mengenal Karakteristik Petani Hortikultura di Pesisir Pantai Laipori

pada hari Minggu, 29 November 2020
oleh Frans Fredi Kalikit Bara

 

Kondisi suhu udara di pinggiran pantai lebih panas dan kering dibandingkan kondisi udara di dataran menengah dan dataran tinggi. Sebagian besar petani tidak melakukan aktivitas bertani pada kondisi suhu udara panas yang tinggi, namun berbanding terbalik dengan yang dilakukan oleh Welem. Saat ini Welem (37 thn) mengambil keputusan untuk melakukan usaha pertanian, hal ini sudah dilakukan sejak tahun 2012. Pekerjaan awalnya adalah sebagai pegawai swasta di PT. Kapas dan juga bekerja di PT. Emas Waangga Meti. Kedua perseroan terbatas ini mengalami degradasi dan akhirnya berhenti melakukan aktivitas produksi. Dalam kondisi ini, Welem dan teman–teman sekerjanya kehilangan pekerjaan dan putusnya sumber pendapatan. Akhirnya Welem mengambil keputusan menggeluti usaha pertanian hortikultura. Kisah awal memulai usaha ini banyak mengalami kegagalan, namun bagi Welem gagal adalah pengalaman berharga untuk belajar, evaluasi diri dan bangkit untuk berusaha lagi.

 

 

Ada beberapa kendala yang dialami Welem ketika memulai usaha yakni kurangnya pemahaman tentang benih, pengendalian hama dan penyakit, nutrisi tanaman (kurang pemahaman tentang teknik budidaya tanaman hortikultura). Ada beberapa hal penting yang disampaikan oleh Welem dalam diskusi ini yakni; 1) Jadi petani itu harus berbasis inovasi sehingga kita bisa mencapai angka produksi yang maksimal, 2) Jangan pernah malu dengan pekerjaan ini. Saat ini banyak orang muda malu bertani oleh karena itu mereka menghindar dari pekerjaan ini, 3) Olah pikiran untuk mengangkat derajat petani untuk motivasi diri menekuni usaha pertanian, karena hasilnya tidak jauh beda dengan mereka yang bekerja di lembaga, 4) Jangan takut dengan permintaan pasar, petani harus memiliki kalender pasar dan kalender tanam tujuannya adalah untuk mengetahui volume produksi dan tingkat serapan pasar, 5) Petani selalu punya waktu, baik untuk usaha dan pengembangan maupun untuk keluarga, oleh karena itu petani yang bahagia ditandai dengan ciri-ciri fisik yang gemuk dan muka cerah.

 

 

Diskusi yang diadakan langsung di lahan pada 28 November 2020 diikuti oleh sepuluh peserta dengan antusiasme yang cukup tinggi, karena selain mendengarkan pemaparan yang menarik dari pemateri mereka juga bisa melihat lahan sekitar yang dipenuhi tanaman buah, juga sambil menikmati semangka segar yang disuguhkan. Selain mahasiswa beberapa kalangan yang hadir ada yang berprofesi guru, petani dan majelis gereja. Dari latar belakang profesi yang berbeda ini memiliki satu tujuan untuk belajar bagaimana berdaulat atas pangan yang ada di Sumba.

Salah satu orang tua yang ada dalam diskusi tersebut Bora Ghunu (65 thn) memberi nasihat, ”Kalau mau hidup jangan pamalas, sekolah tinggi-tinggi harus kembali bertani”, dengan maksud memotivasi peserta muda yang hadir dalam pelatihan ini. Usaha pertanian adalah usaha yang menghidupkan, mengingat kondisi saat ini sebagian besar orang muda tidak berprofesi petani, sehingga banyak potensi sektor riil yang ditinggalkan dan tidak dikelola. Semangat bertani anak muda! ***


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua