Mulai Menenun, Sebuah Harapan Keutuhan Motif

pada hari Sabtu, 24 April 2021
oleh Elizabeth Uru Ndaya, S.Pd.

 

Masyarakat Sumba memiliki kebiasaan atau tradisi menenun yang hingga saat ini menjadi daya tarik pariwisata sekaligus mengembangkan perekonomian masyarakat setempat. Tenun ikat juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan. Lalu, apa sebenarnya alasan orang Sumba menenun? Jawaban tersebut bisa dirujuk dari periode awal orang Sumba pertama kali menenun sekitar tahun 1800-1900an hingga kini. Menurut pemerhati tenun ikat Sumba, Jonathan Hani, ada tiga alasan mengapa masyarakat Sumba menenun di setiap periode yang berbeda. Pertama, tenun merupakan bagian dari ritual persembahan syukur kepada Tuhan, kedua, tenun menggambarkan status sosial masyarakat Sumba, ketiga, tenun untuk memenuhi kebutuhan dasar. Tiga alasan di atas menjadi faktor eksistensi kain tenun ikat Sumba hingga sekarang ini semakin mendunia. Kelompok tenun ikat Stube-HEMAT saat ini terus bersemangat dalam menyelesaikan proses yang ada. Setiap Rabu, peserta berkumpul dan bersama-sama menyelesaikan setiap proses dan masuk pada tahapan menenun.

 

Proses menenun yang telah peserta selesaikan yaitu, pertama, memisahkan setiap liran sebelumnya (saat pewarnaan) digabung jadi satu atau biara, kedua, membentangkan atau walah liran pada wanggi (struktur bambu) yang sebelumnya telah dipisahkan lewat proses biara dan merapikan posisi motif seperti ketika awal menggambar desain, ketiga, merapikan motif atau tidihu liran yang telah dibentangkan di wanggi dirapikan kembali posisi setiap ikatan agar membentuk motif yang sudah didesain sebelumnya, keempat, memisahkan tiap helaian benang yang masih melekat dengan menyelipkan sebilah bambu tipis yang berujung runcing di antara helaian benang dan diakhiri dengan diselipkannya sebilah bambu panjang sebagai alat bantu untuk membuat pawunang atau penentu, kelima, hawulur pamawang atau benang pakan yang juga sudah pewarnaan disiapkan dengan digulung pada sebilah tongkat yang dinamakan pamawang, keenam, Parabat atau proses dimasukkannya sebilah bambu tipis di sela-sela benang sebagai pertanda dimulainya proses menenun, ketujuh, menenun atau tinung, dan untuk menenun 1 liran atau hemba biasanya membutuhkan waktu 2 minggu (jika dikerjakan intensif) atau 4-5 minggu jika dikerjakan sewaktu-waktu.

 

 

Dari sekian proses yang dilakukan, peserta kelompok tenun Stube-HEMAT merasakan dan mempelajari banyak hal baru. Awalnya peserta berpikir jika sudah selesai pewarnaan maka akan dengan mudah bisa langsung menenun, namun ternyata masih ada beberapa langkah lagi yang harus diselesaikan sampai tahapan tenun. Ada kepuasan dan kebahagiaan tersendiri bagi peserta ketika sudah menyelesaikan dengan baik tahapannya dan kini masuk pada proses menenun. Walaupun sebagian dari peserta belum lihai menenun namun rasa keingintahuan mereka sangat besar untuk masuk pada lingkaran alat tenun dan mencoba memulainya. May Nggiri, salah satu peserta, mengaku bangga sekali bisa menjadi bagian dari kelompok tenun karna pada akhirnya paham betul cara kerja seorang penenun mulai dari tahapan menggulung benang hingga menenun. Ia pun mencoba belajar menenun sarung hasil karyanya sendiri dengan penuh percaya diri dan kehati-hatian. Senyum bahagia tersirat di wajahnya begitu pula peserta lainnya.

Saat ini mereka sedang ada dalam proses menenun. Tak kalah menarik, skill ini akan dipadukan dengan pemahaman bisnis kreatif dengan harapan memahami strategi dalam pengembangan tenun ikat ke depannya.***


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua