Memahami Hak Perempuan Merdeka

pada hari Kamis, 11 Agustus 2022
oleh Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd.
Oleh: Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd.          

 

Hak asasi manusia adalah sesuatu yang wajib dimiliki oleh seseorang yang telah dilahirkan di dunia sebagai hak dasar dan mutlak yang dimiliki manusia tanpa adanya perbedaan bangsa, suku, agama, ras dan golongan. Baik itu hak mendapatkan kehidupan, maupun hak dalam berpendapat. Dengan adanya hak asasi manusia, maka perlindungan dari kekerasan, mendapat kebebasan dalam berpikir, kebebasan berekspresi dan lain sebagainya bisa diakomodir. Salahsatu hak asasi manusia yang sering disepelekan adalah hak atas perempuan. Di zaman yang semakin maju dan berkembang sekarang ini, perempuan seringkali menjadi salahsatu sasaran korban kekerasan dan ketika hal itu terjadi banyak perempuan yang hanya diam dan takut bersuara menyampaikan kepada keluarga atau pihak yang berwajib. Dengan alasan tersebut diatas, di awal program, Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba menyapa para perempuan kelompok tenun Kawara Panamung untuk bersama-sama berdiskusi menggali sejauh mana pemahaman tentang hak asasi sebagai perempuan.

 

 

Di sela-sela para perempuan penenun menyelesaikan proses mengikat benang tenun, multiplikator Stube HEMAT di Sumba, Elisabeth Uru Ndaya, mengajak kelompok tenun ini sharing bersama tentang topik besar yang akan ditekuni dan dipelajari selama 6 bulan ke depan mencakup; Hak perempuan, kepemimpinan dan partisipasi perempuan dalam segala aspek kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat (Rabu, 10/08/2022). Yang hadir tidak hanya anggota kelompok Kawara Panamung, tetapi juga mahasiwa Unwina yang sedang melakukan KKN di Tanatuku. Juga hadir suami dari para anggota kelompok untuk mendampingi. Pada kesempatan ini, Elisabeth membuka diskusi dengan membahas apa saja permasalahan-permasalahan yang sering mereka temui di kehidupan berumah tangga baik itu dari pengalaman mereka sendiri maupun orang lain. Memulai dengan sharing, beberapa dari peserta bercerita masih sering sekali ditemui tindak diskriminasi terhadap perempuan yang terjadi di lingkungan sekitar seperti kasus KDRT.

Deby Hada Inda, seorang guru PAUD bercerita tidak hanya kasus KDRT bahkan kasus pelecahan pun masih sering terjadi, dan hanya karena kasusnya tidak diungkap jadi seolah-olah tidak terjadi apa-apa tegasnya. Anjas, mahasiswa KKN mengungkapkan kasus yang sering terjadi pada perempuan di sini kebanyakan tidak terungkap karena mereka lebih memilih bungkam dan berpikir bahwa tidak adanya kekuatan atau keberanian untuk melawan sehingga seringkali dijadikan korban. Pada diskusi tersebut disampaikan juga bahwa selain pelecehan, kasus kawin paksa pun masih sering ditemui di beberapa lokasi di Sumba Timur. Hal ini terjadi karena atas kesepakatan kedua belah pihak untuk lebih mementingkan belis atau mahar dari seorang perempuan. Selain sebagai budaya, belis menjadi salah satu cara agar keluarga dari pihak perempuan mendapatkan keuntungan.

 

 

Di sesi terakhir Elisabeth menanggapi bahwa tidak sedikit perempuan yang mengaku bahwa dirinya tidak berdaya ketika haknya dilanggar, perihal tersebut terjadi karena lemahnya tenaga yang perempuan miliki dibandingkan dengan seorang laki-laki. Rendahnya pendidikan perempuan juga karena adanya faktor ekonomi dan patriarki. Dengan adanya program pemberdayaan Stube HEMAT diharapkan dapat membantu perempuan-perempuan di Sumba Timur khususnya di Desa Tana Tuku agar merdeka atas hak-haknya. Perempuan juga diharapkan mampu merubah paradigma dan pola pikir sebagai perempuan yang lemah, tetapi harus bisa memperjuangkan haknya sebagai manusia yang memiliki hak-hak yang sama dan bukan objek kekerasan. ***

 


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua