Demokrasi dari Masa ke Masa Nasional dan Humbang Hasundutan

pada hari Minggu, 31 Oktober 2021
oleh Yedija Manullang
Oleh: Yedija Manullang

 

 

Demokrasi secara etimologis berasal dari dua kata, yakni demos yang berarti rakyat dan cratos yang memiliki arti kekuasaan atau kedaulatan. Sehingga demokrasi adalah kedaulatan negara berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Saat ini demokrasi sering diucapkan. Namun, semakin dibicarakan, makin sulit mencari contoh negara yang memenuhi tatanan demokrasi secara sempurna. Berbeda dengan negara-negara berkembang lainnya, semaraknya perbincangan tentang sistem demokrasi di Indonesia bukan karena bangsa atau pemerintahan di negeri ini tidak mengenal sistem demokrasi. Justru sebaliknya, bangsa Indonesia pada aras implementasi sistem politik telah banyak memahami varian-varian demokrasi di dunia dari masa ke masa pasca kemerdekaan Republik Indonesia.

 

 

 

Oleh karena itu, Multiplikasi Stube HEMAT Bengkulu melalui volunteernya yang ada di Doloksanggul, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara menggelar diskusi dengan topik “Demokrasi dari Masa ke Masa” (Sabtu, 30/10/2021) dengan menghadirkan ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Humbang Hasundutan, Hendri Wesly Pasaribu sebagai narasumber.

 

 

Kegiatan diskusi diawali Yedija Manullang dengan memperkenalkan Stube HEMAT sebagai lembaga pendampingan mahasiswa dan pemuda yang saat ini tersebar di enam daerah di Indonesia. Selanjutnya Hendri Pasaribu memaparkan bahwa setiap negara menganut sistem pemerintahan yang berbeda-beda, misalnya presidensial, parlementer, komunis, demokrasi dan liberal. “Perjalanan demokrasi Indonesia awalnya tidak menetapkan sebuah sistem yang permanen, hal ini dibuktikan bergantinya sistem demokrasi karena dinamika dan situasi masa lalu di awal kemerdekaan Indonesia,” ujar Hendri. Selanjutnya Hendri menjelaskan ada tiga demokrasi yang sudah pernah diterapkan di Indonesia baik pada masa orde lama, orde baru hingga masa saat ini (Pasca reformasi). “Indonesia pada masa orde lama di bawah kepemimpinan Soekarno pernah menerapkan Demokrasi terpimpin, lalu berubah menjadi demokrasi liberal pasca perubahan sistem pemerintah Indonesia yang berubah menjadi Republik Indonesia Serikat. Lalu berubah kemudian seiring berubahnya sistem pemerintahan dengan menerapkan sistem Demokrasi Pancasila hingga saat ini,” papar Hendri.

 

 

 

Dalam pengejawantahan (perwujudan) demokrasi, Indonesia melakukan pesta Demokrasi melalui Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebagai sarana dari kedaulatan rakyat itu sendiri. “Indonesia sudah melakukan setidaknya 12 kali pemilu, pemilu pertama dilaksanakan pada tahun 1955 dan yang terakhir pada tahun 2019 yang lalu. Sementara itu Pilkada pertama kali yang dipilih langsung oleh rakyat dimulai pada tahun 2005 tepatnya di Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Sebelum tahun 2005 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh DPRD,” jelas Hendri.

 

Sementara pelaksanaan Pilkada di Humbahas sudah dilaksanakan empat kali, tahun 2005, 2010, 2015 dan 2020. Dari hasil Pilkada tersebut melahirkan dua sosok pemimpin, yakni Maddin Sihombing Bupati tahun 2005 dan terpilih kembali pada tahun 2010. Selanjutnya Dosmar Banjarnahor yang juga dua periode, yang terpilih tahun 2015 dan 2020. “Menariknya Pilkada Humbahas selalu diisi dengan dinamika yang cukup panas, apalagi yang terakhir ini dengan fenomena calon tunggal melawan kotak kosong. Sebenarnya keduanya sah dalam undang-udang PMK 100/PUU-XII/2015 tentang legalitas Calon Tunggal Kepala Daerah dan UU No. 10/2016 “Pemilihan Dengan satu pasangan Calon” Pasal 54C,” jelas Hendri.

Tantangan dan harapan Demokrasi Indonesia adalah perlu ada regulasi untuk mengatur tata kelola pelaksanaan penyelenggara Demokrasi baik keterlibatan stakeholder, penyelenggara pemilu, dan pihak keamanan serta dukungan masyarakat pada umumnya. Dengan tujuan menciptakan hasil Pemilu yang kongruen dengan terpilihnya pejabat eksekutif yang mendapat dukungan legislatif supaya pemerintahan stabil dan efektif.

 

 

 

Marisi salah satu pemuda Humbahas menilai bahwa dalam pemilu yang harusnya pesta rakyat namun realitas yang terjadi sering kali rakyat hanya alat pemuas kekuasaan karena tidak ada pertanggungjawaban jelas dari oknum yang terpilih dalam pemilu. “Kecurangan dalam pemilu terkesan ditanggapi dengan tidak serius karena ketika kecurangan dalam pemilu yang sudah memenuhi syarat baik formil dan materil seringkali terhenti hanya pada proses penyelidikan saja,” kritik Marisi. Oleh karena itu Marisi, alumnus Fakultas Ilmu sosial dan Politik USU ini berharap gerakan seperti yang dilakukan oleh Stube HEMAT sangat bagus untuk tetap berkontribusi mempercakapkan demokrasi walau dimulai dari diskusi dan kelompok-kelompok kecil. Terus bergerak anak muda Humbang Hasundutan. 


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2023 (11)
 2022 (20)
 2021 (21)
 2020 (19)
 2019 (8)
 2018 (9)
 2017 (17)

Total: 105