Anak Pulau Bercerita

pada hari Senin, 22 Maret 2021
oleh Pdt. Eirene Grace Nanuru

Multiplikasi STUBE HEMAT Di Raja Ampat

 

 

Sejak Covid19 melanda sebagian belahan dunia, termasuk Indonesia, tidak luput bagian timur Indonesia, termasuk Kabupaten Raja Ampat di Papua Barat. Keadaan geografis Kabupaten Raja Ampat yang sebagian besar lautan dan transportasi dijangkau lewat laut  sangat mempengaruhi aktifitas kerja seseorang termasuk para pendidik. Di tengah pandemi Covid-19, pendidikan di Raja Ampat semakin memprihatinkan karena anak-anak tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, juga belum tentu ada guru. Pekerjaan rumah yang serius buat pemerintah daerah khususnya, untuk menata sistem pendidikan dengan keterbatasan guru, keadaan geografis, belum meratanya jaringan internet untuk 117 kampung di Kabupaten Raja Ampat, sementara entah kapan masa pandemi berakhir. Adakah metode belajar untuk anak-anak di pulau sehingga tetap bisa belajar meskipun tidak secara formal di sekolah? Harus ada cara agar anak tetap termotivasi belajar, termotivasi membaca dan menghitung. Bersama beberapa mahasiswa, multiplikator Stube HEMAT di Raja Ampat mencoba metode “Anak Pulau Bercerita” di beberapa kampung.

 

 

Di kampung Waipele di distrik Salawati Utara (12/03/2021). Masyarakat sangat antusias menyambut kegiatan ini, bahkan orang tua yang punya anak bersama-sama terlibat dan mendampingi anak-anak mereka, terutama yang belum bisa memegang alat tulis dan mewarnai gambar. Sambil mewarnai mereka menceritakan gambar yang diwarnai itu. Mince Inseruy dan Lenny Rumayom mahasiswa keguruan yang terlibat dalam kegiatan ini merasa gembira mendampingi anak-anak masyarakat kampung Waipele. Anak-anak usia kelas 2-4  sekolah dasar belajar berhitung dan mengenal huruf, mengucapkan abjad dalam bahasa Inggris, memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris. Kelompok ini didampingi Pdt. Grace Nanuru, multiplikator Stube HEMAT di Raja Ampat. Sementara  anak-anak usia kleas 5 dan 6 sekolah dasar diberi buku cerita anak dan diberi waktu membacanya. Selanjutnya mereka menceritakan kembali cerita tersebut didampingi seorang guru Sekolah Minggu. Ternyata anak-anak antusias dan penuh percaya diri menceritakan kembali apa yang sudah dibacanya.

Perjalanan selanjutnya adalah dari Sorong menuju Weiman-Batanta (17/03/2021). Sebelum ke Weiman, rombongan transit di Pulau Yenanas untuk menjemput teman-teman mahasiswa. Jarak tempuh memakan waktu kurang lebih 2 jam. Tak terduga ada 20 an anak dari Yenanas ikut serta ke Weiman. Kegiatan yang dilakukan mirip di Waipele, namun kegiatan di Weiman ini memerlukan 2 hari, karena ada kegiatan tambahan seperti story game (bermain sambil bercerita), doa bersama dan eksposur alam air terjun. Kegiatan ini tidak hanya bermanfaat bagi anak-anak, tetapi sekaligus melatih para mahasiswa peka atas permasalahan sosial yang ada dalam dunia pendidikan. Diharapkan kegiatan-kegiatan semacam ini mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kabupaten Raja Ampat. Jou Suba! ***


  Bagikan artikel ini