Di Mana Aku Berada, Kebun Pun Ada

pada hari Kamis, 2 Mei 2024
oleh Ningsih Rambu Nani, S.Pd

     

 

Sumba Timur, sebuah kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur, di Pulau Sumba, dengan 22 kecamatan yang didominasi padang dan pekarangan rumah yang luas, baik yang sudah dikelola maupun yang belum dikelola. Pada umumnya lahan-lahan tersebut ditanami pohon umur panjang (mahoni, cendana, jati, kelor, kelapa, jambu mete), dan sebagian ditanami tanaman semusim (jagung, kacang tanah, petatas/ubi jalar). Penduduk juga memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayuran dan buah-buahan, bahkan mereka juga memelihara bunga untuk mempercantik pekarangan rumah.

 

 

Kesukaan menanam juga menjadi hobi saya, Ningsih Rambu Nani, asal dari Mburukulu, Kecamatan Pahunga Lodu, sekitar 100 km dari Waingapu ke arah timur. Sekarang saya menjadi pendidik di SMP Negeri 1 Rindi, di Tanaraing, Kecamatan Rindi, dan saya tinggal di mess sekolah. Meski di mess, saya berusaha memanfaatkan pekarangan dengan membuat kebun seperti yang saya lakukan di rumah. Aktivitas ini tumbuh dengan motivasi yang saya temukan ketika kuliah di Sekolah Tinggi Teologia (STT) Gereja Kristen Sumba di Lewa, dan inspirasi yang saya dapatkan ketika mengikuti pelatihan Stube HEMAT Sumba. Berawal mendengar cerita dari teman tentang Stube HEMAT Sumba yang kegiatannya menambah pengetahuan dan membekali anak-anak muda yang kreatif dan inovatif, saya selanjutnya tertarik mengikuti pelatihan wirausaha membuat hiasan dari karang kering, rumah siput, dan cangkang kerang. Kegiatan tersebut sangat berkesan bagi saya dan sejak itu saya mulai jeli memanfaatkan barang-barang yang ada di sekitar menjadi sesuatu yang menarik.

 

 

Pengalaman kuliah dan berkegiatan di Stube HEMAT Sumba membuat saya berpikir untuk memanfaatkan yang ada di sekitar dengan dengan baik, salah satunya adalah memanfaatkan pekarangan rumah untuk berkebun sayur dan menanam bunga. Dua hal ini saya lakukan karena saya suka bunga dan bisa punya sumber sayuran sehingga tidak harus membeli kebutuhan sayuran. Saya menanam sawi, kangkung, kacang panjang, ubi kayu, buncis, tomat, cabe dan beberapa bumbu dapur, seperti bawang merah, kunyit, serei, lengkuas, kemangi, dan daun pandan, sementara pohon buah yang ditanam yaitu pisang dan pepaya.

 

 

Dalam proses ini, tantangan yang dihadapi adalah ayam-ayam yang kerap masuk ke kebun dan merusak tanaman, kesulitan mendapatkan jaring untuk memagari kebun dari ayam yang berkeliaran. Selain itu saya mengalami kesulitan mengatasi hama yang menyerang tanaman cabe, khususnya buah cabe, dari yang muda sampai buah siap panen menjadi busuk. Saat panen, sebagian dikonsumsi sendiri dan selebihnya dijual langsung dan ada yang dijual dalam bentuk produk olahan, seperti cabe menjadi sambal yang dipasarkan secara langsung maupun melalui media sosial.

 

 

Orang-orang merespon baik dan mendukung saya membuat kebun dan mengelola hasilnya, bahkan muncul branding kalau ada Ningsih pasti ada kebun sayur. Beberapa orang mengikuti jejak saya membuat kebun juga, terlebih pemerintah setempat mendukung dengan membuat kelompok dasawisma di desa Mburukulu, sehingga ini menjadi hal baik untuk saling mendukung bagi semua kalangan dari perorangan, kelompok masyarakat, maupun pemerintah dalam membuat dapur hidup guna memenuhi kebutuhan keluarga. Dari aktivitas ini saya bisa menikmati sayur segar dari hasil kebun sendiri, bahkan bumbu dapur tersedia saat dibutuhkan, terlebih rumah jauh dari kios dan pasar yang hanya buka di hari tertentu.

Akhirnya, saya mau ajak teman-teman muda memanfaatkan pekarangan untuk membuat kebun dan menanam beragasayuran, bumbu dapur, bunga, maupun pohon umur panjang. Yakinlah bahwa semua itu bermanfaat. ***

 

 


  Bagikan artikel ini