Anak Muda Pulau Yefman & Batik Ecoprint

pada hari Jumat, 8 Oktober 2021
oleh Pdt. Grace Nanuru, S.Th
 
 

 

Oleh : Pdt. Grace Nanuru, S.Th

 

 

 

 

Yang Muda yang Berkarya’ menjadi tema kegiatan pelatihan membatik Ecoprint. Semangat ini muncul dari sebuah slogan ‘Kalau bukan saya, siapa lagi dan kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalimat ini memotivasi generasi muda lebih berani melakukan sesuatu, mengekspresikan kreativitas dan berani tampil beda. Motivasi menjadi kekuatan untuk memulai dari diri sendiri dan selanjutnya mendorong lainnya untuk berkarya, khususnya meningkatkan sumber daya generasi muda di wilayah Raja Ampat.

 

 

 

 

Peningkatan kualitas sumber daya generasi muda menjadi fokus utama program multiplikasi Stube HEMAT di Raja Ampat melalui beragam kegiatan, salah satunya membatik ecoprint. Membatik ecoprint ini merupakan teknik membatik yang sederhana karena bahannya berasal dari lingkungan atau alam sekitarEcoprint sendiri berasal dari kata eco atau ekosistem yang berarti lingkungan hayati atau alam, dan Print artinya cetak, mencetak pola dedaunan dan merebusnya, mirip seperti pembuatan batik, sehingga sering disebut ‘batik ecoprint. Bahan-bahan yang digunakan berupa dedaunan, bunga, dan ranting yang berasal dari alam, tanpa bahan kimia sintetis, yang membuat batik ini ramah lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran air, tanah maupun udara, karena pewarnaan kain menggunakan bahan-bahan alamiTak kalah menarik, peserta pelatihan membatik ecoprint adalah anak muda di Pulau Yefman yang bersemangat tinggi untuk belajar hal baru, bahkan beberapa ibu-ibu pun bergabung dan ikut mempraktekkan batik ecoprint yang diadakan di kampung Yefman Timur dan diikuti delapan belas peserta (Kamis, 7/10/2021).

 

 

Kegiatan ini memiliki tujuan: 1) melatih kreativitas mahasiswa dan pemuda di Kampung  Yefman Timur; 2) para mahasiswa dan pemuda belajar membuat motif pada kain dengan menggunakan bahan-bahan alami di sekitar mereka dan mudah didapat; 3) pemuda menyadari untuk terus mengasah kreativitas walaupun dalam masa pandemi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatanMultiplikator Stube HEMAT di Raja Ampat melibatkan beberapa mahasiswa dari Raja Ampat yang sudah mengikuti kegiatan Stube HEMAT sebelumnya, sehingga mereka semakin memahami kegiatan-kegiatan Stube HEMATPendamping Pemuda Efata YefmanFera Karet menanggapi positif kegiatan ini dan akan mempromosikan kain hasil ecoprint di hari Minggu 10 Oktober dan mengembangkan batik ecoprint bersama kelompok PKK Yefman bersama multiplikator.

 

 

Di sela kegiatan, Pdt. Grace Nanuru, Multiplikator Stube HEMAT di Raja Ampat menanyakan harapan pemuda pulau Yefman setelah mengikuti pelatihan ini dan terungkap bahwa mereka merasakan manfaat pelatihan dan akan menindaklanjuti pembuatan batik ecoprint dan berharap ke depan kegiatan Stube HEMAT terus melibatkan mereka, seperti yang diungkapkan oleh Hilda Mnusefer. Multiplikator juga memaparkan kegiatan Kemah Kerja yang akan dilaksanakan di pulau Sagawin, 25-28 Oktober 2021. Sedangkan mahasiswa aktivis Stube HEMAT di Raja Ampat yang mendampingi multiplikator tertarik untuk melanjutkan kegiatan ini di Yenanas, kampung mereka, selain itu, mereka mulai berani untuk tampil dan menyampaikan pengalaman mereka di Stube HEMAT kepada peserta, dan muncul pemikiran kritis apa yang bisa dilakukan ke depan demi pengembangan sumber daya generasi muda Raja Ampat.

 

 

Harapan besar dari program Multiplikasi Stube HEMAT di Raja Ampat adalah generasi muda Raja Ampat menjadi anak-anak muda yang mampu membangun daerahnya dengan karya dan mengembangkan kreativitas memanfaatkan potensi yang ada di sekitar mereka. Generasi muda Raja Ampat, yang muda yang berkarya, pasti bisa! ***


  Bagikan artikel ini

Tambur: Membangun Kebersamaan Kehidupan

pada hari Minggu, 8 Agustus 2021
oleh Stube HEMAT

Oleh: Stube HEMAT

 

Tambur merupakan alat musik akustik yang biasa dipakai saat acara adat seperti acara penyambutan tamu yang datang ke kampung atau pun saat pihak pemerintah berkunjung. Alat musik ini merupakan alat musik khas dari Kabupaten Raja Ampat dan bahkan sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai  bagian dalam festival Suling Tambur yang dilaksanakan setiap tahun. Festival ini mengungkap eksotisme laut Raja Ampat dan sisi budaya tradisional Raja Ampat yang kental.

 

 

Mulai tanggal 21 Juli 2021 pemuda kampung Kapatlap, Distrik Salawati Utara, mulai mengerjakan alat musik tradisional tambur ini. Kegiatan tersebut menjadi salah satu usaha positif dan produktif di saat pandemi karena pekerjaan berkaitan sektor pariwisata belum hidup kembali bahkan bisa dikatakan sudah mati. Pembuatan alat ini menjadi persiapan festival Suling Tambur yang akan diadakan dengan melihat saat situasi sudah memungkinkan.

 

 

Proses awal dimulai dengan memilih beberapa pohon besar untuk dipotong sebagai bahan dasar bentuk tambur yang cukup besar. Setelah itu kayu tambur tersebut direndam di dalam air di sungai, selama hampir 2 minggu. Sambil menunggu proses merendam kayu, para pemuda Kapatlap tersebut mulai berburu hewan Lao-Lao sejenis Kanguru yang akan dimanfaatkan kulitnya sebagai kulit penutup tambur. Kegiatan berburu dilakukan di hutan Wayar selama 2 hari (29-30/07/2021) sehingga perlu menginap di hutan tepi pantai menggunakan tenda terpal yang praktis. Multiplikator Stube HEMAT di Raja Ampat, Pdt. Grace Eirene Nanuru pun terlibat dalam kegiatan tersebut untuk memastikan bahwa tindakan tersebut tidak merusak habitat hewan dan keseimbangan lingkungan hutan dengan berburu secukupnya, bukan sebuah eksploitasi.

 

 

 

 

Pengerjaan pembuatan tambur dilanjutkan masuk proses ketiga (4/08/2021) yaitu pengambilan kayu tambur dari sungai. Setelah diangkat maka kayu-kayu tersebut memasuki proses pengikisan, dirapikan, penggambaran motif dan pengecatan. Proses terakhir adalah penjahitan kulit kanguru pada tambur, proses ini dilakukan setelah kulit tambur benar-benar kering. Setelah selesai semua akan dilaksanakan pawai atau karnaval tambur keliling kampung sebagai bentuk sukacita dan menghidupkan kembali rasa persaudaraan dan saat orang-orang keluar dan menari bersama. Membangun rasa kebersamaan sangat penting untuk menyatukan visi-misi kehidupan ke depan. ***

 


  Bagikan artikel ini

Ko Jaga Sa, Sa Jaga Ko: Generasi Sehat, Raja Ampat Unggul

pada hari Kamis, 5 Agustus 2021
oleh Pdt. Grace Nanuru

Ko Jaga Sa, Sa Jaga Ko: Generasi Sehat, Raja Ampat Unggul

 

 

Oleh: Pdt. Grace Nanuru

 

 

 

 

Masa pandemi Covid-19 yang berkepanjangan membutuhkan kerjasama dari semua pihak untuk meredakan laju infeksi virus bahkan bersama-sama menghentikannya. Program multiplikasi Stube HEMAT di Raja Ampat bersama mahasiswa, terpanggil ikut serta mempromosikan hidup sehat dan mengajak masyarakat untuk vaksin sebagai upaya untuk menumbuhkan kekebalan aktif pada tubuh agar dapat mencegah atau mengurangi infeksi yang disebabkan oleh virus.  Selaku seorang pendeta, multiplikator Stube HEMAT juga bekerja di ranah rohani dengan mengangkat tema ‘Apa kata Iman untuk menjaga Imun Kita?

Kegiatan yang dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2021 ini bertujuan:

  1. Meletakan dasar pada Generasi muda dan mahasiswa untuk peka terhadap persoalan sosial yang terjadi di masyarakat, terutama menyangkut kesehatan masyarakat dan dalam situasi pandemi saat ini.
  2. Mahasiswa dan pemuda sebagai motor penggerak dapat membantu  mengarahkan masyarakat untuk mencari informasi  yang benar tentang vaksin dan bagaimana sudut pandang iman Kristen.
  3. Masyarakat dapat menyadari dan berkomitmen hidup sehat.

 

 

 

Sebagai bentuk sinergi, kegiatan ini bekerjasama dan mendapatkan respon baik dari Kepala Puskesmas dan tim medis Puskesmas Samate, dan pihak Koramil Samate. Baru kali ini ada perhatian dan kegiatan seperti ini yang mencakup sosialisasi program kesehatan oleh Multiplikator Stube HEMAT dengan tema ‘Generasi Sehat Raja Ampat Unggul’ dengan slogan bahasa sehari-hari Papua Ko Jaga SaSa jaga Ko’, yang berarti  ‘kamu menjaga saya dan saya menjagamu.

Dalam kegiatan tersebut Kepala Puskesmas Samate, Mantri Frans Klasin menjelaskan  situasi pandemik dan bagaimana menjaga diri kita dan kenapa vaksin itu diperlukan oleh tubuh. Kegiatan dimulai pukul 07.00 WIT hingga pukul 14.00 WIT, bertepatan dengan vaksinasi tahap kedua dan diikuti oleh seluruh masyarakat yang ada di distrik Salawati Utara dan  Salawati Tengah (Waipele, Kapatlap, Samate, Waidim, Waimicu, Warirsapo, Kalobo, Yefman, dan Wajan).

 

 

Tim multiplikasi Stube HEMAT di Raja Ampat melakukan beberapa kegiatan, yaitu: 1) Sosialisasi kegiatan dan arahan Kepala Puskesmas, 2) Pembagian masker, 3) Pembagian vitamin, 4) Membagi kue ketika masyarakat tiba di lokasi vaksin, dan 5) Membagi bubur kacang hijau bagi peserta yang sudah melakukan vaksin sambil menunggu hasil observasi selama 30 menit.

Dengan perlakuan dan pendekatan yang tepat, diharapkan tingkat kesadaran masyarakat atas kesehatan terutama untuk menerima vaksinasi di masa pandemi Covid-19 akan semakin meningkat. ***


  Bagikan artikel ini

Menjangkau Anak Muda Di Kalobo Dan Yefman

pada hari Selasa, 22 Juni 2021
oleh Trustha Rembaka

Menjangkau Anak Muda Di Kalobo Dan Yefman

 

 

(Program Multiplikasi Stube-HEMAT di Raja Ampat)

 

Oleh: Trustha Rembaka

 

 

 

Kabupaten Raja Ampat yang terdiri dari 117 kampung berada di pulau-pulau di kawasan seluas 46.108 km2. Kawasan dengan jangkauan yang sangat luas ini 89% terdiri dari lautan sehingga alat transportasi laut menjadi kebutuhan utama untuk mobilitas penduduk maupun barang dari pulau ke pulau lainnya. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dalam membangun daerah, juga masyarakat untuk beraktivitas memenuhi kebutuhan pribadi, pendidikan, ekonomi dan lainnya, karena biaya transportasi yang besar. Tidak mau kalah dengan keadaan dan membiarkan daerah ini terus berada dalam ketertinggalan, seluruh komponen terus berupaya apa yang bisa dilakukan untuk memperhatikan keadaan masyarakat di sana.

 

 

Program multiplikasi Stube HEMAT  Raja  Ampat menemukan keberadaan mahasiswa dan anak muda Kristen dan bekerja untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia meskipun kegiatan ini membutuhkan proses yang panjang agar tujuan mulia dari program bisa tercapai. Wajar apabila Multiplikator terus melakukan pendekatan secara kontinyu ke beberapa kampung untuk memperkenalkan Stube HEMAT dengan melibatkan mahasiswa asal Raja ampat yang sudah beberapa waktu terlibat dan berpartisipasi dalam beberapa kegiatan Stube HEMAT di lingkungan Salawati Utara, Salawati Tengah, Batanta dan Waisai sebagai ibukota kabupaten Raja Ampat. Pdt Grace Nanuru, S.Th., sebagai Multiplikator Stube HEMAT di Raja Ampat terus bekerja memperkenalkan Stube HEMAT dan program-programnya, sekaligus menyampaikan program pemuda gereja termasuk mahasiswa. Harus diakui beberapa kendala kegiatan seperti kurang motivasi, prioritas anggaran, dan komunikasi antar wilayah, sehingga penting adanya prioritas kerja untuk wilayah ini.

 

 

Selama bulan Mei dan Juni, Multiplikator menggunakan perahu sederhana untuk mengunjungi kampung-kampung yang ada, dan harus cermat ‘membaca’ cuaca di lautan, salah satu kunjungan adalah ke kampung Wailen, Kalobo di distrik Salawati Tengah. Kampung ini memiliki jumlah penduduk lebih dari lima ribu jiwa dan mayoritas penduduk beragama Islam dan sebagian besar adalah transmigran dari pulau Jawa bertahun-tahun yang lampau. Secara geogafis daerah ini memiliki dataran yang luas dan subur sehingga pertanian potensial untuk dikembangkan. Tercatat hanya ada satu gereja, yaitu GKI di Tanah Papua. Sedangkan di pulau Yefman yang terdiri dari Yefman Barat dan Timur, sebagian besar penduduk beragama Islam dan hanya sebagian kecil yang beragama Kristen. Pemuda gereja termasuk mahasiswa di kedua tempat itu didampingi oleh seorang pendamping dari majelis gereja. Mereka sangat antusias terhadap perhatian dan kegiatan Stube HEMAT dan bersedia untuk melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan dalam program Multiplikasi Stube HEMAT di Raja Ampat berikutnya.

 

 

Melalui kegiatan Stube HEMAT bersama pemuda gereja dan mahasiswa, sumber daya manusia khususnya generasi muda Raja Ampat akan semakin meningkat dan mampu mengembangkan diri dengan potensi yang ada di sekitar mereka. Jou Suba***


  Bagikan artikel ini

Anak Pulau Bercerita

pada hari Senin, 22 Maret 2021
oleh Pdt. Eirene Grace Nanuru

Multiplikasi STUBE HEMAT Di Raja Ampat

 

 

Sejak Covid19 melanda sebagian belahan dunia, termasuk Indonesia, tidak luput bagian timur Indonesia, termasuk Kabupaten Raja Ampat di Papua Barat. Keadaan geografis Kabupaten Raja Ampat yang sebagian besar lautan dan transportasi dijangkau lewat laut  sangat mempengaruhi aktifitas kerja seseorang termasuk para pendidik. Di tengah pandemi Covid-19, pendidikan di Raja Ampat semakin memprihatinkan karena anak-anak tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, juga belum tentu ada guru. Pekerjaan rumah yang serius buat pemerintah daerah khususnya, untuk menata sistem pendidikan dengan keterbatasan guru, keadaan geografis, belum meratanya jaringan internet untuk 117 kampung di Kabupaten Raja Ampat, sementara entah kapan masa pandemi berakhir. Adakah metode belajar untuk anak-anak di pulau sehingga tetap bisa belajar meskipun tidak secara formal di sekolah? Harus ada cara agar anak tetap termotivasi belajar, termotivasi membaca dan menghitung. Bersama beberapa mahasiswa, multiplikator Stube HEMAT di Raja Ampat mencoba metode “Anak Pulau Bercerita” di beberapa kampung.

 

 

Di kampung Waipele di distrik Salawati Utara (12/03/2021). Masyarakat sangat antusias menyambut kegiatan ini, bahkan orang tua yang punya anak bersama-sama terlibat dan mendampingi anak-anak mereka, terutama yang belum bisa memegang alat tulis dan mewarnai gambar. Sambil mewarnai mereka menceritakan gambar yang diwarnai itu. Mince Inseruy dan Lenny Rumayom mahasiswa keguruan yang terlibat dalam kegiatan ini merasa gembira mendampingi anak-anak masyarakat kampung Waipele. Anak-anak usia kelas 2-4  sekolah dasar belajar berhitung dan mengenal huruf, mengucapkan abjad dalam bahasa Inggris, memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris. Kelompok ini didampingi Pdt. Grace Nanuru, multiplikator Stube HEMAT di Raja Ampat. Sementara  anak-anak usia kleas 5 dan 6 sekolah dasar diberi buku cerita anak dan diberi waktu membacanya. Selanjutnya mereka menceritakan kembali cerita tersebut didampingi seorang guru Sekolah Minggu. Ternyata anak-anak antusias dan penuh percaya diri menceritakan kembali apa yang sudah dibacanya.

Perjalanan selanjutnya adalah dari Sorong menuju Weiman-Batanta (17/03/2021). Sebelum ke Weiman, rombongan transit di Pulau Yenanas untuk menjemput teman-teman mahasiswa. Jarak tempuh memakan waktu kurang lebih 2 jam. Tak terduga ada 20 an anak dari Yenanas ikut serta ke Weiman. Kegiatan yang dilakukan mirip di Waipele, namun kegiatan di Weiman ini memerlukan 2 hari, karena ada kegiatan tambahan seperti story game (bermain sambil bercerita), doa bersama dan eksposur alam air terjun. Kegiatan ini tidak hanya bermanfaat bagi anak-anak, tetapi sekaligus melatih para mahasiswa peka atas permasalahan sosial yang ada dalam dunia pendidikan. Diharapkan kegiatan-kegiatan semacam ini mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kabupaten Raja Ampat. Jou Suba! ***


  Bagikan artikel ini

Apa Yang Bisa Saya Kerjakan di Masa Muda (Raja Ampat di Tengah Tantangan Global)

pada hari Senin, 15 Februari 2021
oleh adminstube

 

 

Di tengah gempuran tantangan global, mahasiswa dan pemuda Raja Ampat diajak untuk mempersiapkan diri dengan melakukan refleksi bersama (11-12/02/2021) sambil melihat potensi yang ada di sekitarnya, khususnya di pulau Sagawin yang berada di wilayah pemerintahan kampung Kaliam, distrik Salawati Barat, lingkungan Batanta, kabupaten Raja Ampat. Mengapa di pulau Sagawin? Di pulau ini terdapat patung Yesus memberkati setinggi 20 meter, yang diresmikan pada tanggal 18 Oktober 2015 oleh Menteri Dalam Negeri waktu itu Tjahyo Kumolo. Sayang, sampai sekarang lokasi ini belum mendapat perhatian sepenuhnya dari pemerintah daerah maupun oleh Klasis gereja. Bahkan terkesan terbengkalai, padahal tempat ini memiliki potensi wisata yang luar biasa, bisa menjadi aset baik bagi gereja maupun pemerintah daerah kabupaten Raja Ampat. Lokasi patung Yesus memberkati merupakan situs penting setelah pulau Mansinam karena dibangun dengan memperhatikan sejarah pekabaran Injil di Tanah Papua. 

 

 

 

Kegiatan di pulau ini dikhususkan bagi mahasiswa dan pemuda gereja supaya mendapat motifasi beraktifitas dan melatih kepekaan untuk peduli terhadap lingkungan dan juga membuka wawasan pemuda yang ada di lingkungan Batanta bahwa mereka punya potensi daerah untuk dikembangkan terlebih menghadapi tantangan global. Terhitung ada 33 pemuda dari kampung Kaliam, 27 dari Wailebet, 25 dari Yenanas, 15 dari Weiman dan 7 orang dari Kapatlap, ditambah masyarakat kampung Kaliam. Dalam kegiatan ini multiplikator juga menjalin kordinasi dengan kepala Kampung Kaliam dan BABINSA setempat di kampung Wailebet yang berhadapan langsung dengan pulau Sagawin

 

 

 

Setelah pengenalan program multiplikasi Stube HEMAT di Raja Ampat, Apa yang bisa saya kerjakan di masa muda?” menjadi topik utama yang menggugah pemikiran menghadapi tantangan dan persaingan global. Sebagai pemantik refleksi, multiplikator dibantu oleh Pdt. Theo Tumanserry, S.Th (Ketua Jemaat Betesda Wailebet) dan ketua Kelompok Kerja Pemuda Klasis Raja Ampat Tengah. Selain diskusi dan sharing, juga dilakukan ibadah meditatif di lantai 2 di kaki patung Yesus.

 

Arus laut cukup kencang karena angin di bulan-bulan awal tahun, tetapi tidak menyurutkan peserta untuk berkumpul dan berkegiatan.  Kegiatan ini sederhana tetapi memberi dampak luar biasa menjangkau mahasiswa dan anak muda untuk berinteraksi dan memikirkan dirinya dan masa depan. Selamat berproses! ***


  Bagikan artikel ini