Embung untuk Ketersediaan Air di Lewa

pada hari Sabtu, 25 Mei 2024
oleh Jufri Adi Papa.

         

 

 

Tinggal di kampung Tanarara, Lewa, Sumba Timur merupakan suatu anugerah karena memiliki kawasan tanaman pangan khususnya padi. Secara geografis, sebagian besar kawasan Lewa berupa tanah datar dan sebagian kecil berbukit. Saya Jufri Adi Papa, sebagai seorang muda yang lahir dan besar di kampung ini tentu mengenal karakteristik daerah sendiri yang dijuluki sebagai sentra padi di Sumba Timur. Saat ini saya bekerja wirausaha dengan membuka kios alat tulis, fotocopi dan percetakan.

 

 

Seiring perjalanan waktu, produksi padi yang saya kerjakan mengalami tantangan karena cuaca tidak menentu yang berpengaruh pada musim tanam. Ada kalanya lahan sudah siap dan bibit sudah siap tanam, tetapi hujan tidak kunjung tiba. Ada dua pilihan, tetap menanam dengan resiko gagal karena tidak ada air, atau menunda penanaman bibit dengan resiko bibit rusak dan mundurnya jadwal panen. Keadaan ini juga dialami oleh masyarakat lainnya.

Situasi di atas memicu saya berpikir bagaimana menjawab masalah ini. Dari bekal pengetahuan dan keterampilan yang saya pelajari dalam pelatihan Pertanian, Analisis Sosial, dan topik lainnya di Stube HEMAT Sumba, juga yang saya pelajari di kampus, saya belajar mengamati kawasan tempat saya tinggal. Saya mencatat ada ketidakstabilan cuaca (curah hujan yang kurang), tidak meratanya air dari saluran irigasi ke  semua lahan pertanian yang ada, dan kebiasaan paska panen padi dengan tidak mengolah lahan lagi, karena produksi padi satu kali dalam satu tahun.

Dari pemikiran di atas, muncul gagasan membuat sebuah penampungan air atau embung sebagai alternatif cadangan air ketika air dibutuhkan saat masa tanam, selain itu, produksi bisa meningkat dengan dua musim tanam dalam satu tahun. Artinya, dengan adanya embung, kebutuhan air akan selalu tersedia dan beragam tanaman potensial bisa dikembangkan seperti padi dan hortikultura, selain itu juga menjaga produktivitas lahan baik di musim hujan maupun kemarau, lebih-lebih embung bisa dipakai untuk budidaya ikan.

 

 

Akhirnya saya mulai bergerak memulai membuat embung di kampung saya, Tanarara. Posisi embung berada di titik dimana air bisa mengalir dengan lancar karena gravitasi, sehingga lebih hemat listrik kalau memakai pompa. Saya menyewa excavator selama satu hari, sekitar delapan jam kerja, untuk menggali embung dengan ukuran 30 meter x 30 meter dengan kedalaman satu sampai dua meter.

 

 

Ternyata banyak yang mendukung dalam pembangunan embung ini selain keluarga sendiri, sehingga saya semakin termotivasi untuk merampungkannya. Tahap awal adalah pembuatan kolam dan pembenihan 100 ekor indukan ikan nila. Tahap selanjutnya merupakan proses perpipaan, mesin pompa dan bak distribusi air untuk tanaman padi dan hortikultura. Di tepi embung ditanam terong dan sayuran lain sehingga ada hasil yang bermacam-macam.

 

Saat ini saya masih dalam proses belajar dan mengerjakan embung, tetapi saya tidak patah semangat. Saya berharap keberadaan embung ini membantu kelancaran irigasi lahan padi saya, mendukung berkembangnya produksi sayuran, dan berdampak baik bagi banyak orang, seperti menjadi inspirasi untuk memanfaatkan secara produktif lahan pertanian yang ada. Selain itu, keberadaan embung ini diharapkan mendapat perhatian pemerintah setempat dan mendukung upaya pengembangan pertanian. Semoga Sumba semakin berkembang! ***


  Bagikan artikel ini