Pangan merupakan kebutuhan pokok dalam hidup kita. Setiap hari kita memerlukan bahan pangan sebagai sumber nutrisi untuk menghasilkan tenaga, membentuk jaringan tubuh dan mengatur semua proses dalam tubuh. Ada berbagai macam jenis dan variasi bahan makanan dengan cara pengolahan yang berbeda-beda. Berikut ini saya sampaikan bahan pangan lokal dan cara pengolahannya di Kepulauan Aru tempat saya mengajar di SMP Negeri Nadai, Gardakau, Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.
Saya Natasya Derman, mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia, namun saya juga mengajar Prakarya karena belum ada guru mata pelajaran tersebut. Meskipun saya tidak memiliki latar belakang ilmu Prakarya, saya dituntut untuk mendalami materi mata pelajaran tersebut dan ternyata sangat menyenangkan dan memiliki nilai tersendiri karena melalui mata pelajaran Prakarya saya bisa membimbing siswa untuk berkreasi dalam mengolah pangan lokal sehingga siswa memiliki apresiasi dan daya cipta yang lebih baik terhadap potensi daerah setempat, misalnya tikar anyam dan tikar jahit, sisir bambu, sumpit, dan lain-lain. Dengan siswa mengenal potensi lokal, diharapkan karya khas budaya setempat tetap lestari dari generasi ke generasi. Selanjutnya siswa memiliki rasa cinta terhadap alam dengan melihat produk pertanian yang dihasilkan sehingga mereka terpanggil untuk melestarikan alam sekitar mereka. Kemudian, melalui pengolahan pangan siswa belajar bekerja sama satu sama lain, bertanggung jawab, giat, dan tekun sebagai wujud syukur kepada Tuhan. Munculnya pemikiran dan gagasan kreatif ini terasah ketika saya kuliah di Yogyakarta dan aktif dalam pelatihan organisasi pendampingan mahasiswa, Stube HEMAT Yogyakarta.
Saya memandu siswa memetakan bahan pangan apa saja yang mereka temukan di sekitar mereka, dan mereka menyebutkan bahan makanan pokok yang sering dijumpai di Gardakau antara lain, sagu, singkong, umbi-umbian dan beberapa jenis lainnya, seperti buah raja, buah pohon mangrove dan lain-lain. Penduduk biasanya mengolah bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari, sedangkan umbi-umbian ini diolah menjadi berbagai jenis makanan, misalnya, lamet, kerupuk, kolak, dan lain-lain. Selanjutnya, buah raja, salah satu tanaman yang tumbuh liar di hutan, memiliki bentuk buah bulat seperti telur ayam kampung, biasanya diolah menjadi onde-onde atau wajik. Kami baru saja membuat onde-onde dari buah raja.
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah praktek pengolahan makanan lokal, dari bahan mentah atau setengah jadi diolah menjadi makanan siap santap. Di sini siswa belajar cara pengolahan bahan pangan sesuai bahan dasar dan apa yang akan dibuat. Kami membuat kerupuk dari sagu yang membutuhkan waktu lebih dari satu hari. Awalnya kami membuat papeda, setelah papeda matang harus didinginkan terlebih dahulu dalam wadah yang bersih selama beberapa jam (5-10 jam), sampai benar-benar dingin. Kemudian adonan papeda diiris tipis seperti kerupuk udang, ditempatkan di nampan dan dijemur sampai kering. Setelah kering, potongan papeda tipis digoreng sampai mengembang seperti kerupuk udang. Kerupuk sagu biasanya memiliki rasa gurih dan renyah.
Kegiatan kedua, kami membuat papeda, sinoli, dan jepa. Proses pembuatan papeda sangat mudah jadi tidak membutuhkan waktu lama, setidaknya 30 menit, tergantung jumlah sagu yang digunakan. Cara pembuatan dengan merebus air hingga mendidih. Selanjutnya, air panas tadi disiramkan perlahan dalam wadah berisi sagu halus sambil diaduk hingga tercampur sempurna. Volume air panas tidak boleh melebihi takaran sagu atau pun kurang, sehingga papeda yang dihasilkan tidak terlalu encer dan tidak kental. Papeda biasanya dikonsumsi bersama kuah ikan kuning atau ikan rebus atau daging, bahkan bersama sayur juga bisa. Sedangkan Sinoli dibuat dari sagu lembab tapi tidak berair dan tidak encer. Sagu yang diaduk dalam wajan ini dicampur dengan kelapa parut dengan api kecil sampai matang merata. Proses pembuatan sinoli relatif singkat sehingga biasa untuk sarapan dan hidangan sore atau malam sebagai hidangan penutup. Sinoli biasanya disajikan bersama kopi hasil panen masyarakat setempat. Sementara pembuatan Jepa dari sagu yang lembab dicampur kelapa parut dan gula secukupnya, lalu dipanaskan di dalam wajan dengan nyala api sedang sambil diaduk sampai matang. Bentuknya pipih seperti kue dadar tapi lebih tebal dengan rasanya yang manis.
Para siswa nampak antusias dalam pengolahan pangan menjadi beraneka macam makanan. Dari yang awalnya hanya tahu mengkonsumsi dan belum pernah mengolah makanan, sekarang mereka menjadi tahu cara membuatnya. Ke depan, pengalaman ini menjadi pengetahuan tambahan bagi siswa untuk semakin mengenal kelebihan desa mereka dan mendapat manfaat darinya. Semangat yang mereka tunjukkan merupakan energi tambahan tersendiri bagi saya untuk terus mendampingi dan menemukan ide-ide baru demi generasi anak muda di Gardakau.***