Riri: Saya Pilih Jadi Pekerja Migran!

pada hari Senin, 1 April 2024
oleh Trustha Rembaka

         

 

Seorang perempuan, fresh graduate, menghadapi tantangan dalam mencari pekerjaan, apakah bertahan di kota tempat menempuh ilmu, atau kembali untuk bekerja di kampung halaman atau merintis wirausaha atau ada pilihan-pilihan lainnya

Saya Riri, seorang anak  muda dari Sumba Timur. Saya memilih bekerja di luar negeri, tepatnya di Hong Kong, karena mendapat income lebih besar dibandingkan dengan kerja di dalam negeri. Ini bukan tanpa alasan, saya harus membiayai pendidikan adik di kampung halaman dan menabung untuk membangun rumah meskipun kecil. Memang sebelum bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia, usai menyelesaikan kuliah di Yogyakarta, saya bekerja sebagai guru honorer di daerah asal saya, namun gaji yang didapat tidak mencukupi kebutuhan sendiri apalagi membiayai adik dan menabung, sehingga bekerja di luar negeri menjadi pilihan.

 

 

Bekerja di luar negeri menuntut standar tinggi, tidak saja kesiapan diri tapi juga kelengkapan administrasi. Selain kesiapan mental, keberanian, fisik dan spiritual, dari keluarga mendukung pilihan saya karena mereka percaya saya akan melakukan yang terbaik. Kemampuan bahasa asing menjadi penting, dan background saya lulusan bahasa Inggris sangat membantu. Ada tiga pilihan bahasa untuk bekerja di Hong Kong, yaitu bahasa Inggris, Mandarin atau Kanton. Saya memiliki pengalaman kerja di luar negeri, yaitu di Malaysia sehingga membantu kelolosan kerja di Hong Kong. Kelengkapan administrasi antara lain paspor, berkas-berkas penyalur tenaga kerja dan berkas-berkas kontrak kerja termasuk asuransi. Sebelum ke luar negeri, para calon pekerja mendapat pelatihan-pelatihan dari perusahaan penyalur tenaga kerja sehingga mereka benar-benar siap untuk bekerja di luar negeri.

 

 

Di Hong Kong saya mengerjakan pekerjaan domestik rumah tangga, membersihkan lantai, ruangan dan menemani anak-anak untuk belajar. Sering kali terjadi saya terlambat tidur karena harus menemani anak-anak belajar atau mengerjakan home assignment, dilanjutkan menyelesaikan pekerjaan rumah, baru bisa mandi dan tidur. Selain gaji, saya mendapat manfaat lain seperti tambahan kosakata bahasa setempat meskipun patah-patah, memasak makanan baru, dan mengenal budaya setempat. Saya masih tertarik untuk melanjutkan kontrak kerja karena ingin menyelesaikan rumah kecil yang sudah selesai pondasinya. Saya merasa senang ternyata di Hong Kong bertemu pekerja yang berasal dari daerah yang sama.

 

Berkaitan dengan perempuan dan dunia kerja, para pekerja migran perempuan di sini sudah mandiri dan semangat melanjutkan kerja di luar negeri jika masih diberi kesempatan oleh para majikan, apalagi secara umur masih cukup waktu untuk menunda pernikahan. Bagi kaum perempuan, dengan bekal pengetahuan dan informasi yang cukup, apakah bekerja di dalam negeri atau di luar negeri, beranilah mengambil pilihan  melangkah maju untuk bekerja dan meraih mimpimu.***


  Bagikan artikel ini