Oleh: Petrus Maure, S.Kom
Untuk mewujudkan rencana pembangunan suatu wilayah dengan baik maka sumber daya manusia menjadi penentu utama. Dalam pelaksanaanya maka diadakan manajemen pengelolaan melalui sistem pemerintahan. Setiap wilayah pedesaan mempunyai sumber daya yang sangat beragam dan potensial untuk mendukung kemakmuran setiap desa. Banyak hal yang menjadi hambatan dalam pemanfaatan dan pengelolaan setiap potensi alam yang ada untuk mencapai otonomi desa. Demi pemerataan pembangunan dari hulu ke hilir, maka pemerintah pusat mengadakan program dana desa sebesar 72 triliun, dengan berbagai skema pengguanaan anggaran sesuai potensi unggulan dari setiap desa.
Untuk sitem pembangunan desa, pada periode ini pemerintah pusat gencar menggunakan sistim SDGs Desa. Sistem ini digagas oleh PBB dengan tujuan seluruh masyarakat desa harus menjadi penerima manfaat, tidak ada yang terlewatkan. Kemajuan pembangunan tidak akan terhenti pada satu generasi tetapi berkelanjutan bagi generasi-generasi yang akan datang.
Poin utama dari SDGs Desa menurut A. Halim Iskandar ialah, “Mewujudkan desa tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, layak air bersih dan sanitasi, berenergi bersih dan terbarukan, infrastruktur dan inovasi sesuai kebutuhan, warganya sehat dan sejahtera, menerima pendidikan berkualitas, perempuan berpartisipasi, menumbuhkan ekonomi merata, konsumsi dan produksi sadar lingkungan, tinggal di pemukiman yang layak dan nyaman, tanggap perubahan iklim, peduli lingkungan laut dan darat, damai berkeadilan, dan bermitra membangun desa”.
Sesuai tema diskusi pada hari Minggu, 29 Agustus 2021 tentang sistem dan sumber daya di desa, yang bertepatan dengan Kegiatan Belajar dan Pengabdian Masyarakat (KBPM) mahasiswa semester 6 dan magang dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa semester 4 Fakultas Kimia dan Pertanian Universitas Tribuana (UNTRIB), kami membuka ruang untuk berdiskusi tentang tugas dan tanggung jawab sebagai kaum muda dalam membangun Indonesia melalui desa.
Sebagai bentuk kepedulian dan sinergitas, diskusi kali ini melibatkan organisasi daerah Alor Timur Laut – Kerukunan Mahasiswa Alor Timur Laut (KEMILAU) dan Pengamat Muda Ekonomi Desa, Samuel Atama, sebagai narasumber dan pemantik diskusi. Ada kelompok bimbingan belajar Yusuf Tande dan Pemuda Gereja, Alonso Tande, dan para mahasiswa mahasiswi KBPM, PKL yang sedang magang di Desa Air Mancur.
Marsel Maure selaku aktivis muda dan ketua KEMILAU dalam pembukaan diskusi lebih menekankan pada “tugas tanggung jawab pihak kampus dalam menjalankan fungsi penelitian dan pengembangan masyarakat”. Sebagai bentuk keseriusan dari diskusi, ia berharap ada poin rekomendasi agar bisa diteruskan ke UNTRIB dalam hal ini BEM dan BAPELITBANG.
Samuel Atama banyak mengulas “sistem pembangunan desa melalui prinsip desa membangun dengan membangun desa”. Bahasan ini menjadi menarik karena masih menjadi perdebatan dalam pelaksanaannya, karena warga desa melalui struktur yang ada memiliki wewenang penuh menjalankan pembangunan desanya. Modalnya tidak main-main, selain asset dan potensi yang ada di desa juga ditambah dana desa yang jumlahnya tidak main-main”.
Konsep Membangun desa adalah konsep lama, yang mana desa dianggap hanya sebagai obyek. Selama itu pembangunan desa ditentukan oleh struktur di atas desa yakni kecamatan, kabupaten dan provinsi. Desa, sebagai pemilik kedaulatan hanya berperan sebagai penonton. Akibatnya, pembangunan desa seringkali tidak sesuai kebutuhan dan sebagian besar meleset jauh dari target yang ingin dicapai.
Sebagai penjelasan tambahan, Samuel mempertanyakan peran kampus yang seharusnya ada dalam upaya pengembangan metode analisis yang kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil dalam produksi dan distribusi hasil produk kreatif UKM di desa.
Poin terakhir dari diskusi, dalam hal ini mahasiswa, kelompok kerja kreatif atau pun aktivis LSM yang menggerakan, mengerjakan, dan mengontrol pembangunan, harus lebih gencar membuat perubahan agar tujuan pembangunan dapat tercapai secara efektif dan efisien. ***