Oleh Petrus Maure, S.Kom.
Bersama Makris Mau, tenaga ahli pendamping desa kabupaten Alor, mahasiswa peserta camp di TSAP Sebanjar mendengar pemaparan terkait masalah pendidikan. Narasumber mengajak seluruh mahasiswa untuk merefleksikan pendidikan di desa. Apabila diamati saat berjalan ke kampung-kampung yang berada di desa, kemungkinan jam 10:00 WITA sekolah sudah tutup karena kekurangan guru. Mengapa bisa terjadi? Bukan tidak ada guru, tenaga pendidikan di Alor ini banyak, tetapi imbal jasa terhadap tenaga pendidik hampir tidak ada. Dibandingkan dengan di Papua, tenaga kontrak guru bisa mencapai dua jutaan rupiah, bahkan ada pihak swasta yang membantu perekrutan guru khusus mengingat pentingnya pendidikan untuk merubah suatu bangsa.
Narasumber mengajak mahasiswa mencermati sumber pendapatan masyarakat dan peruntukannya. Misalkan sumber pendapatan dari kemiri, vanili, ikan, ternak, tanaman pangan, dialokasikan untuk apa? Apakah untuk kesehatan, usaha mikro, pendidikan, atau pesta? Akan sangat menarik jika diteliti, karena kebanyakan masyarakat bekerja untuk konsumsi. Berkaitan dengan pelaku ekonomi, bisa dihitung berapa sebenarnya jumlah wiraswasta dan UMKM, berapa orang yang buka kios di kampung? Di perkotaan, sektor jasa berkembang sangat cepat, diisi dengan perdagangan dan kuliner, seperti di lapangan mini Kalabahi, namun pelakunya adalah orang yang merantau ke Alor. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi di daerah Alor itu sendiri.
Berbicara soal rantai pasar di Alor, diakui terlalu panjang sehingga petani tidak diuntungkan. Meskipun Alor kaya potensi perikanan tetapi tidak ada yang berinvestasi di bidang ini, berbeda dengan di Flores Timur, di sana ada pabrik ikan tuna yang sangat besar sehingga menyerap banyak tenaga kerja. Selanjutnya Alor memiliki potensi pariwisata yang belum digarap sendiri dengan bagus, misalkan pulau Kepa digarap orang dari Prancis, di pulau Pantar ada Jawa Toda yang digarap orang Jerman dan di Wolwal digarap orang Prancis, di Hirang digarap oleh orang asing juga. Pariwisata berhasil saat didorong oleh swasta dan pemerintah cukup jadi regulator, maka perlu menarik investor swasta ke Alor. Potensi pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dimiliki Alor juga tidak kalah dengan daerah lain, untuk itu narasumber berharap para mahasiswa terdidik kembali ke daerah asal dan bisa berkontribusi positif dalam pengembangannya dilengkapi dengan penguasaan teknologi digital.
Beberapa hal yang harus dibuat di desa untuk merespon hal-hal tersebut adalah: 1) kapasitas responsif, yaitu kepekaan untuk tanggap terhadap aspirasi masyarakat; 2) kapasitas ekstraktif masyarakat maupun pemerintah desa, yaitu kemampuan menggerakkan dan mengoptimalkan aset desa; 3) kapasitas regulatif, yaitu kemampuan untuk memahami regulasi pembangunan desa; 4) kapasitas distributif yaitu, kemampuan membagi sumber daya, siapa yang mampu bekerja di bidang pembangunan dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 5) kapasitas kolaboratif yaitu, kemampuan pemerintah desa dan warganya untuk membangun jejaring kerjasama.
Kapasitas-kapasitas inilah yang menjadi syarat agar peserta bisa membantu meningkatkan kemampuan pemerintah desa dan perangkatnya. Sejak sekarang ini kaum muda harus memahami potensi desa dan bagaimana mengembangkannya. ***