Pemahaman tentang perempuan dan anak masih sangat minim untuk masyarakat awam, dan secara teologis penyampaiannya juga masih terbatas. Hal ini menjadi sangat problematik karena banyak persoalan yang terjadi wilayah basis Kristen, seperti beberapa waktu di tahun ini kasus kekerasan seksual perempuan dan anak di wilayah kerja gereja makin marak. Hal ini harus menjadi perhatian serius dari lembaga gereja dan semua eleman di masyarakat agar bisa mencegah peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) di kabupaten Alor.
Sebagai bentuk perhatian akan masalah ini, Multiplikasi Stube HEMAT di Alor bermitra dengan kampus Universitas Tribuana, Program Studi Teologi bersama membangun pemahaman yang mendalam bagi teman-teman mahasiswa tentang KTPA. Kegiatan diselenggarakan dalam bentuk diskusi inklusif dengan tema “Perempuan dan Perspektif Kristen” (29/04/2023), bertempat di Kevinda Kafe -Mali.
Hadir sebagai narasumber, Eunike Molebila, M.Th, dosen Teologi sekaligus ketua Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UNTRIB. Dalam pembukaan, kegiatan perkenalan teman-teman mahasiswa diarahkan untuk bisa mengenal potensi dalam diri masing-masing lewat arti nama yang diberikan orang tua.
Dalam pemaparan lebih lanjut Eunike memberikan pemahaman tentang perempuan dan gender. Diskusi menjadi hangat saat teman-teman mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengartikan perempuan dan gender sesuai pemahaman mereka. Menurut Eben seorang peserta, “Perempuan adalah penyabar dan penasihat yang baik.” Sementara menurut Semu, “Perempuan dan laki-laki sama saja, hanya jenis kelamin yang membedakan.” Lebih lanjut untuk pemahaman dasar KTPA Eunike menjelaskan 4 hal, yaitu: seks, gender, pembakuan gender dan ketidakadilan gender.
Sesuai tema (Perempuan dan Perspektif Kristen), maka pemaparan lebih lanjut membahas peran perempuan dalam Alkitab. Dalam Alkitab ada dua hal yang berbeda, ada tokoh perempuan yang disebutkan dan tidak disebutkan. Di dalam silsilah Yesus Kristus ada perempuan yang disebutkan, yaitu perempuan pelacur, yang kemudian lahirlah Daud dan Yesus. Bisa dilihat di sini, ada peran yang positif dan juga ada tokoh-tokoh perempuan yang tidak disebutkan. Berbicara perempuan dalam Kristen, dulu perempuan mengambil peran di belakang mimbar, tetapi bersyukur bahwa di Sinode GMIT (Gereja Masehi Injili di Timor) sudah berubah, perempuan sudah diberikan kesempatan yang sama. Perempuan dalam tradisi Kristen sebenarnya sudah maju, tetapi mengapa beberapa gereja tertentu belum memberikan kesempatan kepada perempuan? Mereka beralasan bahwa perempuan-perempuan harus diam. Selanjutnya narasumber memberikan kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan harapan sebagai seorang perempuan dan laki-laki Kristen, ditulis di sebuah kertas kemudian ditempelkan di pohon harapan.
Materi lebih detail mengenai KTPA, disampaikan Therlince Loisa Mau, S.Pd, aktifis perempuan dan fasilitator gereja tanguh bencana. Pemateri melanjutkan bahwa ada beberapa hal yang harus dijaga yaitu pikiran, perkatan dan perbuatan. Apabila ketiga hal tersebut tidak dijaga dengan baik maka akan menjadi bentuk kekerasan. Peserta yang sudah dibagi dalam 5 kelompok menjelaskan makna kata yang telah dibagikan.
Kelompok pertama mendapat kata fisik. Menurut kelompok pertama kata ini berkaitan dengan tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki, kuat dan lemah. Kuat misalkan seorang Bapak melakukan kekerasan fisik kepada anak atau isterinya. Lemah misalnya, perempuan tertipu buaian, mendapat janji manis langsung lemah dan tergoda. Berkaitan dengan fisik, tendang, pukul, jambak, cubit, menolak, mendorong. Kelompok kedua dengan kata Psikis, dan kelompok-kelompok selanjutnya dengan kata Human Trafficking, Kekerasan Ekonomi, dan Kekerasan seksual.
Kata-kata tersebut erat dengan masalah-masalah yang terjadi di Alor. Di akhir diskusi, narasumber berharap peserta yang hadir dalam kegiatan ini menjadi surat hidup untuk saling mengingatkan terkait dengan kekerasan, kemudian ketika menemukan kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat atau yang mengalami bisa segera melaporkan langsung ke pihak berwajib. ***