Selamat Pagi dari Ufuk Timur Indonesia #3, Raja Ampat, Papua Barat
Kunci dan ciri dan tanda-tanda masyarakat yang tenteram dan damai bagi saya adalah gotong royong. Gotong royong karena di dalamnya ada hidup kebersamaan, saling membantu memperhatikan kebutuhan sesama "sangkul sinangkul ing bot repot". Selama kami di Raja Ampat mengunjungi 4 pulau, kami diantar oleh Pak Kahar. Pak Kahar sudah menggeluti pekerjaan melaut menjadi juru mudi speed boat sejak dia masih muda. Dia berasal dari Pulau Misool, Raja Ampat bagian selatan yang dikenal dengan arus ombaknya yang kuat, tak heran apabila Pak Kahar menjadi pelaut yang tangguh. Berbadan kekar dan sehat, Pak Kahar mampu bertahan dari terpaan angin, maupun hujan sepanjang perjalanan mengemudikan speed boat.
Pak Kahar seorang Muslim yang menikah dengan orang Kristen dari Pulau Salawati yang ditempati hampir 99% orang Kristen. Pak Kahar tetap menganut Islam sampai istrinya meninggal karena sakit kanker lidah. Beliau hidup nyaman dengan menjalankan imannya dan orang Kristen juga nyaman dalam beribadah. Anak-anaknya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan agamanya. Dari nama anaknya Yustus jelas nama Kristen yang satu Mustamin nama Muslim tetapi kedua anaknya bergereja. Memang agama adalah pilihan hidup, tidak boleh dipaksa untuk memilih karena itu adalah hak azasi yang paling azasi, adalah menentukan pilihan agama dan menjalankan ibadah.
Dari Raja Ampat kita belajar Hak Azasi Manusia yang paling azasi di situlah hukum kasih yang disabdakan Tuhan Yesus diterapkan Matius 22:37-40, ‘Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukun Taurat dan kitab para nabi”. Imanuel.***