Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung menyelenggarakan seminar bertema “Gereja Ramah Anak dan Perempuan” bertempat di gedung gereja GKSBS Batanghari wilayah Kutosari (28-29/10/2022). Kegiatan ini menjadi wahana belajar anak muda supaya memiliki perhatian dan peduli terhadap persoalan sosial kemanusiaan ketika beraktivitas di gereja dan masyarakat. Pada kesempatan ini, para peserta sekaligus diajak mengenal Lembaga Stube HEMAT, bagaimana perjalanan sejarahnya dan apa saja kegiatannya.
Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd, selaku Direktur Eksekutif Stube-HEMAT menyampaikannya dengan menarik lewat video dan beberapa video kegiatan Stube HEMAT yang diunggah di YouTube. Lembaga ini merupakan program pendampingan mahasiswa dengan motto H-idup, E-fisien, M-andiri, A-nalitis, T-ekun. Adapun logo yang dipakai, diambil dari cerita Alkitab mengenai seorang penjunan (pembuat gerabah) yang bekerja membentuk bermacam wadah, seperti tempayan dan kuali. Melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan peserta diharapkan berproses, dibentuk menjadi pribadi yang berkualitas. Dari pemaparan diketahui bersama bahwa awalnya Stube ada di Jerman dan pelayanan mahasiswa ini dibawa ke Yogyakarta dan saat ini berkembang di Sumba, Bengkulu, Alor, Raja Ampat, dan Lampung.
Dari video yang ditayangkan, peserta yang hadir bisa mengetahui bahwa salah satu topik yang dibahas di Stube HEMAT berkaitan dengan ketahanan pangan, dan ternyata bahwa ketahanan pangan Indonesia menurut Global Food Security Index (GFSI) mencapai level 61,4 di tahun 2020 dan menurun di level 59,2 di tahun 2021. Untuk itu anak muda harus berperan aktif di dunia pertanian, karena siapa yang akan bekerja sebagai petani kalau bukan generasi selanjutnya yang masih muda. Tanpa ada petani maka bisa dipastikan akan terjadi krisis pangan, karena anak muda jarang bercita-cita menjadi petani. Ariani bertanya kepada salah satu mahasiswa di pelatihan ini, “Berapa luas tanah milikmu?” Ia menjawab, “Setengah hektar.” Selanjutnya Ariani bertanya lagi, “Siapa yang mengolah, sendiri atau orang lain?” Ia menjawab, “Orang lain dan hasilnya dibagi dua.” Seandainya tanah itu diolah sendiri tentu hasilnya lebih banyak dari pada disewakan orang lain. Ada pepatah mengatakan satu biji ditanam maka akan menghasilkan berlipat-ganda.
Ada video yang menayangkan pengolahan bahan lokal seperti sorgum menjadi kue, lidah buaya menjadi minuman dan singkong menjadi beragam makanan. Selanjutnya peserta juga melihat bagaimana pemanfaatan buah kakao/coklat menjadi produk turunan yang berkualitas. Tanaman kakao sangat mudah dijumpai di Lampung dan memiliki peluang besar untuk dikembangkan menjadi usaha kreatif. Coklat bisa diolah menjadi minuman coklat dan dodol coklat. Selain dunia pertanian, bidang peternakan menawarkan potensi kambing Etawa yang bisa menghasilkan susu berkualitas, baik susu cair maupun susu bubuk dan juga permen susu. Selain video ketahanan pangan, peserta juga melihat video pemanfaatan air hujan untuk air minum dan cara mengolahnya melalui teknik elektrolisa air untuk menaikkan pH air yang baik untuk kesehatan.
Dari peserta yang hadir ada yang punya pengalaman memulai bisnis kecil dengan mengolah bahan lokal dan cara memasarkan. Dua hal ini memang tidak mudah, tetapi pengalaman menjadi bekal untuk masa depan. Produk makanan kecil berupa dadar gulung dari tepung beras dikemas menggunakan plastik mika dan dipasarkan dari kelas-ke-kelas di sekolah. Dengan modal sedikit tetapi hasil penjualan bisa menutup modal bahan dan menghasilkan lebih banyak lagi.
Dari tayangan dan pemaparan serta sharing bersama, ternyata kegiatan Stube HEMAT baik di Yogyakarta dan di Lampung cukup menarik dan cukup memotivasi peserta yang hadir dan terinspirasi lebih kreatif. ***