Awas, Bullying Juga Kekerasan

pada hari Minggu, 30 Oktober 2022
oleh Yolanda Egistia
Oleh Yolanda Egistia.          

 

Mengawali hari kedua Seminar Gereja Anti Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan yang diadakan  Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung (29/10/2022) peserta mendalami tentang bullying yang dipaparkan oleh Ariza Umami, S.H.M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Metro, Lampung.

 

 

Menurut Ariza, dalam bahasa Inggris istilah yang dipakai adalah ‘abuse yang berarti kekerasan dan penganiayaan, perlakuan yang salah untuk menyiksa. Kekerasan terhadap anak merupakan perilaku yang disengaja dan berbahaya bagi anak-anak secara fisik maupun psikisnya. Dampak dari bullying tidak hanya sehari dua hari, namun bisa mempengaruhi sepanjang hidup. Sikap tidak suka pada sesuatu atau seseorang adalah wajar, namun jika ketidaksukaan diekspresikan melalui perbuatan yang buruk, mengganggu atau membuat orang lain merasa terganggu, termasuk tindakan bullying. Bullying dapat berupa perilaku verbal atau fisik untuk mengganggu orang lain yang lebih lemah, menggoda secara verbal dan memanggil dengan nama yang tidak disukai, mendorong dan memukul, penolakan dan diskriminasi dari lingkungan sosial. Pelaku ingin mengontrol, mendominasi, dan tidak menghargai orang lain, biasanya sebagai balas dendam. Keluarga yang tidak harmonis memicu perilaku bullying yang mana justru dilakukan orang tuanya sendiri atau orang terdekat. Kekerasan anak berupa pengabaian sampai pemerkosaan dan pembunuhan.

 

 

Sebenarnya bullying berdampak negatif tidak saja pada korban namun juga pelaku dan orang yang menyaksikan. Pelaku akan cenderung bermasalah secara sosial bahkan kriminal. Saksi juga mengalami perasaan yang tidak menyenangkan dan tekanan secara psikologis, dan berpotensi menjadi korban dan bahkan pelaku. Jadibisa dibayangkan kompleks dampak jangka panjang bullyingOrang tua harus menjadi panutan bagi anaknya dan memahami serta menjaga dengan tidak diam saja ketika anaknya menjadi pelaku, korban atau saksi dari bullying.

 

Sebagai bahan kewaspadaan, narasumber menampilkan data kasus bullying, kekerasan pada anak dan perempuan di Lampung periode Januari-November 2021 ada 542 kasus dan kasus tertinggi ada di Kota Bandar Lampung dengan 149 kasus. Selanjutnya, kabupaten Lampung Tengah 113 kasus, Lampung Timur 44 kasus, Tulangbawang 38 kasus, Lampung Selatan 35 kasusPringsewu 23 kasus, Pesawaran 21 kasus,Tanggamus 18 kasus, Way Kanan 18 kasus, Metro 17 kasus, Lampung Utara 16 kasus, Pesisir Barat 16 kasus, Tulangbawang Barat 16 kasusMesuji 10 kasus, Lampung Barat 8 kasusNarasumber juga mengingatkan bahwa di tahun 2022 ada kecenderungan kasus meningkat.

 

 

Di sesi ini muncul pertanyaan peserta, jika saya melihat orang yang di-bully dan saya akan lapor, apakah saya akan kena hukuman? Narasumber menjawab,”Tidak, karena status saksi mendapat perlindungan  Undang-undang. Jadi jangan takut melapor jika ada tindakan bullying. Pertanyaan lain, ketika ada teman bercanda menyebut nama orang tuanya berupa ejekan, apakah itu termasuk tindakan kekerasan? Narasumber menjawab“Itu tergantung si korban merasa terima atau tidak, kalau tidak terima maka bisa dianggap melakukan tindakan kekerasan.”

 

Perbincangan ini membekali para peserta yang masih remaja tahu tindakan atau perilaku mana yang bullying atau bukan, dan bagaimana bersikap jika terjadi tindakan bullying di sekitar dengan melaporkan tindakan tersebut sebagai wujud perhatian dan perbuatan kasih kepada sesama. ***

 


  Bagikan artikel ini

Bagaimana Menjadi Gereja Ramah Anak dan Perempuan?

pada hari Minggu, 30 Oktober 2022
oleh Egis Apriyani
Oleh Egis Apriyani.          

 

Anak muda perlu memahami diri sendiri dan orang lain, karena hal ini akan membantu bagaimana bersikap terhadap orang lain khususnya terhadap anak dan perempuan. Terlebih sebagai generasi muda Kristiani, apa yang dilakukan mencerminkan bagaimana gereja berperan dalam pertumbuhan iman dan karakter anak mudanya. Untuk itu Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung mengajak anak muda untuk meningkatkan pemahaman dalam pelatihan “Gereja yang Ramah Anak dan Perempuan”, bertempat di GKSBS Kutosari, salah satu cabang GKSBS Batanghari (28-30/10/2022).

 

 

Pendeta Theresia T. Tahulending dari MPS GKSBS menyampaikan materi tentang kedudukan anak dan perempuan di dalam gereja (Sabtu, 29/10/2022). Narasumber memaparkan bahwa gereja dipanggil dan ditempatkan Tuhan di tengah dunia dalam rangka keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Inilah yang disebut dengan tugas panggilan gereja. Gereja memiliki peran penting memberi edukasi pola pengasuhan dalam keluarga, sekaligus menjadi wadah bagi anak dan remaja gereja memanfaatkan waktu luangnya secara positif, inovatif, kreatif, aman dan nyaman. Gereja juga berperan memberikan perlindungan bagi anak, perempuan, dan keluarga dari tindak kekerasan. Dari paparan tersebut, maka bisa dipahami bahwa gereja yang ramah anak dan perempuan adalah perwujudan dari Tritugas Gereja dan setiap anak dan perempuan berhak mendapat perlindungan dari pencabulan, kekerasan, pelecehan seksual, diskriminasi dan sebagainya dan hal ini sejalan dengan program pemerintah tentang perlindungan anak dan perempuan. Demikian pula gereja menjadi gereja yang terbuka terhadap ladang kesaksian dan membangun jejaring.

 

 

Narasumber melanjutkan bahwa dalam sejarah perjalanan gereja, posisi perempuan dan anak rentan karena dalam Alkitab dan tradisi gereja memuat ketidakseimbangan peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap lebih rendah, kelas dua, lemah, kurang mampu dan mudah dikuasai, sedangkan laki-laki memiliki kedudukan lebih tinggi, pihak yang berkuasa, sehingga laki-laki memiliki kesempatan lebih untuk memegang kekuasaan dan kepemimpinan. Selama berabad-abad tradisi gereja menggunakan konsep-konsep yang diperoleh dari beberapa bagian kitab suci dan menjadi dasar pemahaman tentang posisi perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Namun apabila kita kaji ulang, kedudukan dan peranan perempuan dalam Alkitab khususnya di Perjanjian Lama bisa ditemukan dua pemikiranKejadian 1 dan 2 menyatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dan mereka berhak untuk berperan serta, dan mengenai anak-anak, dinyatakan bahwa anak-anak bukan milik orang tuanya tetapi milik Tuhansebagai umat Tuhan, dan selanjutnya anak-anak sepenuhnya manusia dan diciptakan menurut gambar Allah.

 

Berkaitan dengan bentuk-bentuk apresiasi terhadap anak dan perempuan, Pdt. Theresia menyampaikan, antara lain dengan meningkatkan pendidikan iman bagi anak, ketersediaan fasilitas atau ruangan ibadah bagi anak supaya nyaman, melibatkan anak-anak dan perempuan dalam acara atau ibadah sesuai kapasitasnya dan memastikan jaminan hak yang sama dalam gereja.

 

Dari pelatihan ini, peserta menemukan pemahaman baru tentang anak dan perempuan, selain berhak mendapatkan perlindungan dari tindak pencabulan, kekerasan seksual, diskriminasi dan sebagainya, anak dan perempuan juga berhak mendapat layanan rohani di gereja. Teruslah maju dan berkiprah anak mudaperempuan dan anak dalam karya dan pelayanan. ***

 


  Bagikan artikel ini

Berani Lapor Jika Terjadi Kekerasan Terhadap Anak

pada hari Minggu, 30 Oktober 2022
oleh Marsya Indri Yani
Oleh Marsya Indri Yani.          

 

Tulisan ini adalah pengalaman saya mengikuti kegiatan Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung tentang Anti Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan di GKSBS Batanghari di wilayah Kutosari (29/10/2022). Saya Marsya Indri Yani dari Lampung Utara dan saat ini tinggal di Pondok Diakonia. Selain Multiplikator Stube HEMAT di Lampung, Pdt Theofilus Agus Rohadi, S.Th. dan pemuda remaja Pondok Diakonia dan warga gereja lainnya, hadir pula Pdt. Bambang Sumbodo (Board Stube HEMAT) dan Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd. (Direktur Eksekutif Stube HEMAT).

 

 

Materi Advokasi Hukum Terhadap Kekerasan disampaikan oleh Martin Tri Widodo, S.H., dari LBH Rakyat Lampung Timur. Ia memaparkan bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan, yang di dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusiagenerasi penerus sebuah bangsa dan negara, termasuk keberlangsungan gereja untuk menebarkan kebaikan dan kabar baik. Jadi, setiap anak berhak mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental dan sosial. Untuk itu perlu upaya perlindungan anak yang maksimal. Pesatnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memunculkan fenomena baru yaitu kekerasan seksual terhadap anak. Kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan serius dan kasusnya meningkat signifikan, yang mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak.

 

 

Dalam perlindungan terhadap anak ada asas-asas pokok, antara lain (a) non diskriminasi, menghargai perbedaan derajat atau tidak membeda-bedakan dasar agama, ras, etnis, suku bangsa, warna kulit, status sosial, ideologi, dan sebagainya, (b) prioritas pada kepentingan terbaik anak, (c) hak untuk hidup, keberlangsungan hidup dan berkembang, dan (d) penghargaan terhadap anak. Narasumber mengingatkan bahwa tanggung jawab melindungi dan menjamin perlindungan anak dari kekerasan bukan orang tua saja, tetapi juga negara dan masyarakat. Lalu, apa yang dilakukan jika terjadi kekerasan terhadap anak? Kejadian tersebut harus dilaporkan pada pihak berwenang dan yang berhak melaporkan adalah anak atau korban, orang tua anak korban, wali anak korban, masyarakat yang melihat atau mengetahui terjadinya pelanggaran kekerasan terhadap anak. Tetapi kita tidak bisa sembarangan melaporkan kejadian kekerasan, ada beberapa syarat untuk melaporkan pelaku, yaitu setiap orang yang terbukti melakukan kekerasan terhadap anak, setiap orang  yang menyuruh orang lain melakukan kekerasan terhadap anak, setiap orang yang turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, dan setiap orang yang membiarkan terjadinya kekerasan terhadap anak.

 

 

Berbicara tentang anak yang mengalami kekerasan, ada hak-hak anak yang melekat, yaitu diperlakukan secara manusiawi, dan ditempatkan terpisah dari orang dewasa, mendapatkan bantuan hukum atau didampingi advokat atau penasihat hukum, membela diri, dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan tertutup untuk umum. Narasumber mengingatkan bahwa ada larangan tetapi sering terjadi dan bahkan kita tidak menyadari kita melakukannya, yaitu (a) Perlakuan Diskriminasi, membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya atau bahasa, urutan kelahiran anak, status hukum anak, kondisi fisik, dan kondisi mental anak. (b) Perlakuan Eksploitasi, memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan. (c) Perlakuan penelantaran, mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya. (d) Perlakuan yang kejam, melakukan perbuatan keji, bengis, tidak menaruh belas kasihan kepada anak. (e) Perlakuan Kekerasan dan Penganiayaan, melukai atau mencederai anak, baik secara fisik, maupun secara mental dan sosial. (f) Perlakuan Ketidakadilan, berpihak ke anak yang satu dengan anak yang lainnya, atau sewenang-wenang terhadap anak.

 

Muncul pertanyaan peserta, jika seseorang melihat kekerasan atau mengalami kekerasan tapi saksi dan korban takut untuk melapor karena mendapat ancaman dari pelaku, apa yang harus dilakukan? Narasumber menjawab bahwa kita tidak boleh takut untuk melapor karena dilindungi hukum, dan pelaku akan mendapat hukuman tambahan karena pengancaman, jadi kita tidak perlu takut lagi untuk melapor.

 

Sesi ini mencerahkan peserta dan memberi bekal untuk menghargai kehidupan anak-anak, tahu bagaimana bertindak jika mengetahui kejadian kekerasan terhadap anak, atau mengalami sendiri perlakuan kekerasan. Mari kita bersama-sama melindungi generasi muda kita sebagai penerus bangsa dan gereja! ***

 


  Bagikan artikel ini

Pasal-pasal Perlindungan Perempuan dan Anak

pada hari Sabtu, 29 Oktober 2022
oleh Griya Y. Pratiwi
Oleh Griya Y. Pratiwi.          

 

Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung mengadakan kegiatan dengan topik Peace and Justice atau Perdamaian dan Keadilan, yang diadakan di Kutosari, salah satu cabang dari GKSBS Batanghari di Lampung Timur (29-30/10/2022). Sangat penting bagi anak muda untuk memahami kekerasan terhadap perempuan dan anak dan apa saja dampaknya bagi orang yang mengalami kekerasan. Seseorang yang mengalami kekerasan tidak hanya mengalami dampak pada fisik namun juga pada psikis atau mental yang bisa menyebabkan trauma. Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bisa berupa kekerasan seksual seperti pemerkosaan, kekerasan fisik, verbal atau ekonomi dengan tidak memberi nafkah.

 

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak yang dipaparkan oleh anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lampung Timur, memberi pengertian tentang kekerasan dan siapa yang dimaksud dengan korbanArti dari kekerasan adalah perbuatan atau tindakan penyalahgunaan fisik yang memiliki dampak buruk bagi korban, baik itu anak-anak, remaja, orang dewasa atau kekerasan terhadap orang lanjut usia. Lalu apa itu pengertian korban? Dari pengertian umum, korban merupakan orang, baik individu atau kelompok yang menderita kerugian, termasuk luka fisik, mental, penderita emosional, kerugian ekonomi, atau tercederai hak asasinya, melalui tindakan yang sengaja maupun tidak sengaja yang bertentangan dengan hukum.

 

Berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak, narasumber mengungkap bagaimana jika perempuan dan anak mengalami kekerasan, apakah ada pasal atau tindak pidana bagi pelaku?  Ada pasal-pasal untuk melindungi korban dan sanksi tegas bagi pelaku, misalnya di pasal 1 ayat 12 UU RI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 berisi tentang perlindungan anak, “Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.” Selanjutnya pasal 76 C berbunyi, “setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.” Dalam pasal ini sudah jelas bahwa ada perlindungan terhadap anak-anak dari kekerasan atau jika mereka diperlakukan tidak sesuai hukum.

 

Jika korban mengalami luka fisik, pelaku terkena hukuman dan denda yang telah ditentukan oleh Undang-undang, seperti dalam Pasal 80 ayat 1, “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)Ayat 2, “Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)Ayat 3, “Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Ayat 4, “Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.

 

Narasumber mengingatkan para stakeholder terus menggalakkan sosialisasi tentang anti kekerasan terhadap anak dan perempuan, supaya masyarakat semakin paham dan bertanggungjawab saling menjaga sehingga kekerasan tidak terjadi di masyarakat. Sesi ini menjadi pembelajaran dan menambah pengetahuan peserta seputar hukum yang berkaitan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Terima kasih program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung, terus berkiprah untuk memajukan masyarakat. ***

 


  Bagikan artikel ini

Stube-HEMAT: Membuat Muda-Mudi Lebih Kreatif

pada hari Sabtu, 29 Oktober 2022
oleh Felix Grace Tyas Moro
Oleh Felix Grace Tyas Moro.           

 

Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung menyelenggarakan seminar bertema “Gereja Ramah Anak dan Perempuan” bertempat di gedung gereja GKSBS Batanghari wilayah Kutosari (28-29/10/2022). Kegiatan ini menjadi wahana belajar anak muda supaya memiliki perhatian dan peduli terhadap persoalan sosial kemanusiaan ketika beraktivitas di gereja dan masyarakat. Pada kesempatan ini, para peserta sekaligus diajak mengenal Lembaga Stube HEMAT, bagaimana perjalanan sejarahnya dan apa saja kegiatannya.

 

 

Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd, selaku Direktur Eksekutif Stube-HEMAT menyampaikannya dengan menarik lewat video dan beberapa video kegiatan Stube HEMAT yang diunggah di YouTube. Lembaga ini merupakan program pendampingan mahasiswa dengan motto H-idup, E-fisien, M-andiri, A-nalitis, T-ekun. Adapun logo yang dipakai, diambil dari cerita Alkitab mengenai seorang penjunan (pembuat gerabah) yang bekerja membentuk bermacam wadah, seperti tempayan dan kuali. Melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan peserta diharapkan berproses, dibentuk menjadi pribadi yang berkualitas. Dari pemaparan diketahui bersama bahwa awalnya Stube ada di Jerman dan pelayanan mahasiswa ini dibawa ke Yogyakarta dan saat ini berkembang di Sumba, Bengkulu, Alor, Raja Ampat, dan Lampung.

 

 

Dari video yang ditayangkan, peserta yang hadir bisa mengetahui bahwa salah satu topik yang dibahas di  Stube HEMAT berkaitan dengan ketahanan pangan, dan ternyata bahwa ketahanan pangan Indonesia menurut Global Food Security Index (GFSI) mencapai level 61,4 di tahun 2020 dan menurun di level 59,2 di tahun 2021. Untuk itu anak muda harus berperan aktif di dunia pertanian, karena siapa yang akan bekerja sebagai petani kalau bukan generasi selanjutnya yang masih muda. Tanpa ada petani maka bisa dipastikan akan terjadi krisis pangan, karena anak muda jarang bercita-cita menjadi petani. Ariani bertanya kepada salah satu mahasiswa di pelatihan ini, “Berapa luas tanah milikmu?” Ia menjawab, “Setengah hektar.” Selanjutnya Ariani bertanya lagi, “Siapa yang mengolah, sendiri atau orang lain?” Ia menjawab, “Orang lain dan hasilnya dibagi dua.” Seandainya tanah itu diolah sendiri tentu hasilnya lebih banyak dari pada disewakan orang lain. Ada pepatah mengatakan satu biji ditanam maka akan menghasilkan berlipat-ganda.

 

 

Ada video yang menayangkan pengolahan bahan lokal seperti sorgum menjadi kue, lidah buaya menjadi minuman dan singkong menjadi beragam makanan. Selanjutnya peserta juga melihat bagaimana pemanfaatan buah kakao/coklat menjadi produk turunan yang berkualitas. Tanaman kakao sangat mudah dijumpai di Lampung dan memiliki peluang besar untuk dikembangkan menjadi usaha kreatif. Coklat bisa diolah menjadi minuman coklat dan dodol coklat. Selain dunia pertanian, bidang peternakan menawarkan potensi kambing Etawa yang bisa menghasilkan susu berkualitas, baik susu cair maupun susu bubuk dan juga permen susu. Selain video ketahanan pangan, peserta juga melihat video pemanfaatan air hujan untuk air minum dan cara mengolahnya melalui teknik elektrolisa air untuk menaikkan pH air yang baik untuk kesehatan.

 

 

 

 

Dari peserta yang hadir ada yang punya pengalaman memulai bisnis kecil dengan mengolah bahan lokal dan cara memasarkan. Dua hal ini memang tidak mudah, tetapi pengalaman menjadi bekal untuk masa depan. Produk makanan kecil berupa dadar gulung dari tepung beras dikemas menggunakan plastik mika dan dipasarkan dari kelas-ke-kelas di sekolah. Dengan modal sedikit tetapi hasil penjualan bisa menutup modal bahan dan menghasilkan lebih banyak lagi.

 

 

Dari tayangan dan pemaparan serta sharing bersama, ternyata kegiatan Stube HEMAT baik di Yogyakarta dan di Lampung cukup menarik dan cukup memotivasi peserta yang hadir dan terinspirasi lebih kreatif. ***


  Bagikan artikel ini

Pahami Dan Bersikap Atas Kekerasan

pada hari Jumat, 23 September 2022
oleh Naptania Rouli Sihite
Seminar kekerasan terhadap Anak dan Perempuan di Lampung.     

 

Oleh Naptania Rouli Sihite.          

Kekerasan masih terjadi di Indonesia, termasuk di Lampung. Pemahaman dan penyadaran tentang kekerasan itu perlu dimiliki oleh anak muda, jadi Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung membekali anak muda untuk mengenal jenis kekerasan dan dampaknya melalui seminar di Pondok Diakonia, Batanghari, Lampung Timur (22/9/2022)Seluruh anak-anak Pondok Diakonia mengikuti acara ini. Beberapa narasumber antara lain Iptu Erson, Kapolsek Batanghari, dan Syahrul Fadhol dan Vivi, anggota polsek Batanghari.

 

 

Dari seminar ini narasumber memaparkan bahwa pemerintah terus berusaha mencegah kekerasan terhadap anak. Kejadian kekerasan pasti ada yang menjadi korban dan tak jarang korban adalah anak-anak. Menurut definisi anak sebagai korban adalah anak yang menjadi korban tindak pidana adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana, sesuai pasal 1 butir 4 UU no. 11/2012. Sedangkan definisi korban adalah ‘korban’ adalah orang, baik secara individu atau kolektif, telah menderita kerugian, termasuk luka fisik atau mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau tercederai hak asasinya, melalui tindakan yang sengaja atau tidak disengaja yang bertentangan dengan hukum pidana yang berlaku.

Selanjutnya, muncul pertanyaan, apa yang dimaksud kekerasan? Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. (Pasal 1 Ayat 16 UU RI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak). Bentuk-bentuk kekerasan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 ada 4 macam, antara lain Kekerasan fisik: kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan psikis: kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan seksual: kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Penelantaran rumah tangga: penelantaran rumah tangga meliputi dua tindakan yaitu: 1) orang yang mempunyai kewajiban hukum atau karena persetujuan atau perjanjian memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut dalam lingkup rumah tangga namun tidak melaksanakan kewajiban tersebut. 2) setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam dan di luar rumah tangga sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

 

 

Secara khusus narasumber memesankan jika kita mengetahui tindak pidana kekerasan terhadap anak dan perempuan, kita semua bisa menangani kasus kekerasan tersebut dengan cara melapor kepada pamong atau langsung kepada polisi dan tidak perlu takut. Setelah melapor, kepolisian khususnya unit PPA akan ada lidik, sidik, tuntut dan sidang. Orang tua dan keluarga hendaknya melakukan kegiatan positif yang bisa menambah kedekatan dalam keluarga, misalnya menonton film, berolahraga, bermain bersama anak, rekreasi dan sebagainya. Meskipun perlindungan hukum terhadap anak dan perempuan yang mendapat kekerasan telah ditempuh melalui upaya perlindungan hukum, hendaknya orang tua dan orang terdekat anak perlu proaktif berperan dalam pola asuh yang baik, dan pihak-pihak terkait bergandengan tangan dalam upaya pencegahannya.

 

 

Sosialisasi saat ini mencerahkan peserta seperti yang diungkap oleh Griya Yolanda, “Saya sangat senang akan adanya sosialisasi tentang kekerasan terhadap anak dan perempuan dan hukumnya di dalam undang-undang. Sebelumnya saya belum pernah mendapat ilmu tentang hukum, jadi saya bisa waspada terhadap kekerasan dan sedikit tahu ketika mendalami ilmu hukum.”

Dari seminar ini, peserta menemukan bahwa upaya pencegahan kekerasan terhadap anak adalah tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak dan perempuan, dan berani lapor jika terjadi pelanggaran berupa kekerasan.***

 


  Bagikan artikel ini

Kekerasan terhadap Perempuan dan anak: Waspada & Peduli

pada hari Minggu, 14 Agustus 2022
oleh Melita Magdalena
Oleh Melita Magdalena.          

 

Kekerasan terhadap anak dan perempuan marak terjaditermasuk di Lampung. Kekerasan terhadap anak di Lampung cukup tinggi, terutama di Lampung Timur dengan jumlah 44 kasus di tahun 2021. Kekerasan terhadap anak dan perempuan dilakukan oleh kebanyakan laki-laki. Masyarakat perlu tahu realita ini sehingga mendapat penyadaran sehingga terwujud masyarakat peduli dan saling melindungi.

 

 

Salah satu kegiatan sosialisasi kekerasan terhadap anak dan perempuan dilakukan oleh Multiplikasi Stube HEMAT di kelurahan Iring Mulyo, kota Metro, Lampung (Sabtu, 13/08/2022). Kegiatan ini memotivasi masyarakat khususnya anak muda untuk meningkatkan pelayanan pengaduan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, penghapusan diskriminasi dan peningkatan pencegahan kekerasan perempuan dan anak, dengan naras umber Nitaria Angkasa, SH., MH, dosen Universitas Muhammadiyah MetroPdt Theofilus Agus Rohadi, S.Th, pendeta GKSBS Batanghari sekaligus Multiplikator Stube HEMAT di Lampung membersamai dua puluhan anak muda dari Pondok Diakonia GKSBS Batanghari dan mahasiswa Universitas Lampung dalam diskusi ini.

 

 

Ia menjelaskan tentang terjadinya bullying, hak asasi manusia, dan pelecehan seksual, dimana anak-anak dan perempuan cenderung menjadi korban. Ia memaparkan undang-undang KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Proses diskusi dimulai dengan pertanyaan peserta yaitu: apakah tersangka dari kekerasan terhadap anak dan perempuan dihukum penjara seumur hidup atau hukuman mati? Narasumber menjawab bahwa semua itu tergantung tindakan kejahatan yang dilakukan pelaku, jika pelaku melakukan kekerasan hingga melukai atau memukul sampai terjadi cacat maka pelaku terkena pasal berlapis.

Selanjutnya, muncul pertanyaan seperti;jika kita melihat tetangga kita, dalam sebuah keluarga, seorang suami melakukan kekerasan terhadap istri atau anaknya, dan kita sebagai tetangga melihat kejadian kekerasan tersebut dan apabila kita melapor kepada pihak yang berwajib, apakah kita terancam karena dianggap mencampuri urusan orang lain dan apakah ada undang-undang yang melindungi saksi? Narasumber menjawab bahwa saksi tidak akan terancam melainkan saksi mendapatkan perlindungan undang-undang tentang pelaporan.  Dari laporan tersebut pihak berwajib bisa menindaklanjuti kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena pihak korban pasti takut melaporkan langsung karena mendapat ancaman dari pelaku.

 

 

Kini tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak terus terjadisehingga pihak penegak hukum mesti bekerja keras menegakkan hak asasi manusia demi memberantas tindakan kekerasan ini. Ada beragam aturan hukum tentang tindakan kekerasan dan ada pula lembaga-lembaga yang bergerak dalam perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sanksi hukum tentu akan menjadi konsekuensi dari tindakan kekerasan yang dilakukan pelaku. Saat ini penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak saja dari aspek hukum tetapi melibatkan pendekatan aspek lainnya dan pihak-pihak yang berkompeten karena ada banyak pemicu munculnya KDRT.

Paparan narsumber dan dinamika perbincangan dalam diskusi Stube HEMAT di Lampung dengan program Multiplikasi ini memperkaya wawasan dan pengetahuan anak muda dan mahasiswa sehingga mengetahui tindakan kekerasan terhadap anak dan perempuan termasuk bagaimana pengaduan dan penanganannya. Harapannya anak muda dan mahasiswa menjadi sadar untuk tidak melakukan kekerasan terhadap orang lain dan mau peduli jika ada kekerasan yang terjadi. ***

 

 


  Bagikan artikel ini

Generasi Sadar Kesehatan Pribadi

pada hari Senin, 11 April 2022
oleh Marsya Indri Yani

Oleh: Marsya Indri Yani.          

 

 

Saya Marsya Indri Yani, dari Lampung Utara dan saat ini tinggal di Pondok Diakonia, Batanghari. Saya mengikuti kegiatan Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung berupa pelatihan ‘Generasi Muda Sadar Kesehatan Pribadi’ di GKSBS Batanghari wilayah Tanjung Harapan (9-10/04/2022). Peserta dalam kegiatan ini adalah Pdt. Theofilus Agus Rohadi, pendeta GKSBS Batanghari sekaligus multiplikator Program Stube HEMAT, pemuda dan remaja Pondok Diakonia, remaja dan warga gereja setempat, mahasiswa peserta exploring Lampung-Stube-HEMAT Yogyakarta dan tamu undangan lainnya. 

 

 

 

Ada empat materi yang dibahas dalam pelatihan ini. Topik pertama yakni mengenal penyakit berbahaya di usia muda oleh Sartono, S.K.M dari Dinas Kesehatan Lampung Timur. Sartono memaparkan bahwa HIV adalah virus yang menyerang kekebalan tubuh, sedangkan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat lemahnya sistem kekebalan tubuh. Virus HIV ditularkan melalui cairan darah, cairan vagina, cairan sperma dan air susu ibu yang terinfeksi HIV. HIV bisa menulari siapa pun tanpa memandang umur, ras, jenis kelamin, termasuk bayi bisa terinfeksi dari ibu yang sudah terinfeksi HIV. HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan tapi ada obat Anti Retroviral (ARV) untuk mengendalikan virus tidak menyebar dalam tubuh. Perilaku yang bisa menyebabkan penularan HIV yaitu hubungan seks, penggunaan jarum suntik yang tidak diganti atau bersamaan, tranfusi darah dan berganti-ganti pasangan seks.

 

 

Topik kedua tentang ‘Pertemanan Yang Baik dan Menjaga Kesehatan’ disampaikan oleh Syarifudin, dari Puskesmas Tanjung Harapan. Ia menjelaskan bahwa pertemanan yang baik dan menjaga kesehatan adalah hubungan pertemanan yang tidak menjerumuskan ke hal negatif, misalnya ajakan menggunakan narkotika, sex bebas, pergaulan bebas, tapi sebaliknya, harus berdampak positif bagi masing-masing, seperti saling membangun, saling mengasihi, berdampak positif, saling percaya satu sama lain.

 

 

Selanjutnya, topik ketiga disampaikan oleh Widodo Jatmiko, S.Kep., perawat dari Puskesmas Trimulyo menyampaikan ‘Bahaya Sex di Usia Dini’. Saat ini anak usia dini dengan mudah melihat konten-konten dewasa (pornografi) karena perkembangan teknologi. Ini bisa mendorong mereka melakukan seks di usia dini. Kasus-kasus kehamilan di luar nikah dan pernikahan dini di Indonesia diakibatkan oleh hubungan seks usia dini. Dampak negatif dari seks usia dini adalah anak belum siap untuk hamil dan persalinan sehingga rentan aborsi, rasa malu dan sulit bersosialisasi, rentan penyakit menular seksual, depresi karena belum siap menjadi orang tua dan belum mandiri ekonomi yang juga menjadi alasan pemicu pembuangan bayi. Widodo memberi alternatif pencegahan, antara lain mengawasi penggunaan gadget pada anak, sosialisasi bahaya seks dusia dini dan penguatan spiritualitas.

 

 

Dr. Andri Susanto dari RS Mardi Waluyo menjadi narasumber terakhir yang menyampaikan topik ke-empat yakni ‘Reproduksi Manusia’. Ia menerangkan bahwa reproduksi manusia adalah pertukaran sel telur pria dan wanita untuk membentuk janin dalam rahim. Kedewasaan seseorang ditandai dengan haid, pinggul semakin membesar pada remaja perempuan, sedangkan laki-laki timbul jakun, tumbuh kumis, suara semakin berat dan mimpi basah. Ia mengingatkan cara-cara menjaga kesehatan reproduksi dengan tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, menjaga pola hidup sehat dan menjaga kebersihan organ intim.

 

 

Pengetahuan-pengetahuan dari pelatihan ini memperkaya pemahaman peserta tentang kesehatan diri, dan memantik kesadaran pentingnya menjaga kesehatan sejak dini, memiliki pertemanan yang baik dan menjaga diri secara bertanggung-jawab.***


  Bagikan artikel ini

‘Melek’ Stunting: Menyiapkan Generasi Sehat

pada hari Senin, 21 Maret 2022
oleh Mega Friska Andini
Oleh: Mega Friska Andini.          

 

Kesehatan masyarakat Indonesia sebagaimana standard yang berlaku belum ideal terwujud sehingga perlu diperjuangkan dan diupayakan bisa merata. Ada usaha-usaha peningkatan kesehatan melalui peningkatan kesadaran khususnya di kalangan anak muda melalui edukasi dan pelatihan. Salah satu upaya ini dilakukan oleh Stube HEMAT di Lampung untuk membekali anak muda sadar kesehatan, khususnya topik stunting melalui diskusi di Pondok Diakonia Batanghari (20/3/2022).

 

 

Kegiatan diskusi dimulai dengan pengantar Stube HEMAT oleh Pdt. Theofilus Agus Rohadi, S.Th., Multiplikator Stube-HEMAT di Lampung. Pembicara diskusi adalah Sulistiyani, pelaksana kesehatan lapangan di Kecamatan Marga Tiga, yang menyampaikan bahwa stunting secara umum bisa dilihat dari anak dengan perawakan pendek, mengalami gangguan pertumbuhan karena masalah nutrisi. Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek pada balita. Anak dengan stunting terlihat saat usia 2 tahun dengan tinggi badan dan panjang tubuhnya minus 2 dari standar Multicentre Growth Reference Study atau standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Stunting ditentukan pada awal kehidupan yakni dipengaruhi 1.000 hari pertama sampai usia dua tahun. Gangguan pertumbuhan akan merugikan bagi anak. Di Indonesia, kondisi anak dengan stunting  berada di urutan kedua terparah di ASEAN.

 

 

 

 

Listiyani menyampaikan bahwa gizi buruk pada ibu hamil dan bayi merupakan faktor utama yang menyebabkan anak balita mengalami stunting yang berdampak permanen. Stunting dipengaruhi faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan antara lain kurangnya edukasi soal asupan gizi saat hamil, kurangnya gizi saat bayi lahir hingga usia 2 tahun, kondisi kesehatan ibu yang rendah, sanitasi dan kebersihan lingkungan yang buruk dan infeksi penyakit. Meski stunting tidak bisa diobati, namun faktor lingkungan adalah aspek yang masih dapat diintervensi sehingga perawakan pendek dapat dicegah, yakni dengan memeriksa kehamilan secara teratur, menghindari asap rokok dan kecukupan nutrisi selama masa kehamilan, rutin memantau kesehatan dan kondisi janin sampai pasca melahirkan, mengikuti program imunisasi terutama imunisasi dasar secara teratur dan memberikan ASI eksklusif sampai anak berusia 6 bulan dan pemberian MPASI (makanan pendamping air susu ibu) yang memadai. Bisa dipahami bahwa faktor genetik dan hormonal juga memiliki peran dalam perawakan manusia, namun sebagian besar stunting disebabkan kekurangan gizi.

 

 

Pada tahun 2019, lebih dari 27,7 % balita Indonesia mengalami stunting. Kondisi ini bisa disebabkan beragam aspek, dari ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Sedangkan tahun 2021 membaik karena mengalami penurunan menjadi 24,4 %. Berkaitan program Stube HEMAT di Lampung ini, Listiyani sungguh mengapresiasinya karena penyadaran harus dilakukan sejak dini karena anak-anak muda ini akan berkeluarga dan memiliki anak.

 

 

Program kesehatan tentang stunting untuk anak muda khususnya di Pondok Diakonia Batanghari juga akan berdampak besar bagi pertumbuhan generasi yang akan datang, karena pemuda dan keluarga muda bahkan para orang tua, berkontribusi untuk pencegahan stunting. Perlu rancangan program yang berkelanjutan sehingga stunting bisa dicegah, anak sehat dan keluarga bahagia. ***


  Bagikan artikel ini

Berita Web

 2023 (7)
 2022 (9)
 2021 (15)
 2020 (7)

Total: 38