‘Melek’ Stunting: Menyiapkan Generasi Sehat

pada hari Senin, 21 Maret 2022
oleh Mega Friska Andini
Oleh: Mega Friska Andini.          

 

Kesehatan masyarakat Indonesia sebagaimana standard yang berlaku belum ideal terwujud sehingga perlu diperjuangkan dan diupayakan bisa merata. Ada usaha-usaha peningkatan kesehatan melalui peningkatan kesadaran khususnya di kalangan anak muda melalui edukasi dan pelatihan. Salah satu upaya ini dilakukan oleh Stube HEMAT di Lampung untuk membekali anak muda sadar kesehatan, khususnya topik stunting melalui diskusi di Pondok Diakonia Batanghari (20/3/2022).

 

 

Kegiatan diskusi dimulai dengan pengantar Stube HEMAT oleh Pdt. Theofilus Agus Rohadi, S.Th., Multiplikator Stube-HEMAT di Lampung. Pembicara diskusi adalah Sulistiyani, pelaksana kesehatan lapangan di Kecamatan Marga Tiga, yang menyampaikan bahwa stunting secara umum bisa dilihat dari anak dengan perawakan pendek, mengalami gangguan pertumbuhan karena masalah nutrisi. Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek pada balita. Anak dengan stunting terlihat saat usia 2 tahun dengan tinggi badan dan panjang tubuhnya minus 2 dari standar Multicentre Growth Reference Study atau standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Stunting ditentukan pada awal kehidupan yakni dipengaruhi 1.000 hari pertama sampai usia dua tahun. Gangguan pertumbuhan akan merugikan bagi anak. Di Indonesia, kondisi anak dengan stunting  berada di urutan kedua terparah di ASEAN.

 

 

 

 

Listiyani menyampaikan bahwa gizi buruk pada ibu hamil dan bayi merupakan faktor utama yang menyebabkan anak balita mengalami stunting yang berdampak permanen. Stunting dipengaruhi faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan antara lain kurangnya edukasi soal asupan gizi saat hamil, kurangnya gizi saat bayi lahir hingga usia 2 tahun, kondisi kesehatan ibu yang rendah, sanitasi dan kebersihan lingkungan yang buruk dan infeksi penyakit. Meski stunting tidak bisa diobati, namun faktor lingkungan adalah aspek yang masih dapat diintervensi sehingga perawakan pendek dapat dicegah, yakni dengan memeriksa kehamilan secara teratur, menghindari asap rokok dan kecukupan nutrisi selama masa kehamilan, rutin memantau kesehatan dan kondisi janin sampai pasca melahirkan, mengikuti program imunisasi terutama imunisasi dasar secara teratur dan memberikan ASI eksklusif sampai anak berusia 6 bulan dan pemberian MPASI (makanan pendamping air susu ibu) yang memadai. Bisa dipahami bahwa faktor genetik dan hormonal juga memiliki peran dalam perawakan manusia, namun sebagian besar stunting disebabkan kekurangan gizi.

 

 

Pada tahun 2019, lebih dari 27,7 % balita Indonesia mengalami stunting. Kondisi ini bisa disebabkan beragam aspek, dari ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Sedangkan tahun 2021 membaik karena mengalami penurunan menjadi 24,4 %. Berkaitan program Stube HEMAT di Lampung ini, Listiyani sungguh mengapresiasinya karena penyadaran harus dilakukan sejak dini karena anak-anak muda ini akan berkeluarga dan memiliki anak.

 

 

Program kesehatan tentang stunting untuk anak muda khususnya di Pondok Diakonia Batanghari juga akan berdampak besar bagi pertumbuhan generasi yang akan datang, karena pemuda dan keluarga muda bahkan para orang tua, berkontribusi untuk pencegahan stunting. Perlu rancangan program yang berkelanjutan sehingga stunting bisa dicegah, anak sehat dan keluarga bahagia. ***


  Bagikan artikel ini

Berita Web

 2023 (7)
 2022 (9)
 2021 (15)
 2020 (7)

Total: 38