Mengenal Nuwo Sesat Dan Budaya Suku Lampung

pada hari Senin, 28 September 2020
oleh Theofilus Agus Rohadi, S.Th

 

Minggu, 27 September 2020, Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung bersama para mahasiswa dan peserta diskusi Piil Pasenggiri yang berjumlah 28 orang melakukan kunjungan ke komunitas suku asli Lampung yang berada di desa Gedung Wani kecamatan Marga Tiga kabupaten Lampung Timur yang 100% penduduknya bersuku asli Lampung. Desa ini terletak kurang lebih 90 kilometer dari kota Bandar Lampung, tetapi jika ditempuh dari kota Metro kurang lebih sejauh 30 kilometer. Daerah ini bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun angkutan desa antar daerah dari masing-masing kabupaten karena letaknya di jalan poros penghubung desa, kecamatan dan kabupaten. Mayoritas jalan beraspal meskipun sebagian sudah mengalami kerusakan di sana-sini sehingga membuat laju kendaraan kurang lebih hanya 40-60 km/jam. Dalam kesempatan ini peserta kunjungan difasilitasi oleh program Multiplikasi Stube HEMAT dengan menyewa bus berkapasitas 30 orang. Perjalanan ditempuh kurang lebih selama 1,5 jam.

 

 

Dalam kegiatan ini interaksi langsung dengan suku asli Lampung terbangun dengan baik. Melalui tokoh penyeimbang adat yang ada di kabupaten Lampung Timur yaitu Bapak Nursaidi Cakra Dinata, dan para tokoh desa yang ada, para peserta didorong untuk mengenal secara dekat adat dan tradisi suku Lampung, bahkan bara peserta diajak berbicara santai di rumah adat yang ada dengan beberapa orang suku asli Lampung. Di rumah adat suku asli Lampung yang biasa di sebut ”Nuwo Sesat”, para peserta  disambut hangat oleh tokoh adat dan pengurus adat di desa ini. Rumah adat ini sudah berusia kurang lebih 96 tahun sejak dibangun pada tahun 1924, namun demikian bahan yang semuanya dari kayu keras ini masih tetap kokoh tanpa terlihat dimakan usia atau pun hama kayu. Rumah adat ini merupakan rumah warisan tokoh pendiri desa di Gedung Wani dan ditempati oleh generasi penerusnya yang ke-27. Rumah adat ini berbentuk panggung, dimana biasanya lantai atas dipakai untuk mengadakan musyawarah oleh tokoh-tokoh masyarakat untuk melakukan ritual adat pernikahan dan penyelesaian masalah-masalah di masyarakat.

 

Selanjutnya para peserta diminta menyampikan tanggapan dan responnya ketika pertama kali memasuki daerah asli suku Lampung dan rumah adat “Nuwo Sesat”. Dari beberapa ungkapan yang disampaikan para peserta hampir semua menyatakan awalnya memiliki rasa takut, segan, ngeri dan lain sebagainya. Namun situasi berubah ketika keramahan para tokoh desa dan penyeimbang adat Lampung di desa ini menyambut peserta dengan ramah dan hangat. Sambutan hangat dan ramah ini merupakan bagian dari Piil-Pasenggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki  harga diri) yang juga didalam relasi ini suku asli lampung menjujung prinsip Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya), Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu), Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis).

 

Dari percakapan dan interaksi yang terbangun, para peserta belajar dan mulai memahami dengan baik bagaimana tradisi adat Lampung soal harga diri yang diajarkan sejak kecil di dalam keluarga suku Lampung. Kunjungan diakhiri pada pukul 15.00 WIB. Untuk terakhir kalinya, Bapak Nursaidi Cakra Dinata menyampaikan kesannya, ”Senang sekali atas kunjungan Stube HEMAT yang mendampingi para pelajar dan mahasiswa Kristen dan gereja untuk mengenal adat dan tradisi suku Lampung. Saya tekankan kembali, bahwa semua yang hadir pada hari ini adalah orang Lampung!”.

 

 

Sebelum pulang, para peserta melihat benda sejarah yang berupa pintu dari kayu besar yang usianya sama dengan rumah adat, pintu ini disebut “Pintu Qori“, pintu yang harus dimasuki agar memperoleh hidup yang benar, dengan memeluk agama yang diyakini oleh masyarakat Lampung. Nilai-nilai Piil Pasenggiri yang sangat baik ini membuat para peserta semakin termotivasi untuk menghidupi Piil Pasenggiri dalam kehidupan sehari-hari, untuk memberikan arah, dan rambu dalam mewujudkan pribadi yang punya peran dan kontribusi yang baik dalam pembangunan masyarakat, khususnya di Lampung.


  Bagikan artikel ini

Piil Passenggiri Dalam Konteks Perempuan

pada hari Minggu, 27 September 2020
oleh Pdt. Theofilus Agus Rohadi, S.Th

 

Bersama dengan bidang pemberdayaan perempuan dan forum komunikasi umat beragama di Lampung Timur, program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung mengadakan diskusi (15/09/2020) dengan tema “Apakah nilai-nilai Piil Pasenggiri ini menjadi nilai hidup kaum perempuan di Lampung dan bagaimana penerapannya”. Kegiatan ini dilaksanakan di balai desa Sukadana Lampung Timur. Disampaikan bahwa dalam melaksanakan tugasnya bersama dengan FKUB kabupaten Lampung Timur, bidang pemberdayaan perempuan telah melaksanakan beberapa kegiatan dengan melibatkan perempuan dalam pembangunan Lampung Timur. Namun demikian keterlibatan yang dimaksud belum maksimal seperti yang diharapkan. Beberapa kendala di antaranya adalah: belum maksimalnya kesadaran akan keterlibatan perempuan itu sendiri, belum terlalu terbukannya peluang yang memberi ruang perempuan untuk beraktivitas, dan masih banyaknya penilaian sepihak akan kemampuan perempuan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan besar.

 

Dalam diskusi selanjutnya (26/09/2020) diikuti 21 peserta dan hadirnya 1 orang nara sumber yakni seorang aktivis perempuan suku asli Lampung yaitu ibu Dra. Mardian Imelda, Stube HEMAT menjadi fasilitator diskusi yang diadakan di Pondok Diakonia GKSBS Batanghari Lampung Timur. Narasumber membuka pemaparannya dengan membahas ciri khas provinsi Lampung yaitu  “Siger“ yang merupakan simbolisasi sifat feminin. Pada umumnya, lambang daerah di nusantara bersifat maskulin seperti Jawa Barat dengan Kujang, senjata tradisional masyarakat Sunda, Kalimatan dengan Mandau dan Aceh dengan Rencong. Simbol-simbol itu melambangkan sifat patriotik dan pertahanan wilayah. Siger bukan hanya masalah lambang kejayaan dan kekayaan karena bentuk mahkotanya, melainkan juga mengangkat nilai feminisme. Bagi masyarakat Lampung, perempuan sangat berperan dalam segala kegiatan, khususnya dalam rumah tangga. Di balik kelembutan perempuan, ada kerja keras, ada kemandirian, ada kegigihan, dan lain sebagainya. Meskipun masyarakat Lampung sendiri penganut garis ayah atau patrilineal, figur perempuan merupakan hal penting bagi masyarakat Lampung, yang sekaligus menjadi inspirasi dan pendorong kemajuan pasangan hidupnya.

 

 

Dalam pemaparannya Dra. Mardian Imelda menyampaikan bawa dalam hukum kekerabatan adat Lampung  kedudukan anak, meliputi kedudukan anak dengan orang tuanya yang apabila ia seorang wanita yang telah menikah dan mengikuti keluarga suaminya, ia disebut sebagai pirul. Kemudian, kedudukan anak dengan mertuanya yang disebut sebagai anak ngemian. Lalu, kedudukan anak dengan saudara-saudaranya, antara lain sebagai puwarei (sesama saudara laki-laki), nakbai (saudara perempuan dari laki-laki), mehani (saudara laki-laki dari perempuan), dan kelepah (sesama saudara perempuan). Dalam hubungan kekerabatan ini status perempuan akan sangat dihargai dan dilindungi dengan falsafah Piil Pasenggiri, dimana seorang perempuan perlu diperlakukan dengan baik, di sisi lain perempuan yang terhormat bagi keluarga kalau ia bisa membawa nama baik keluarganya dengan cara bersikap, berbicara dan bertindak. Wanita dipersepsikan berperan sangat positif dan dihargai justru ketika menjadi penegak rumah tangga. 

 

Menurut catatan nara sumber yang suaminya anggota dewan di Kota Madya Metro, keterlibatan perempuan dalam partisipasi politik di Lampung masih rendah karena kurang dari 30%. Jumlah keseluruhan kursi DPRD Lampung ada 85, dan baru ada 12 kursi yang diduduki perempuan.  Sebenarnya dari sistem adat budaya Lampung, perempuan memiliki kesempatan sama untuk berkiprah di ranah publik, dalam bidang apa pun termasuk politik. Dilihat dari sikap laki-laki Lampung yang bersikap fleksibel terhadap pilihan perempuan, laki-laki Lampung memposisikan diri sebagai partner perempuan di area domestik, sehingga bisa meringankan langkah perempuan di ranah publik.

 

Dari diskusi ini diharapkan banyak pihak terlibat dan memiliki perhatian dalam pemberdayaan perempuan lintas generasi, dan diperkuat dengan menanamkan nilai Piil Pasenggiri. Perempuan perlu terus didorong untuk mengambil kesempatan yang ada dalam rangka memberikan kontribusi pembangunan dan pemberdayaan diri.




  Bagikan artikel ini

Berita Web

 2023 (7)
 2022 (9)
 2021 (15)
 2020 (7)

Total: 38