Awas, Bullying Juga Kekerasan

pada hari Minggu, 30 Oktober 2022
oleh Yolanda Egistia
Oleh Yolanda Egistia.          

 

Mengawali hari kedua Seminar Gereja Anti Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan yang diadakan  Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung (29/10/2022) peserta mendalami tentang bullying yang dipaparkan oleh Ariza Umami, S.H.M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Metro, Lampung.

 

 

Menurut Ariza, dalam bahasa Inggris istilah yang dipakai adalah ‘abuse yang berarti kekerasan dan penganiayaan, perlakuan yang salah untuk menyiksa. Kekerasan terhadap anak merupakan perilaku yang disengaja dan berbahaya bagi anak-anak secara fisik maupun psikisnya. Dampak dari bullying tidak hanya sehari dua hari, namun bisa mempengaruhi sepanjang hidup. Sikap tidak suka pada sesuatu atau seseorang adalah wajar, namun jika ketidaksukaan diekspresikan melalui perbuatan yang buruk, mengganggu atau membuat orang lain merasa terganggu, termasuk tindakan bullying. Bullying dapat berupa perilaku verbal atau fisik untuk mengganggu orang lain yang lebih lemah, menggoda secara verbal dan memanggil dengan nama yang tidak disukai, mendorong dan memukul, penolakan dan diskriminasi dari lingkungan sosial. Pelaku ingin mengontrol, mendominasi, dan tidak menghargai orang lain, biasanya sebagai balas dendam. Keluarga yang tidak harmonis memicu perilaku bullying yang mana justru dilakukan orang tuanya sendiri atau orang terdekat. Kekerasan anak berupa pengabaian sampai pemerkosaan dan pembunuhan.

 

 

Sebenarnya bullying berdampak negatif tidak saja pada korban namun juga pelaku dan orang yang menyaksikan. Pelaku akan cenderung bermasalah secara sosial bahkan kriminal. Saksi juga mengalami perasaan yang tidak menyenangkan dan tekanan secara psikologis, dan berpotensi menjadi korban dan bahkan pelaku. Jadibisa dibayangkan kompleks dampak jangka panjang bullyingOrang tua harus menjadi panutan bagi anaknya dan memahami serta menjaga dengan tidak diam saja ketika anaknya menjadi pelaku, korban atau saksi dari bullying.

 

Sebagai bahan kewaspadaan, narasumber menampilkan data kasus bullying, kekerasan pada anak dan perempuan di Lampung periode Januari-November 2021 ada 542 kasus dan kasus tertinggi ada di Kota Bandar Lampung dengan 149 kasus. Selanjutnya, kabupaten Lampung Tengah 113 kasus, Lampung Timur 44 kasus, Tulangbawang 38 kasus, Lampung Selatan 35 kasusPringsewu 23 kasus, Pesawaran 21 kasus,Tanggamus 18 kasus, Way Kanan 18 kasus, Metro 17 kasus, Lampung Utara 16 kasus, Pesisir Barat 16 kasus, Tulangbawang Barat 16 kasusMesuji 10 kasus, Lampung Barat 8 kasusNarasumber juga mengingatkan bahwa di tahun 2022 ada kecenderungan kasus meningkat.

 

 

Di sesi ini muncul pertanyaan peserta, jika saya melihat orang yang di-bully dan saya akan lapor, apakah saya akan kena hukuman? Narasumber menjawab,”Tidak, karena status saksi mendapat perlindungan  Undang-undang. Jadi jangan takut melapor jika ada tindakan bullying. Pertanyaan lain, ketika ada teman bercanda menyebut nama orang tuanya berupa ejekan, apakah itu termasuk tindakan kekerasan? Narasumber menjawab“Itu tergantung si korban merasa terima atau tidak, kalau tidak terima maka bisa dianggap melakukan tindakan kekerasan.”

 

Perbincangan ini membekali para peserta yang masih remaja tahu tindakan atau perilaku mana yang bullying atau bukan, dan bagaimana bersikap jika terjadi tindakan bullying di sekitar dengan melaporkan tindakan tersebut sebagai wujud perhatian dan perbuatan kasih kepada sesama. ***

 


  Bagikan artikel ini

Bagaimana Menjadi Gereja Ramah Anak dan Perempuan?

pada hari Minggu, 30 Oktober 2022
oleh Egis Apriyani
Oleh Egis Apriyani.          

 

Anak muda perlu memahami diri sendiri dan orang lain, karena hal ini akan membantu bagaimana bersikap terhadap orang lain khususnya terhadap anak dan perempuan. Terlebih sebagai generasi muda Kristiani, apa yang dilakukan mencerminkan bagaimana gereja berperan dalam pertumbuhan iman dan karakter anak mudanya. Untuk itu Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung mengajak anak muda untuk meningkatkan pemahaman dalam pelatihan “Gereja yang Ramah Anak dan Perempuan”, bertempat di GKSBS Kutosari, salah satu cabang GKSBS Batanghari (28-30/10/2022).

 

 

Pendeta Theresia T. Tahulending dari MPS GKSBS menyampaikan materi tentang kedudukan anak dan perempuan di dalam gereja (Sabtu, 29/10/2022). Narasumber memaparkan bahwa gereja dipanggil dan ditempatkan Tuhan di tengah dunia dalam rangka keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Inilah yang disebut dengan tugas panggilan gereja. Gereja memiliki peran penting memberi edukasi pola pengasuhan dalam keluarga, sekaligus menjadi wadah bagi anak dan remaja gereja memanfaatkan waktu luangnya secara positif, inovatif, kreatif, aman dan nyaman. Gereja juga berperan memberikan perlindungan bagi anak, perempuan, dan keluarga dari tindak kekerasan. Dari paparan tersebut, maka bisa dipahami bahwa gereja yang ramah anak dan perempuan adalah perwujudan dari Tritugas Gereja dan setiap anak dan perempuan berhak mendapat perlindungan dari pencabulan, kekerasan, pelecehan seksual, diskriminasi dan sebagainya dan hal ini sejalan dengan program pemerintah tentang perlindungan anak dan perempuan. Demikian pula gereja menjadi gereja yang terbuka terhadap ladang kesaksian dan membangun jejaring.

 

 

Narasumber melanjutkan bahwa dalam sejarah perjalanan gereja, posisi perempuan dan anak rentan karena dalam Alkitab dan tradisi gereja memuat ketidakseimbangan peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap lebih rendah, kelas dua, lemah, kurang mampu dan mudah dikuasai, sedangkan laki-laki memiliki kedudukan lebih tinggi, pihak yang berkuasa, sehingga laki-laki memiliki kesempatan lebih untuk memegang kekuasaan dan kepemimpinan. Selama berabad-abad tradisi gereja menggunakan konsep-konsep yang diperoleh dari beberapa bagian kitab suci dan menjadi dasar pemahaman tentang posisi perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Namun apabila kita kaji ulang, kedudukan dan peranan perempuan dalam Alkitab khususnya di Perjanjian Lama bisa ditemukan dua pemikiranKejadian 1 dan 2 menyatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dan mereka berhak untuk berperan serta, dan mengenai anak-anak, dinyatakan bahwa anak-anak bukan milik orang tuanya tetapi milik Tuhansebagai umat Tuhan, dan selanjutnya anak-anak sepenuhnya manusia dan diciptakan menurut gambar Allah.

 

Berkaitan dengan bentuk-bentuk apresiasi terhadap anak dan perempuan, Pdt. Theresia menyampaikan, antara lain dengan meningkatkan pendidikan iman bagi anak, ketersediaan fasilitas atau ruangan ibadah bagi anak supaya nyaman, melibatkan anak-anak dan perempuan dalam acara atau ibadah sesuai kapasitasnya dan memastikan jaminan hak yang sama dalam gereja.

 

Dari pelatihan ini, peserta menemukan pemahaman baru tentang anak dan perempuan, selain berhak mendapatkan perlindungan dari tindak pencabulan, kekerasan seksual, diskriminasi dan sebagainya, anak dan perempuan juga berhak mendapat layanan rohani di gereja. Teruslah maju dan berkiprah anak mudaperempuan dan anak dalam karya dan pelayanan. ***

 


  Bagikan artikel ini

Berani Lapor Jika Terjadi Kekerasan Terhadap Anak

pada hari Minggu, 30 Oktober 2022
oleh Marsya Indri Yani
Oleh Marsya Indri Yani.          

 

Tulisan ini adalah pengalaman saya mengikuti kegiatan Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung tentang Anti Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan di GKSBS Batanghari di wilayah Kutosari (29/10/2022). Saya Marsya Indri Yani dari Lampung Utara dan saat ini tinggal di Pondok Diakonia. Selain Multiplikator Stube HEMAT di Lampung, Pdt Theofilus Agus Rohadi, S.Th. dan pemuda remaja Pondok Diakonia dan warga gereja lainnya, hadir pula Pdt. Bambang Sumbodo (Board Stube HEMAT) dan Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd. (Direktur Eksekutif Stube HEMAT).

 

 

Materi Advokasi Hukum Terhadap Kekerasan disampaikan oleh Martin Tri Widodo, S.H., dari LBH Rakyat Lampung Timur. Ia memaparkan bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan, yang di dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusiagenerasi penerus sebuah bangsa dan negara, termasuk keberlangsungan gereja untuk menebarkan kebaikan dan kabar baik. Jadi, setiap anak berhak mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental dan sosial. Untuk itu perlu upaya perlindungan anak yang maksimal. Pesatnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memunculkan fenomena baru yaitu kekerasan seksual terhadap anak. Kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan serius dan kasusnya meningkat signifikan, yang mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak.

 

 

Dalam perlindungan terhadap anak ada asas-asas pokok, antara lain (a) non diskriminasi, menghargai perbedaan derajat atau tidak membeda-bedakan dasar agama, ras, etnis, suku bangsa, warna kulit, status sosial, ideologi, dan sebagainya, (b) prioritas pada kepentingan terbaik anak, (c) hak untuk hidup, keberlangsungan hidup dan berkembang, dan (d) penghargaan terhadap anak. Narasumber mengingatkan bahwa tanggung jawab melindungi dan menjamin perlindungan anak dari kekerasan bukan orang tua saja, tetapi juga negara dan masyarakat. Lalu, apa yang dilakukan jika terjadi kekerasan terhadap anak? Kejadian tersebut harus dilaporkan pada pihak berwenang dan yang berhak melaporkan adalah anak atau korban, orang tua anak korban, wali anak korban, masyarakat yang melihat atau mengetahui terjadinya pelanggaran kekerasan terhadap anak. Tetapi kita tidak bisa sembarangan melaporkan kejadian kekerasan, ada beberapa syarat untuk melaporkan pelaku, yaitu setiap orang yang terbukti melakukan kekerasan terhadap anak, setiap orang  yang menyuruh orang lain melakukan kekerasan terhadap anak, setiap orang yang turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, dan setiap orang yang membiarkan terjadinya kekerasan terhadap anak.

 

 

Berbicara tentang anak yang mengalami kekerasan, ada hak-hak anak yang melekat, yaitu diperlakukan secara manusiawi, dan ditempatkan terpisah dari orang dewasa, mendapatkan bantuan hukum atau didampingi advokat atau penasihat hukum, membela diri, dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan tertutup untuk umum. Narasumber mengingatkan bahwa ada larangan tetapi sering terjadi dan bahkan kita tidak menyadari kita melakukannya, yaitu (a) Perlakuan Diskriminasi, membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya atau bahasa, urutan kelahiran anak, status hukum anak, kondisi fisik, dan kondisi mental anak. (b) Perlakuan Eksploitasi, memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan. (c) Perlakuan penelantaran, mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya. (d) Perlakuan yang kejam, melakukan perbuatan keji, bengis, tidak menaruh belas kasihan kepada anak. (e) Perlakuan Kekerasan dan Penganiayaan, melukai atau mencederai anak, baik secara fisik, maupun secara mental dan sosial. (f) Perlakuan Ketidakadilan, berpihak ke anak yang satu dengan anak yang lainnya, atau sewenang-wenang terhadap anak.

 

Muncul pertanyaan peserta, jika seseorang melihat kekerasan atau mengalami kekerasan tapi saksi dan korban takut untuk melapor karena mendapat ancaman dari pelaku, apa yang harus dilakukan? Narasumber menjawab bahwa kita tidak boleh takut untuk melapor karena dilindungi hukum, dan pelaku akan mendapat hukuman tambahan karena pengancaman, jadi kita tidak perlu takut lagi untuk melapor.

 

Sesi ini mencerahkan peserta dan memberi bekal untuk menghargai kehidupan anak-anak, tahu bagaimana bertindak jika mengetahui kejadian kekerasan terhadap anak, atau mengalami sendiri perlakuan kekerasan. Mari kita bersama-sama melindungi generasi muda kita sebagai penerus bangsa dan gereja! ***

 


  Bagikan artikel ini

Pasal-pasal Perlindungan Perempuan dan Anak

pada hari Sabtu, 29 Oktober 2022
oleh Griya Y. Pratiwi
Oleh Griya Y. Pratiwi.          

 

Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung mengadakan kegiatan dengan topik Peace and Justice atau Perdamaian dan Keadilan, yang diadakan di Kutosari, salah satu cabang dari GKSBS Batanghari di Lampung Timur (29-30/10/2022). Sangat penting bagi anak muda untuk memahami kekerasan terhadap perempuan dan anak dan apa saja dampaknya bagi orang yang mengalami kekerasan. Seseorang yang mengalami kekerasan tidak hanya mengalami dampak pada fisik namun juga pada psikis atau mental yang bisa menyebabkan trauma. Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bisa berupa kekerasan seksual seperti pemerkosaan, kekerasan fisik, verbal atau ekonomi dengan tidak memberi nafkah.

 

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak yang dipaparkan oleh anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lampung Timur, memberi pengertian tentang kekerasan dan siapa yang dimaksud dengan korbanArti dari kekerasan adalah perbuatan atau tindakan penyalahgunaan fisik yang memiliki dampak buruk bagi korban, baik itu anak-anak, remaja, orang dewasa atau kekerasan terhadap orang lanjut usia. Lalu apa itu pengertian korban? Dari pengertian umum, korban merupakan orang, baik individu atau kelompok yang menderita kerugian, termasuk luka fisik, mental, penderita emosional, kerugian ekonomi, atau tercederai hak asasinya, melalui tindakan yang sengaja maupun tidak sengaja yang bertentangan dengan hukum.

 

Berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak, narasumber mengungkap bagaimana jika perempuan dan anak mengalami kekerasan, apakah ada pasal atau tindak pidana bagi pelaku?  Ada pasal-pasal untuk melindungi korban dan sanksi tegas bagi pelaku, misalnya di pasal 1 ayat 12 UU RI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 berisi tentang perlindungan anak, “Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.” Selanjutnya pasal 76 C berbunyi, “setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.” Dalam pasal ini sudah jelas bahwa ada perlindungan terhadap anak-anak dari kekerasan atau jika mereka diperlakukan tidak sesuai hukum.

 

Jika korban mengalami luka fisik, pelaku terkena hukuman dan denda yang telah ditentukan oleh Undang-undang, seperti dalam Pasal 80 ayat 1, “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)Ayat 2, “Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)Ayat 3, “Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Ayat 4, “Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.

 

Narasumber mengingatkan para stakeholder terus menggalakkan sosialisasi tentang anti kekerasan terhadap anak dan perempuan, supaya masyarakat semakin paham dan bertanggungjawab saling menjaga sehingga kekerasan tidak terjadi di masyarakat. Sesi ini menjadi pembelajaran dan menambah pengetahuan peserta seputar hukum yang berkaitan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Terima kasih program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung, terus berkiprah untuk memajukan masyarakat. ***

 


  Bagikan artikel ini

Stube-HEMAT: Membuat Muda-Mudi Lebih Kreatif

pada hari Sabtu, 29 Oktober 2022
oleh Felix Grace Tyas Moro
Oleh Felix Grace Tyas Moro.           

 

Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung menyelenggarakan seminar bertema “Gereja Ramah Anak dan Perempuan” bertempat di gedung gereja GKSBS Batanghari wilayah Kutosari (28-29/10/2022). Kegiatan ini menjadi wahana belajar anak muda supaya memiliki perhatian dan peduli terhadap persoalan sosial kemanusiaan ketika beraktivitas di gereja dan masyarakat. Pada kesempatan ini, para peserta sekaligus diajak mengenal Lembaga Stube HEMAT, bagaimana perjalanan sejarahnya dan apa saja kegiatannya.

 

 

Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd, selaku Direktur Eksekutif Stube-HEMAT menyampaikannya dengan menarik lewat video dan beberapa video kegiatan Stube HEMAT yang diunggah di YouTube. Lembaga ini merupakan program pendampingan mahasiswa dengan motto H-idup, E-fisien, M-andiri, A-nalitis, T-ekun. Adapun logo yang dipakai, diambil dari cerita Alkitab mengenai seorang penjunan (pembuat gerabah) yang bekerja membentuk bermacam wadah, seperti tempayan dan kuali. Melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan peserta diharapkan berproses, dibentuk menjadi pribadi yang berkualitas. Dari pemaparan diketahui bersama bahwa awalnya Stube ada di Jerman dan pelayanan mahasiswa ini dibawa ke Yogyakarta dan saat ini berkembang di Sumba, Bengkulu, Alor, Raja Ampat, dan Lampung.

 

 

Dari video yang ditayangkan, peserta yang hadir bisa mengetahui bahwa salah satu topik yang dibahas di  Stube HEMAT berkaitan dengan ketahanan pangan, dan ternyata bahwa ketahanan pangan Indonesia menurut Global Food Security Index (GFSI) mencapai level 61,4 di tahun 2020 dan menurun di level 59,2 di tahun 2021. Untuk itu anak muda harus berperan aktif di dunia pertanian, karena siapa yang akan bekerja sebagai petani kalau bukan generasi selanjutnya yang masih muda. Tanpa ada petani maka bisa dipastikan akan terjadi krisis pangan, karena anak muda jarang bercita-cita menjadi petani. Ariani bertanya kepada salah satu mahasiswa di pelatihan ini, “Berapa luas tanah milikmu?” Ia menjawab, “Setengah hektar.” Selanjutnya Ariani bertanya lagi, “Siapa yang mengolah, sendiri atau orang lain?” Ia menjawab, “Orang lain dan hasilnya dibagi dua.” Seandainya tanah itu diolah sendiri tentu hasilnya lebih banyak dari pada disewakan orang lain. Ada pepatah mengatakan satu biji ditanam maka akan menghasilkan berlipat-ganda.

 

 

Ada video yang menayangkan pengolahan bahan lokal seperti sorgum menjadi kue, lidah buaya menjadi minuman dan singkong menjadi beragam makanan. Selanjutnya peserta juga melihat bagaimana pemanfaatan buah kakao/coklat menjadi produk turunan yang berkualitas. Tanaman kakao sangat mudah dijumpai di Lampung dan memiliki peluang besar untuk dikembangkan menjadi usaha kreatif. Coklat bisa diolah menjadi minuman coklat dan dodol coklat. Selain dunia pertanian, bidang peternakan menawarkan potensi kambing Etawa yang bisa menghasilkan susu berkualitas, baik susu cair maupun susu bubuk dan juga permen susu. Selain video ketahanan pangan, peserta juga melihat video pemanfaatan air hujan untuk air minum dan cara mengolahnya melalui teknik elektrolisa air untuk menaikkan pH air yang baik untuk kesehatan.

 

 

 

 

Dari peserta yang hadir ada yang punya pengalaman memulai bisnis kecil dengan mengolah bahan lokal dan cara memasarkan. Dua hal ini memang tidak mudah, tetapi pengalaman menjadi bekal untuk masa depan. Produk makanan kecil berupa dadar gulung dari tepung beras dikemas menggunakan plastik mika dan dipasarkan dari kelas-ke-kelas di sekolah. Dengan modal sedikit tetapi hasil penjualan bisa menutup modal bahan dan menghasilkan lebih banyak lagi.

 

 

Dari tayangan dan pemaparan serta sharing bersama, ternyata kegiatan Stube HEMAT baik di Yogyakarta dan di Lampung cukup menarik dan cukup memotivasi peserta yang hadir dan terinspirasi lebih kreatif. ***


  Bagikan artikel ini

Berita Web

 2023 (7)
 2022 (9)
 2021 (15)
 2020 (7)

Total: 38