Oleh: Yonatan Pristiaji Nugroho.
Setiap daerah memiliki hasil khas yang harus dikembangkan untuk menunjang kemajuan daerah. Perlu pemahaman detail mengenai bahan-bahan lokal yang potensial menjadi produk unggulan. Keberadaan Sumber Daya Manusia yang tepat diperlukan untuk mendukung pengembangan produk lokal dan meningkatkan perekonomian daerah. Lampung, sebagai salah satu daerah layanan Multiplikasi Stube HEMAT memiliki hasil bumi dari singkong, coklat, pisang, lada, ikan dan produk lainnya, namun belum dikelola menyeluruh karena perlu pengetahuan untuk mengolah dan berinovasi dengan potensi yang ada sementara SDM-nya terbatas, dan masyarakat cenderung tidak mau repot dan produk lebih cepat diuangkan.
Situasi di atas mendorong Stube HEMAT Yogyakarta memfasilitasi anak muda dan aktivis Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung untuk belajar di Yogyakarta tentang pemanfaatan potensi lokal dan keterampilan tambahan seperti fermentasi buah, memanen air hujan untuk minum dan membuat abon ikan lele (Rabu, 24/05/2023). Enam peserta mendalami fermentasi buah bersama Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd. (Direktur Eksekutif Stube HEMAT). Ia memandu peserta mengidentifikasi buah yang bisa difermentasi, seperti; jambu mete, pisang dan salak. Tahapan fermentasi dengan memilih buah yang matang, mengupas kulit buah dan haluskan menggunakan blender. Selanjutnya tambahkan air, gula dan rebus sampai mendidih. Setelah dingin, tambahkan ragi dan masukkan ke dalam botol fermentasi, setidaknya selama tiga minggu. Fermentasi buah dilakukan untuk memanfaatkan produksi yang melimpah dan merupakan langkah terobosan keanekaragaman produk baru sebagai income tambahan.
Topik berikutnya adalah memanen air hujan, yang memancing penasaran peserta bagaimana air hujan bisa dikonsumsi sebagai air minum sehat. Trustha Rembaka, S.Th., koordinator Stube HEMAT Yogyakarta mengawalinya dengan mengajak peserta menghitung penggunaan air setiap hari, dari mandi, memasak, mencuci, membersihkan rumah, merawat tanaman dan lain lain. Peserta menggunakan 80-160 liter per orang per hari. Bisa dibayangkan berapa liter air yang digunakan untuk satu keluarga. Memanen air hujan untuk air minum menjadi penting karena air hujan gratis, belum terpapar unsur-unsur dalam tanah dan pH air hujan lebih tinggi. Selanjutnya Trustha memaparkan instalasi memanen air hujan termasuk merakit alat penyearah arus. Para peserta merakit dua bejana berhubungan dimana masing-masing bejana ada anoda (+) dan katoda (–) yang dialiri listrik DC 220V. Dalam proses elektrolisis arus listrik (+) akan menurunkan pH air dan (–) akan menaikkan pH air. Air di bejana (–) menjadi air siap minum. Pdt. Theofilus Agus Rohadi, S.Th., multiplikator Stube HEMAT di Lampung dan pendeta di GKSBS Batanghari mengungkapkan, “Keterampilan memanen air hujan untuk air minum sangat bermanfaat untuk menjawab masalah kesulitan air di Lampung, seperti di Rawajitu dan kawasan lainnya, bahkan dari instalasi ini air hujan bisa langsung diminum tanpa dimasak.”
Bagian terakhir peserta belajar pembuatan abon dari ikan lele bersama Sarlota Wantaar, S.Pd. Ia mengajak peserta mengidentifikasi ikan yang bisa diolah menjadi abon beserta bumbu-bumbunya. Selanjuntnya tahapan praktek memasak ikan lele menjadi abon dari mengukus ikan, memisahkan duri-durinya, dan menambahkan bumbu dan menggoreng sampai berubah warna kecoklatan, yang dilanjutkan dengan tahap pengeringan menggunakan spinner. Tahapan akhir adalah pengemasan produk.
Proses belajar ini diharapkan memperkaya wawasan dan pengetahuan dan ketika kembali ke Lampung bisa dikembangkan. Ayo, bergerak untuk membangun daerah! ***