Gerakan untuk terus menghidupkan dan membumikan rasa persatuan dan kesatuan ditengah perbedaan iman walaupun ditengah Pandemi Covid-19 terus digiatkan oleh Program Multiplikasi Stube Hemat di Bengkulu melalui volunteer Yedija Manullang yang kebetulan saat ini berada di kampung halamannya, Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.
Usai melakukan kunjungan ke Masjid Raya Doloksanggul (20/09/2020), Stube HEMAT melakukan kunjungan ke Gereja Katholik St. Fidelis Doloksanggul (23/10/2020). Harusnya kunjungan ke gereja ini dilakukan bulan September, namun ditunda karena lonjakan drastis jumlah pasien positif Covid-19 di Humbang Hasundutan, yang mengakibatkan aktivitas gereja ditiadakan sementara.
Kunjungan Stube HEMAT diterima langsung di wisma gereja oleh Romo Etus selaku pelayan di gereja tersebut. Tetap menerapkan protokol kesehatan (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak), Yedija Manullang mengucapkan terima kasih dan mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan mereka yang ingin belajar dan mendiskusikan lebih dalam mengenai toleransi yang ada di Doloksanggul.
Romo Etus mengutarakan bahwa keanekaragaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika merupakan sebuah fakta yang tidak bisa diingkari, bahkan sudah jauh oleh para pendahulu sebelum generasi yang saat ini ada. "Keanekaragaman dan kemajemukan yang ada di Indonesia ini adalah rencana Tuhan, saya sebagai seorang NTT tidak memilih dan merencanakan lahir sebagai seorang NTT, begitu juga dengan saudara sekalian yang dilahirkan dari Suku Batak," ujar Romo Etus. Romo Etus merupakan pendatang di Doloksanggul yang berasal dari Nusa Tenggara Timur dan ditempatkan kembali pada tahun 2019 setelah sebelumnya sudah pernah melayani di Doloksanggul pada tahun 2008 hingga 2010. Selama tinggal di Doloksanggul, Romo Etus melihat bahwa budaya orang Batak sangat kuat, bahkan budaya menjadi salah satu perekat anggota masyarakat kendati berbeda marga dan kepercayaan. Romo menambahkan bahwa selama tinggal di Doloksanggul belum pernah melihat peristiwa persekusi atau intimidasi terhadap orang-orang yang berbeda kepercayaan. "Sejauh penglihatan saya, tidak pernah ada kejadian intimidasi terhadap beberapa orang maupun sekelompok orang yang jumlahnya sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa kerukunan sesama masyarakat humbahas masih sangat baik, mungkin berbeda dibeberapa tempat yang lain," ujar Romo Etus.
Diskusi yang berlangsung lebih dari satu jam tersebut semakin hangat dengan jamuan dari gereja yang menyuguhkan teh manis hangat dan pisang goreng. Laura Manalu salah satu peserta diskusi bersyukur mengikuti kegiatan-kegiatan Stube dari mulai kunjungan ke Masjid hingga ke Gereja Katholik, karena selain menambah wawasan akan toleransi juga membuka paradigma dan pandangan tentang orang-orang yang berbeda kepercayaan dengannya. Pada kesempatan itu, tak lupa Yedija Manullang memperkenalkan program Jurnalisme Publik dan mengajak teman-teman pemuda Paroki Doloksanggul untuk bergabung. Program ini mengangkat topik upaya warga menemukan permasalahan, menggumulinya, dan mencoba merumuskan solusi. Program ini akan berjalan selama bulan Oktober hingga Desember 2020.
Semoga jalinan persaudaraan yang erat ini bisa memperkokoh rasa persatuan di Doloksanggul, juga Indonesia. ***