Normalisasi Lahan Persawahan Berspekulasi Dengan Janji Setia Pemerintah

pada hari Senin, 17 Juli 2017
oleh adminstube
 
 
 
 
Visi negeri mencapai swasembada pangan membuat pemerintah melakukan berbagai terobosan seperti diantaranya menormalisasi jalur irigasi, membangun bendungan air, dan memperluas daerah persawahan. Tidak mengherankan jika setiap kunjungan pemerintah senantiasa dilengkapi dengan acara panen raya dan peresmian waduk dan bendungan. Kita semua berdoa dan mendukung supaya tujuan swasembada pangan ini benar-benar tercapai.
 
Di sisi lain, saat ini mayoritas petani di Bengkulu Utara menanam tanaman perkebunan. Mereka enggan menanam padi yang dianggap tidak menguntungkan dan pengalaman memberi kenyataan bahwa mereka senantiasa mengalami kerugian. Pemerintahan tidak menjamin ketersediaan pupuk dan ini mengganggu pertumbuhan tanaman. Tidak jarang petani merugi dan terpaksa mengalihkan tanaman palawijanya (termasuk padi) kepada tanaman keras (kelapa sawit). Saat mereka menanam kelapa sawit dan karet di lahan persawahan yang seharusnya ditanami palawija dan padi, kondisi ekonomi keluarga mereka membaik.
 
Seiring bertumbuhnya perkebunan tanaman keras dengan model monokultur, para aktivis lingkungan menunjukkan data kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat pengembangan perkebunan kelapa sawit. Yang paling nyata adalah hilangnya keanekaragaman hayati yang memicu menurunnya kualitas lahan dan munculnya hama serta penyakit tanaman. Permasalahan sosial pasti juga mengikuti seperti perijinan lahan peruntukan, pembebasan tanah dan ganti rugi dan yang lainnya. Dampak-dampak seperti ini menjadi kajian untuk membuat kebijakan dan usaha selanjutnya, khususnya rencana normalisasi lahan.
 
 
Pertengahan April 2017, keresahan mulai dirasakan di lingkungan petani tanaman keras di Bengkulu Utara. Dari beberapa sumber informasi yang diperoleh seperti dari seorang warga yang sedang mengerjakan proyek Kementerian Pertanian dan dari seorang pekerja untuk proyek normalisasi persawahan di Kabupaten Muko-Muko, diketahui bersama bahwa pemerintah berencana membongkar lahan sawit di Kabupaten Muko-muko (kabupaten paling utara di Provinsi Bengkulu) yang sudah beralih fungsi dari lahan persawahan ke perkebunan. Data juga menunjukkan bahwa luas lahan untuk provinsi Bengkulu yang dinormalisasi mencapai 1.850 hektar, 1.200 hektar di antaranya terletak di Muko-muko.
 
Di tengah keresahan tersebut pemerintah meyakinkan masyarakat dengan menjamin pengairan dan menjaga kelancaran suplai pupuk untuk petani. Melalui perhitungan yang disosialisasikan kepada warga, diperoleh pemahaman bahwa menanam padi sebenarnya lebih menguntungkan daripada bertanam kelapa sawit dan karet. Untuk satu hektar padi (dengan asumsi minim serangan hama dan ketersediaan pupuk dan air yang lancar) petani dapat memperoleh penghasilan Rp 64.000.000,- pertahunnya. Sementara dengan bertanam karet dan kelapa sawit, petani mendapat penghasilan antara Rp 28.000.000,- hingga Rp 32.000.000,- saja. Atas perbandingan ini masyarakat menjadi tahu bahwa keuntungan akan lebih besar didapatkan bila petani menanami lahannya dengan palawija dan padi. Mengapa masyarakat mengalihkan tanamannya ke kelapa sawit dan karet sekalipun hasilnya lebih sedikit daripada padi? Karet dan sawit memberi mereka penghasilan yang pasti.
 
 

 

Selanjutnya, warga yang antusias menanggapi normalisasi lahan, segera menanami lahannya dengan padi sekalipun pohon kelapa sawit belum dibongkar dari lahan mereka. Waktu yang berjalan kedepan akan membuktikan apakah pemerintah setia dengan janji menjamin irigasi dan ketersediaan pupuk, ataukah petani akan menjadi obyek pasar, baik itu pupuk, bibit dan pembasmi hama. Lebih dari itu rasa optimis perlu ditumbuhkan untuk terus mengusahakan tanah, air dan udara di negeri ini. (YDA).

  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2023 (11)
 2022 (20)
 2021 (21)
 2020 (19)
 2019 (8)
 2018 (9)
 2017 (17)

Total: 105