Mengikuti Diskusi Hak Anak Internasional & Nasional

pada hari Senin, 21 Maret 2022
oleh Samueli Hia
Oleh: Samueli Hia

 

Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Bengkulu.          

Halo Sobat Stube-HEMAT di seluruh Indonesia! Salam kenal saya Samueli Hia dari komunitas Stube-HEMAT di Bengkulu. Saya mahasiswa dari Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Bengkulu, semester II (dua). Ini adalah pengalaman pertama saya mengikuti Stube-HEMAT Bengkulu. Saya mendapatkan kesempatan ini atas rekomendasi dari dosen saya, Made Nopen Supriadi, S.Th. (Sabtu, 19/03/2022), pukul 15.00 s.d. 17.00 WIB. Diskusi ini memiliki tema utama, ‘Perlindungan Perempuan dan Anak dengan sub tema, Hak Asasi Anak Menurut Konvensi Internasional dan Indonesia”, dengan narasumber Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd, Direktur Eksekutif Stube-HEMAT. Karena kasus Covid-19 varian Omicron sedang melonjak secara nasional, maka diskusi diselenggarakan secara online, Yogya-Bengkulu.

 

 

Berikut saya merangkum apa yang saya dapat dalam diskusi tersebut. Narasumber berbicara mengenai hak anak maka pembahasannya bertujuan memberitahukan apa yang harus dimiliki oleh anak dalam keluarga dan di dalam masyarakat. Selain definisi anak dengan batasan usia 0-18 tahun, nara sumber memberikan informasi tentang convention on the rights of the Child pada tahun 1989 oleh UNICEF, yang menghasilkan 54 pasal hak anak. Diantaranya, anak tidak boleh didiskriminasi, mendapat perhatian yang terbaik, perlindungan, bimbingan, hak hidup, mendapatkan nama, identitas, bersama keluarga, komunikasi dengan keluarga yang berbeda negara, melindungi anak dari penculikkan, menghormati cara pandang anak, berbagi pemikiran dengan bebas, bebas berpikir dan beragama, memiliki komunitas (group), melindungi privasi anak, mendapatkan akses untuk infomasi, mendapatkan tanggung jawab dari orang tua, melindungi dari kekerasan, melindungi anak yang tanpa orang tuaadopsi dan lain sebagainya.

Karena konvensi tersebut ditetapkan pada tanggal 20 November, maka hari tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Anak Internasional. Dari banyak pasal konvensi hak anak internasional tersebut, Indonesia mengadopsi dan menyarikannya menjadi 10 hak anak,  yang meliputi:

  1. Hak untuk Bermain
  2. Hak untuk mendapatkan Pendidikan
  3. Hak untuk mendapatkan Perlindungan
  4. Hak untuk mendapatkan Nama (Identitas)
  5. Hak untuk mendapatkan Status Kebangsaan
  6. Hak untuk mendapatkan Makanan
  7. Hak untuk mendapatkan Akses Kesehatan
  8. Hak untuk mendapatkan Rekreasi
  9. Hak untuk mendapatkan Kesamaan
  10. Hak untuk memiliki Peran Dalam Pembangunan 

 

 

Diskusi tersebut memberi saya wawasan baru, bagaimana memahami bahwa anak-anak memiliki hak yang perlu dipenuhi baik oleh orang dewasa, orang tua atau pun lembaga-lembaga terkait. Wawasan ini menjadi bekal bagi saya untuk terlibat aktif memperhatikan perlindungan bagi anak dengan memperhatikan hak mereka. (SH) ***

 

 


  Bagikan artikel ini

Peran LK3 Atas Kasus Kekerasan Seksual Di Lingkungan Masyarakat

pada hari Senin, 21 Maret 2022
oleh Huanius Jastino Tresavaldo Quiko
Oleh : Huanius Jastino Tresavaldo Quiko.          

 

 

 

Kali ini saya berkesempatan untuk mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh Stube-HEMAT Bengkulu di desa Taba Gemantung, kecamatan Merigi Sakti, kabupaten Bengkulu Tengah (20/03/2022)Materi disampaikan penasihat LK3 Bengkulu Tengah, Alfredo Qoeiko. Saya mendapatkan wawasan baru berkaitan peran Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) pada kasus kekerasan seksual di masyarakat.

 

 

LK3 sendiri merupakan lembaga atau organisasi yang memberikan pelayanan konseling, konsultasi, pemberian dan penyebarluasan informasi, penjangkauan, perlindungan, pendampingan dan pemberdayaan keluarga secara profesional, termasuk merujuk sasaran ke lembaga pelayanan lain yang mampu memecahkan masalah yang diperlukanLembaga ini memiliki peran menangani masalah-masalah yang kerap ditemui di lingkungan masyarakat seperti masalah kekerasan seksual. Pada dasarnya fungsi atau tujuan dari lembaga ini adalah untuk menjamin kesejahteraan keluarga. LK3 sendiri berada di bawah naungan Kementerian Sosial yang berperan aktif dalam segala aspek yang mendukung kesejahteraan masyarakat.

 

Dasar dari pemikiran pelaksana lembaga ini adalah adanya berbagai perubahan dalam masyarakat pasti menyebabkan permasalahan yang dihadapi oleh keluarga semakin kompleks, seperti kemiskinan, ketelantaran anak, kekerasan dalam rumah tangga, trafficking, penyalahgunaan narkoba. Pada kasus kekerasan seksual, LK3 berperan melakukan perlindungan sosial dan memberikan pendampingan sampai kasus diselesaikan secara pidana atau kekeluargaan. Apabila korban mendapatkan traumatik karena perlakuan yang dialaminya maka petugas LK3 akan mendampingi dengan dukungan moral ataupun dukungan lain tergantung kebutuhan. Karena pada dasarnya LK3 memiliki beberapa fokus yakni Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, Sosial, hingga Hukum seperti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Dalam praktiknya apabila seseorang mengalami kasus (KDRT) atau kasus kekerasan seksual maka Pekerja Sosial (Pendamping) LK3 akan memberikan dukungan atau perlindungan kepada korban selama proses hukum berlangsung hingga selesai. Pekerja Sosial berasal dari warga desa berdasar keputusan yang dikeluarkan Dinas Sosialsehingga seorang Peksos memiliki perlindungan hukum. Minimal terdapat 5 orang Peksos di satu desa agar dapat menjangkau dan melayani lebih baik.

 

 

Peran LK3 sangat penting untuk mendukung kesejahteraan kelompok masyarakat. Sayangnya lembaga ini belum menyeluruh dimiliki tiap desa, termasuk Desa Taba Gemantung. Setelah pengenalan LK3 ini, akan terbentuk LK3 Taba Gemantung. Usaha berbagai pihak sangat dibutuhkan agar lembaga ini dapat terbentuk sehingga dengan adanya LK3, kesejahteraan masyarakat desa dapat lebih diperhatikan mengingat tindak kekerasan atau kasus-kasus lain bisa terjadi pada siapa saja.***

 

 


  Bagikan artikel ini

Serba-Serbi Hak Anak Internasional

pada hari Minggu, 20 Maret 2022
oleh Yohanes Dian Alpasa

Oleh Yohanes Dian Alpasa.         

 

 

Diskusi kali ini membahas topik konvensi hak anak internasional dengan narasumber, Ariani Narwastujati, direktur eksekutif Stube HEMAT, lewat media zoom (19/03/2022) yang berlangsung dari jam 15.00 WIB s.d. 17:15 WIB. Diskusi dibuka oleh multiplikator Stube-HEMAT BengkuluYohanes Dian Alpasa, dilanjutkan Made Nopen Supriadi, dosen Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Bengkulu (STTAB), sekaligus relawan program ini sebagai moderator.

 

 

Di awal diskusi, Ariani memperkenalkan 42 hak anak yang ada dalam konvensi internasional 1990 yang selanjutnya diadopsi pemerintah Indonesia, tertuang dalam 10 hak anak  (UU No. 23 thn 2002)Pemahaman kategori anak menjadi percakapan pembuka diskusi,  yakni manusia terhitung dari pra-natal (masih dalam kandungan) hingga usia 18 tahun. Ternyata peserta mahasiswa ada yang masih berumur 17 tahun, sehingga masih bisa dikategorikan anak. Beberapa peserta diminta berbagi cerita pengalaman masa kecil mereka, apakah mengalami hal-hal menyenangkanmengecewakan, kepahitan, apakah asupan gizi makanan terjamin, punya hak bicara dalam keluarga, dan apakah bicara mereka didengarkan, dan lain-lain.

 

 

Jawaban peserta sangat beragam. Salah seorang peserta diskusi, menjawab bahwa ia pernah kecewa dalam masa kecilnya, karena ucapan dan perlakuan orang tuanyamengalami kekurangan, kebutuhannya tidak tercukupi pada waktu-waktu tertentu. Peserta lain menyampaikan bahwa dirinya merasa tercukupi oleh orang tuanya, bahagia, dan tidak kekurangan. Narasumber menyampaikan bahwa kekurangan bisa mencakup fasilitas, makanan, kesehatan, pendidikan, rekreasi dllBeberapa anak hidup dalam kelimpahan kasih sayang, fasilitas, juga makanan, tetapi di lain pihak masih banyak bahkan jutaan anak yang tidak bisa menikmati fasilitas dan kecukupan dasar hidupnya. Rumusan  hak-hak anak bukanlah suatu produk instan. Rumusan perlindungan anak internasional ini sudah digagas sejak 1979 dan ditetapkan 10 tahun kemudian, baru 2 tahun setelahnya, konvensi ini diratifikasi pada tanggal 20 November, yang selanjutnya diperingati sebagai hari anak internasional.

Pada bagian pertama narasumber memaparkan konvensi hak anak internasional mulai dari nomor 1 sampai nomor 20. “Dari sekian banyak hak anak internasional apakah semua sudah terpenuhi? Manakah yang belum terpenuhi?” tanya narasumber di sela jeda pemaparannya. Lita, salah seorang peserta menjawab bahwa nomor 15 yang berkaitan memberi kebebasan anak untuk bergabung dalam suatu kelompok aktivitas belum terpenuhi. Kadang orang tua terlalu kuatir dan mempertanyakan kelompok/komunitas yang akan diikuti itu baik atau tidak. Jawaban senada juga diungkapkan seorang peserta bernama Ponsius yang menyatakan bahwa orang tuanya tidak mengijinkan dia mengikuti kegiatan luar. Maka, narasumber menyatakan kepada para peserta bahwa konsekuensi menjadi orang tua adalah bisa menjamin anaknya mendapatkan hak-haknya.

 

 

Bagian selanjutnya nara sumber memaparkan hak-hak anak nomor 21 sampai dengan 42, seperti jaminan perlindungan saat mengungsi, tidak ada diskriminasi untuk anak-anak disabilitas, hak mengakses air bersih, makanan, dan lingkungan yang sehat. Ada kasus bahwa anak-anak kurang diperhatikan kecukupan gizi dan sering makan hanya nasi polos, tetapi ketika ada tamu datang maka dengan sekejap tersedia aneka makanan bergizi.  Apakah hanya orang kaya saja yang mampu memenuhi hak anak? Tidak, kelompok menengah ke bawah pun mampu untuk memenuhinya. Makanan sehat tidak harus mahal karena sayuran dan buah dapat ditanam sendiri, seperti di Bengkulu ini masih cukup areal tanah yang bisa dimanfaatkan. Memelihara ayam dan itik juga bukan hal sulit.

Made Nopen selaku moderator menanggapi paparan ini dengan mengakui bahwa dia pun belum bisa sepenuhnya memenuhi hak-hak tersebutDiskusi semakin menarik dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul, seperti bagaimana dengan pembatasan informasi yang dilakukan orang tua mencegah pengaruh negatif informasi dari internetfoto akun media sosial yang menggunakan gambar anak,  bagaimana hak-hak anak yang lahir di luar nikah bagaimana program pemerintah mengimplementasikan undang-undang perlindungan anak, serta komunitas anak internasional. Nara sumber menjawab dan mendiskusikan semua itu dengan para peserta sehingga menambah wawasan dan pemahaman atas materi yang diberikan.

Di akhir diskusi Made Nopen meminta nara sumber memberi closing statement dan menutup kegiatan dengan menyampaikan harapan bahwa hak-hak anak semakin bisa dipahami dan bagi orang dewasa yang sudah mengetahui hak-hak anak ini wajib menyebarluaskannya sehingga kualitas hidup anak-anak Indonesia semakin meningkat. 


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2023 (11)
 2022 (20)
 2021 (21)
 2020 (19)
 2019 (8)
 2018 (9)
 2017 (17)

Total: 105