Subur, Mandiri, Saingi Urea!

pada hari Sabtu, 25 November 2023
oleh Multiplikasi Stube HEMAT Bengkulu

    

 

Peserta Stube-HEMAT telah dilatih membuat pupuk sendiri dengan berbagai bahan yang mudah didapat di alam sekitar dengan tujuan menekan biaya produksi. Karena Indonesia kaya akan bahan-bahan alam, maka pembuatan pupuk sangat mungkin dilakukan dengan biaya murah. Hasilnya bisa macam-macam pupuk, bergantung pada bahan dasarnya dan metode produksinya juga berbeda-beda. Beberapa alumni sudah cakap melakukan fermentasi, ada yang mengolah bahan dengan cara dan alat sederhana. Namun secara prinsip, kami ingin merawat kesuburan, menjadi kemandirian, dan bersaing dengan dominasi pupuk buatan pabrik yang semakin sulit dan semakin mahal saat ini.

Kesuburan harus dirawat dan kesuburan tanah dipengaruhi oleh petaninya. Suku-suku asli Bengkulu masih melakukan ladang berpindah dan tidak menjadi masalah. Mereka berpindah-pindah mencari lahan yang subur. Awalnya mereka harus menebang pohon, namun kadangkala pohon yang ditebang masuk kawasan hutan lindung. Setelah ditebangi, lahan ini ditanami kopi dan jenis biji-bijian yang lain. Ketika kopi sudah tinggi dan tidak menghasilkan banyak buah, maka pemilik lahan akan mencari hutan baru untuk ditebang. Sementara itu kebun kopi tadi menjadi semak belukar dan perlahan menjadi hutan kembali. Kesuburan adalah kehidupan, oleh karenanya harus dijaga sebaik-baiknya demi kebaikan anak-cucu.

Sekali lagi, kesuburan tanah dipengaruhi petaninya. Mayoritas pertanian kita saat ini, dan yang terjadi di Bengkulu, adalah pertanian sedenter. Orang tidak lagi mudah berpindah-pindah lahan, sehingga mau-tidak mau di situlah orang harus bercocok-tanam. Demi menjaga produksi, petani-petani terpesona melihat tawaran produk benih dan pupuk korporasi. Tidak lupa pestisida, insektisida, dan fungisida diperkenalkan. Tawaran itu menggiurkan karena menawarkan produksi yang lebih cepat, lebih banyak, dan mampu mematikan hewan-hewan yang dianggap hama. Efek sampingnya adalah kandungan bahan-bahan pupuk tadi menurunkan kualitas tanah (bukan memperbaikinya), petani tidak bisa menghasilkan benih lagi, serta hama yang resisten terhadap racun dari hari ke hari.

 

 

Menyikapi fenomena ini, Multiplikator Stube-HEMAT Bengkulu menyatakan berhenti menggunakan pupuk kimia, mulai menggunakan bahan-bahan lokal sebagai pupuk, dan aktif mencari benih-benih, biji, batang, dan umbi-umbian yang cocok untuk  tanah Bengkulu. Bagaimanapun juga ketergantungan harus diakhiri dan kemandirian benih dan pupuk harus segera dimulai. Komitmen itu dimulai dengan membuat pupuk kompos sendiri, tidak menggunakan pestisida, serta mulai menanam benih-benih yang dianggap “benih lokal”. Salah satu upaya untuk membuat pupuk sendiri yakni dengan pengadaan kambing bagi Stube-HEMAT Bengkulu. Stube-HEMAT Bengkulu pada bulan November 2023 mengusahakan dua ekor kambing dengan target dalam satu bulan mampu menghasilkan satu karung pupuk kandang (srinthil) senilai Rp. 30.000,-. Dengan keuntungan mendapatkan pupuk kandang dan peliharaan ternak kambing, maka kebutuhan pupuk pabrikan bisa dikurangi, bahkan mampu menghasilkan pupuk sendiri. ***

 


  Bagikan artikel ini

Kobarkan Semangat Moderasi Di Bengkulu

pada hari Sabtu, 18 November 2023
oleh Multiplikasi Stube HEMAT di Bengkulu.

      

 

Moderasi menjadi program pemerintah dan menjadi program prioritas saat ini. Semangat untuk saling memahami dan mengerti senantiasa harus dipupuk. Keberadaan semangat itu juga perlu untuk disuburkan. Kadangkala semangat moderasi perlu untuk diunggah kembali ketika terjadi perselisihan yang berlatar religi. Stube-HEMAT Bengkulu menggelar diskusi bertajuk “Mengingat Semangat Moderasi”. Diskusi ini ditujukan untuk “menjaga api” diskusi dan menunjukkan geliat aktivitas Stube-HEMAT Bengkulu.

 

 

Diskusi kecil ini digelar di STTAB pada 17 November 2023. Iman Kristina Halawa memimpin diskusi dengan membagikan materi tentang moderasi dalam tubuh gereja-gereja injili. Ada saja orang-orang percaya yang meyakini dirinya paling benar, merasa benar, ataupun lebih benar dari yang lain. Namun, kita bersyukur, warga gereja yang menerima perbedaan semakin banyak. Gereja-gereja tidak lagi hanya membenarkan diri dan menyalahkan keyakinan orang lain. Sekarang gereja semakin mampu percaya kepada Kristus tanpa harus memandang orang yang berbeda agama sebagai orang yang salah.

Pemahaman seperti ini terkesan sederhana, namun kadangkala terlupakan akibat banyaknya gagasan yang beredar dan kita renungkan setiap harinya. Kali ini peserta Stube-HEMAT diajak untuk mengingat kembali semangat untuk saling menerima satu sama lain, bergaul dengan menjunjung tinggi kesetaraan, dan perasaan saling menghormati.

Pada kesempatan kali ini, peserta juga berkesempatan untuk menunjukkan pendapatnya. Menurut pendapat Tommy Helfiger Sakoikoi, moderasi beragama yaitu cara pandang, sikap dan perilaku seseorang yang harus dipraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari sesuai dengan kepercayaannya. Sebagai contoh moderasi beragama dalam indikator toleransi, kita bisa melihat bagaimana masyarakat Indonesia menjalani kehidupan sehari-hari dengan saling menghargai dan menghormati perayaan agama yang berbeda. Mengapa harus ada Moderasi beragama? Ada tiga alasan pentingnya memahami moderasi beragama. Pertama, sering muncul konflik sosial bernuansa agama. Kedua, adanya potensi yang mengakibatkan pembelahan sosial. Ketiga, adanya potensi yang mengakibatkan tindak kekerasan dan korban. Alasan ketiga inilah yang pernah Tommy rasakan, dimana pada saat melakukan perayaan hari besar kami (Natal), dibubarkan oleh ketua RT dan akhirnya merayakan Natal di rumah masing-masing.

Ponzi menambahkan, seorang teolog harus memiliki kesadaran yang kuat mengenai moderasi beragama, karena moderasi ini adalah salah satu tolok ukur yang harus diciptakan oleh orang Kristen supaya etika pola hidup terlihat jelas  sebagai pengikut Kristus yang sejati. Di Indonesia ada berbagai macam suku, agama dan budaya, sehingga untuk mempersatukan ini dengan baik perlu menciptakan moderasi yang baik dan benar dengan tujuan hidup damai dan rukun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut Ponzi, kendala dalam menciptakan moderasi beragama adalah tidak menerima ajaran yang satu dengan yang lain. Mereka menganggap diri paling benar, sedangkan ajaran yang lain tidak. Perspektif ini tidak baik untuk dikembangkan karena dampaknya dirasakan Masyarakat. Seorang teolog berperan di dalamnya dan menjadi teladan menciptakan kedamaian dalam berbangsa dan bernegara.

Moderasi diciptakan melalui komunikasi, sosialisasi, dan kerja sama antara satu dengan yang lain. Salah satu dasar yang harus diciptakan dalam moderasi adalah tempat pendidikan anak, supaya melalui lembaga pendidikan dapat diciptakan suasana yang baik. Jadi, yang menjadi dasarnya adalah sosialisasi dan komunikasi yang baik untuk menciptakan keharmonisan.

Diskusi ini membekali peserta untuk semakin dimampukan untuk menghargai perbedaan. Hal ini penting, karena peserta program multiplikasi Stube HEMAT di Bengkulu ini akan menjadi pemimpin umat dan memberikan pengajaran luhur dimanapun nanti akan melayani Kristus. ***


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2023 (11)
 2022 (20)
 2021 (21)
 2020 (19)
 2019 (8)
 2018 (9)
 2017 (17)

Total: 105