Oleh: Iman Kristina Halawa.
Keanekaragaman hayati sangat penting dalam membangun keberlanjutan dan kesejahteraan manusia, termasuk di kota Bengkulu. Ini menjadi topik diskusi Stube-HEMAT bersama mahasiswa STTAB agar mahasiswa mengetahui Sustainable Development Goals terkait dengan pangan lokal yang bisa diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Bengkulu. (Sabtu, 25/2/2023).
Indonesia kaya ragam pangan lokal di berbagai daerah, termasuk di Bengkulu. Masyarakat mendapat manfaat jika mengkonsumsi pangan lokal, namun masyarakat belum memanfaatkannya secara optimal, termasuk pengelolaannya. Seperti pengalaman salah satu peserta yang menceritakan pemanfaatan panganan lokal di Nias, kampung halamannya. Beberapa umbi-umbian dijual mentah dan ditukar dengan makanan instan seperti mi instan dan ikan kaleng. Iman Kristina menjumpai penjualan pisang segar dari pulau Nias ke pesisir barat Sumatera. Namun, komoditas itu kembali lagi ke Nias dalam bentuk makanan olahan sebagai oleh-oleh.
Setiap daerah memiliki pangan lokal tapi belum optimal baik dari ketersediaan maupun pemanfaatan untuk dikonsumsi, padahal penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dan menopang ekonomi petani. Pengolahan pangan yang terbatas menyebabkan rendahnya pemanfataan pangan lokal, contohnya umbi-umbian, hanya diproses secara tradisional dengan rebus, bakar atau goreng untuk dikonsumsi. Tantangannya adalah bagaimana mendongkrak pemanfaatan pangan lokal secara kreatif. Dengan pengolahan secara kreatif masyarakat menjadi tertarik dan meningkatkan nilai jual produk sehingga pada akhirnya perekonomian masyarakat meningkat.
Kelompok diskusi juga akan mengolah bahan pangan lokal seperti ubi dan kelapa untuk mempraktekkan beberapa olahan pangan lokal kepada mahasiswa, sehingga mereka bisa mengolahnya, bahkan bisa menjadi alternatif pengganti beras. Seandainya di daerah pelosok terjadi gangguan suplai beras, maka mahasiswa yang bertugas di daerah pelosok bisa bertindak memanfaatkan pangan alternatif untuk masyarakat. Di era milenial saat ini, masyarakat khususnya generasi muda cenderung mengkonsumsi makanan yang menarik dan instan, jadi kita mesti kreatif dalam mengelola pangan lokal menjadi makanan yang ‘up to date’ dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga pangan lokal ‘dilirik’ oleh masyarakat.
Yohanes Dian Alpasa, Multiplikator Stube HEMAT di Bengkulu mendorong mahasiswa untuk merancang produk pangan lokal tertentu, dari persiapan bahan sampai pemasaran secara detil. Beberapa bahan dan alat yang dibutuhkan bisa didapatkan dengan mudah, sebagian lain yang tidak tersedia di pasar akan didatangkan dari tempat lain di Bengkulu.
Upaya sekecil apa pun untuk menemukan pangan alternatif selain beras mendesak untuk dilakukan, dan anak muda mahasiswa di Bengkulu harus berani mengambil inisiatif untuk memulai, dari menemukan pangan lokal potensial di Bengkulu, mengolah dan memproduksi dari sekarang. ***