“Kolaborasi Pemuda Lintas Perbedaan Ditengah Eksklusivitas Masyarakat Indonesia” menjadi topik diskusi program Multiplikasi Stube-HEMAT Bengkulu pada tanggal 24 September 2019. Bertempat di Kedai Kenrich Jl. WR Supratman, Kandang Limun Unib Belakang, diskusi selama kurang lebih satu setengah jam dipandu oleh Mutiara E. Lumban Gaol, dengan moderator Hosani Ramos Hutapea dan nara sumber Yedija Manullang.
Diskusi dibuka dengan perkenalan Stube-HEMAT sebagai lembaga pendampingan mahasiswa dan sharing pengalaman selama mengikuti pelatihan ‘Multikultural dan Dialog Lintas Agama’, di Stube-HEMAT Yogyakarta. Yedija menyampaikan bahwa selama mengikuti kegiatan peserta belajar memahami perbedaan bukan menjadi sebuah alasan untuk tidak bersatu, sebaliknya untuk saling berdampingan. Bahkan beberapa tokoh agama di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, menginisiasi berdirinya sekolah Ke-Bhinneka-an yang mewadahi bertemunya pemuda dan masyarakat lintas agama dan kepercayaan untuk melakukan diskusi, kunjungan atau pun membuat pelatihan, yang semuanya itu bermuara mempererat ikatan persaudaraan satu bangsa. Hal-hal ini menjadi motivasi pembicara mengangkat topik tersebut untuk memberi pemahaman dan menginspirasi teman-teman di Bengkulu.
Kondisi masyarakat Indonesia ada yang bisa digolongkan inklusif dan eksklusif. Masyarakat inklusif adalah masyarakat yang bisa menerima dan mengakui perbedaan pihak lain, mudah berinteraksi dengan perbedaan tersebut karena menganggap pada hakikatnya semua anggota masyarakat adalah sama. Sebaliknya masyarakat eksklusif adalah masyarakat yang menutup diri terhadap perbedaan karena tidak ingin kelompoknya dirusak oleh kelompok lain baik secara budaya atau pahamnya. Provinsi Bengkulu memiliki beragam budaya dari setiap suku yang ada, juga agama yang berbeda-beda pula. Menyikapi keberagaman tersebut maka solusi yang tepat adalah kolaborasi, saling membangun kepercayaan dan kerjasama, memperkuat persatuan dalam perbedaan. Peran pemuda sangat dibutuhkan untuk menciptakan keserasian, tidak hanya di Bengkulu namun juga di Indonesia dalam cakupan yang lebih luas, melalui diskusi-diskusi kecil lintas komunitas baik yang berbasis agama, seni, hobi atau pun komunitas lain yang ada di Bengkulu. Hal ini harus terus dipupuk karena jika kita terus memperdebatkan eksklusivitas masing-masing kelompok, akan menyebabkan perpecahan dan kehancuran. (Hosani Ramos Hutapea)