Oleh Yohanes Dian Alpasa.
Diskusi kali ini membahas topik konvensi hak anak internasional dengan narasumber, Ariani Narwastujati, direktur eksekutif Stube HEMAT, lewat media zoom (19/03/2022) yang berlangsung dari jam 15.00 WIB s.d. 17:15 WIB. Diskusi dibuka oleh multiplikator Stube-HEMAT Bengkulu, Yohanes Dian Alpasa, dilanjutkan Made Nopen Supriadi, dosen Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Bengkulu (STTAB), sekaligus relawan program ini sebagai moderator.
Di awal diskusi, Ariani memperkenalkan 42 hak anak yang ada dalam konvensi internasional 1990 yang selanjutnya diadopsi pemerintah Indonesia, tertuang dalam 10 hak anak (UU No. 23 thn 2002). Pemahaman kategori anak menjadi percakapan pembuka diskusi, yakni manusia terhitung dari pra-natal (masih dalam kandungan) hingga usia 18 tahun. Ternyata peserta mahasiswa ada yang masih berumur 17 tahun, sehingga masih bisa dikategorikan anak. Beberapa peserta diminta berbagi cerita pengalaman masa kecil mereka, apakah mengalami hal-hal menyenangkan, mengecewakan, kepahitan, apakah asupan gizi makanan terjamin, punya hak bicara dalam keluarga, dan apakah bicara mereka didengarkan, dan lain-lain.
Jawaban peserta sangat beragam. Salah seorang peserta diskusi, menjawab bahwa ia pernah kecewa dalam masa kecilnya, karena ucapan dan perlakuan orang tuanya, mengalami kekurangan, kebutuhannya tidak tercukupi pada waktu-waktu tertentu. Peserta lain menyampaikan bahwa dirinya merasa tercukupi oleh orang tuanya, bahagia, dan tidak kekurangan. Narasumber menyampaikan bahwa kekurangan bisa mencakup fasilitas, makanan, kesehatan, pendidikan, rekreasi dll. Beberapa anak hidup dalam kelimpahan kasih sayang, fasilitas, juga makanan, tetapi di lain pihak masih banyak bahkan jutaan anak yang tidak bisa menikmati fasilitas dan kecukupan dasar hidupnya. Rumusan hak-hak anak bukanlah suatu produk instan. Rumusan perlindungan anak internasional ini sudah digagas sejak 1979 dan ditetapkan 10 tahun kemudian, baru 2 tahun setelahnya, konvensi ini diratifikasi pada tanggal 20 November, yang selanjutnya diperingati sebagai hari anak internasional.
Pada bagian pertama narasumber memaparkan konvensi hak anak internasional mulai dari nomor 1 sampai nomor 20. “Dari sekian banyak hak anak internasional apakah semua sudah terpenuhi? Manakah yang belum terpenuhi?” tanya narasumber di sela jeda pemaparannya. Lita, salah seorang peserta menjawab bahwa nomor 15 yang berkaitan memberi kebebasan anak untuk bergabung dalam suatu kelompok aktivitas belum terpenuhi. Kadang orang tua terlalu kuatir dan mempertanyakan kelompok/komunitas yang akan diikuti itu baik atau tidak. Jawaban senada juga diungkapkan seorang peserta bernama Ponsius yang menyatakan bahwa orang tuanya tidak mengijinkan dia mengikuti kegiatan luar. Maka, narasumber menyatakan kepada para peserta bahwa konsekuensi menjadi orang tua adalah bisa menjamin anaknya mendapatkan hak-haknya.
Bagian selanjutnya nara sumber memaparkan hak-hak anak nomor 21 sampai dengan 42, seperti jaminan perlindungan saat mengungsi, tidak ada diskriminasi untuk anak-anak disabilitas, hak mengakses air bersih, makanan, dan lingkungan yang sehat. Ada kasus bahwa anak-anak kurang diperhatikan kecukupan gizi dan sering makan hanya nasi polos, tetapi ketika ada tamu datang maka dengan sekejap tersedia aneka makanan bergizi. Apakah hanya orang kaya saja yang mampu memenuhi hak anak? Tidak, kelompok menengah ke bawah pun mampu untuk memenuhinya. Makanan sehat tidak harus mahal karena sayuran dan buah dapat ditanam sendiri, seperti di Bengkulu ini masih cukup areal tanah yang bisa dimanfaatkan. Memelihara ayam dan itik juga bukan hal sulit.
Made Nopen selaku moderator menanggapi paparan ini dengan mengakui bahwa dia pun belum bisa sepenuhnya memenuhi hak-hak tersebut. Diskusi semakin menarik dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul, seperti bagaimana dengan pembatasan informasi yang dilakukan orang tua mencegah pengaruh negatif informasi dari internet, foto akun media sosial yang menggunakan gambar anak, bagaimana hak-hak anak yang lahir di luar nikah, bagaimana program pemerintah mengimplementasikan undang-undang perlindungan anak, serta komunitas anak internasional. Nara sumber menjawab dan mendiskusikan semua itu dengan para peserta sehingga menambah wawasan dan pemahaman atas materi yang diberikan.
Di akhir diskusi Made Nopen meminta nara sumber memberi closing statement dan menutup kegiatan dengan menyampaikan harapan bahwa hak-hak anak semakin bisa dipahami dan bagi orang dewasa yang sudah mengetahui hak-hak anak ini wajib menyebarluaskannya sehingga kualitas hidup anak-anak Indonesia semakin meningkat.