Materi kepemimpinan masih menjadi tema yang menarik dan cukup mendesak di Bengkulu. Setiap pemuda memiliki potensi yang belum tergarap maksimal, sementara masyarakat dan gereja membutuhkan mereka sebagai tulang punggung masa depan.
Salah satu usaha yang dilakukan untuk mencetak pemimpin teladan adalah dengan membentuk karakternya terlebih dahulu. Dalam hal ini, melatih kaum muda atau anak-anak muda menjadi strategi efektif dalam membentuk masyarakat kedepannya. Pemuda punya banyak waktu, tenaga, dan kesempatan untuk mengembangkan diri di tengah masyarakat. Oleh karenanya, peran pemuda menjadi vital.
Namun, kenyataan yang masih dijumpai adalah keengganan anak-anak muda mengambil bagian dalam pelayanan internal gereja. Mereka bukan hanya enggan, tetapi juga tidak banyak mengerti soal bagian pelayanan di gereja. Kemampuan berbicara dan mengeluarkan pendapat masih harus digali.
Salah satu cara melatih anak-anak muda berbicara adalah dengan berdiskusi. Diskusi tentang perikop kitab suci diharapkan mampu untuk merangsang daya nalar dan kemampuan berbicara mereka.
Sabtu, 4 Maret 2017, bertempat di Ruang Konsistori Gedung GKSBS Kurotidur Wilayah Pelayanan MT, enam orang pemuda telah kembali berkumpul untuk mengisi waktu akhir pekannya dengan berdiskusi. Bukan soal diskusi topik di luar Alkitab, tetapi diskusi soal isi dari Alkitab itu sendiri. Diskusi hari itu bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada pemuda gereja di lingkungan Margasakti untuk tidak terburu-buru bertindak menjadi hakim. Seorang pemimpin bertindak rasional dengan akal sehat dan kepala dingin.
Adapun perikop yang menjadi bahan diskusi adalah Matius 13: 24–30 yang menurut Lembaga Alkitab Indonesia adalah “Perumpamaan Tentang Lalang di Antara Gandum.” Seorang pekerja tidak boleh membersihkan ilalang dari gandum sebelum waktu panen tiba.
Yohanes Dian Alpasa memimpin diskusi dengan menyaring beberapa pendapat dari teman-teman. Diskusi menjadi menarik karena masing-masing dapat mengungkapkan pendapatnya. Salah satu ungkapan menarik berbunyi bahwa ilalang susah dibedakan dari gandum, kalau dicabut maka bisa-bisa pekerja akan salah mencabut. Tentu hal itu benar adanya. Ada kalanya kita berpikir bahwa diri kita sendirilah yang benar dan mencoba untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal, kita belum tentu mampu untuk membuktikan kesalahan. Dan kalaupun mampu membuktikan kesalahan orang lain, bukanlah kewenangan kita untuk menghakiminya. Allah sendiri yang akan turun tangan
Yohanes menutup diskusi dengan refleksi bahwa kita hidup bukan untuk diri sendiri. Ada orang lain yang juga butuh hidup. Maka dengan sendirinya kita dididik untuk mampu berinteraksi dan bekerjasama. ***