Masih segar di ingatan kita tentang bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di wilayah Bengkulu pada tahun 2019. Salah satu faktor pemicunya adalah perubahan iklim yang ekstrim. Bencana alam memang merugikan banyak pihak. Dari data per 29/04/2019 yang diperoleh, korban bencana tercatat 29 orang meninggal dunia, 13 orang hilang, 2 orang luka berat, dan 2 orang luka ringan terang Sutopo Purwo Nugroho yang saat itu menjabat kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Lebih rinci Sutopo mengatakan bahwa korban terbanyak terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah yaitu 22 orang meninggal. Korban meninggal akibat tanah longsor yang terjadi di kaki Gunung Bungkuk Kabupaten Bengkulu Tengah. Sementara korban meninggal lainnya terdapat di Kabupaten Kepahiang sebanyak 3 orang, Kabupaten Lebong 1 orang dan Kota Bengkulu 3 orang.
Bengkulu Tengah menjadi daerah yang paling terdampak bencana alam ini. Hal ini terjadi karena letak geografis dan struktur tanah yang rentan longsor serta banyaknya anak sungai yang dimiliki daerah ini. Melihat permasalahan tersebut Stube HEMAT di Bengkulu menghadirkan seorang pelatih selam dan perenang profesional yaitu, Huanius Jastino tresavaldo, alumni Universitas Bengkulu jurusan kelautan (17/04/2022).
Pelatihan ini penting sebagai usaha membekali mahasiswa peserta memberikan pertolongan korban tenggelam. Narasumber memberikan materi terlebih dahulu sebelum para peserta diajak praktek di salah satu kolam renang di daerah Bengkulu kota. Dalam pemaparannya narasumber memberikan penjelasan bahwa perairan terbagi atas tiga yaitu laut, sungai dan danau/kolam. Masing-masing perairan ini memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam proses penyelamatan korban tenggelam.
Saat dalam posisi menjadi korban hampir tenggelam maka yang harus dilakukan adalah tetap tenang dan tidak panik, karena kepanikan akan membuat tubuh semakin tenggelam. Jika tidak bisa berenang maka biarkan kaki menginjak dasar dan melompat kepermukaan dengan tumpuan kaki. Hal ini dilakukan terus menerus, namun jika itupun masih terasa sulit, narasumber menyarankan peserta untuk berusaha mengambang di air dan membuat pelampung dari celana atau baju yang dikenakan.
Hal yang harus digarisbawahi ketika menolong orang tenggelam adalah menyelamatkan nyawa, jadi jika tidak mahir berenang maka lebih baik mencari pertolongan, jangan membahayakan nyawa sendiri. Selanjutnya pastikan bahwa orang yang tenggelam tersebut tidak dalam keadaan panik, karena ketika panik korban secara reflek menendang yang akan menenggelamkan si penolong. Beritahu korban untuk tetap tenang dan percaya kepada si penolong. Bawa korban dengan posisi mengkalungkan tangan ke leher korban dari belakang. Hindari menarik korban dengan berhadapan muka karena korban bisa menyulitkan si penolong berenang. Bawa korban ke tepi. Jika korban minum banyak air maka perlu diingat jangan menyuruh korban duduk atau memposisikan kaki lebih tinggi dari kepala, namun baringkan korban, letakkan satu tangan korban di dada dan miringkan tubuhnya, maka dengan sendirinya air akan keluar dari mulut.
Kegiatan ini berjalan sangat menyenangkan karena peserta mendapatkan banyak hal baru, dan pelatih mengajarkan berbagai gaya renang. Informasi dan pengetahuan ini sangat bermanfaat saat kondisi banjir atau tenggelam. Salam dan semangat bertahan hidup. (RGA) ***