Bengkulu, salah satu provinsi di pulau Sumatera yang menjadi tujuan para transmigran dari pulau Jawa sejak tahun 1933, masa penjajahan Belanda. Para transmigran dibawa ke daerah yang saat ini dikenal sebagai Kelurahan Kemumu, Kecamatan Arma Jaya, Bengkulu Utara. Provinsi Bengkulu sendiri terdiri dari 10 daerah tingkat 2 yang meliputi:
1. Kabupaten Bengkulu Selatan
2. Kabupaten Bengkulu Tengah
3. Kabupaten Bengkulu Utara
4. Kabupaten Kaur
5. Kabupaten Kepahiang
6. Kabupaten Lebong
7. Kabupaten Mukomuko
8. Kabupaten Rejang Lebong
9. Kabupaten Seluma
10. Kota Bengkulu
Multiplikator Stube HEMAT berada di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara (Arga Makmur), tepatnya di Dusun 7 MT, desa Margasakti, Kecamatan Padang Jaya. Daerah ini memiliki nama asli Kurotidur / Kwaotiduak (bahasa suku Rejang). Suku Rejang ini penduduk asli Bengkulu yang mayoritas tinggal di daerah sebelum memasuki Kecamatan Padang Jaya. Kota kecamatan ini bisa dicapai sekitar 2 jam naik mobil dari bandara Fatmawati Soekarno, dengan jalan yang mulai berkelok-kelok di antara perkebunan sawit dan karet setelah meninggalkan kota Bengkulu. Rumah-rumah penduduk nampak tertata rapi dengan bahan bangunan mayoritas batu dan beberapa rumah asli dengan gaya rumah panggung yang terbuat dari kayu.
Anak-anak muda di tempat multiplikasi ini dilakukan merupakan generasi ke sekian dari kakek-nenek mereka, para transmigran dari Jawa. Anak mudanya, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kemampuan mengolah sawah dan kebun. Bagi orang tua yang memiliki idealisme tinggi, mereka akan mengirim anak-anak mereka untuk melanjutkan studi ke Jawa, supaya kelak bisa menjadi guru, pendeta, atau pekerja kantoran lainnya. Sayangnya, secara umum anak muda di sini memiliki latar belakang pendidikan setingkat SMP atau SMA saja. Mereka tumbuh dengan sederhana dengan muara kerja kebun tanpa pernah mengenal forum untuk membuka wawasan sosial, ekonomi, politik ataupun budaya.
Dari percakapan dan diskusi dengan anak-anak muda tersebut diperoleh beberapa catatan sbb:
1. Mereka senang mendapat pendamping dan motivator yang memberi wadah anak-anak muda berkumpul dan membicarakan hal-hal positif seperti yang dilakukan Yohanes Dian Alpasa sebagai multiplikator Stube HEMAT di Bengkulu Utara.
2. Sebelum ada kegiatan multiplikasi Stube HEMAT, anak muda gereja tidak memiliki wadah berkumpul karena sudah lama tidak ada kegiatan, saat ini mereka bersemangat bertemu dan berdiskusi.
3. Sebagian besar dari anak muda ini menyatakan ingin langsung bisa kerja setelah lepas sekolah untuk membantu ekonomi orang tua mereka yang bergantung pada hasil karet dan sawit yang harganya tidak stabil.
Tidak terlalu mengherankan jika angka perkawinan muda pun banyak terjadi. Data Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu tahun 2015 menunjukkan sebanyak 20,01 persen perempuan menikah pada usia 17-18 tahun. Sebanyak 13,80 persen hamil di bawah usia 16 tahun. Sebagai akibat turunannya adalah meningkatnya resiko kematian ibu dan bayi. Fakta yang mengejutkan adalah pengakuan bahwa bahaya narkoba juga sudah mengancam kehidupan anak-anak muda desa.
Keberadaan kegiatan multiplikasi Stube HEMAT di wilayah ini sangat penting untuk memberi wadah anak muda meningkatkan wawasan dan pengetahuan baik sosial, politik, budaya ataupun ekonomi, serta pengembangan pribadi dan pemikiran kritis yang bisa mendukung partisipasi untuk mengembangkan masyarakat dan daerah. (AN)