Sebagian besar penduduk di desa Tanatuku, Kecamatan Nggaha Ori Angu adalah petani. Keseharian mereka dari tahun ke tahun yaitu mengolah lahan untuk menghasilkan pangan. Seperti menanam jagung, padi, kacang, ubi-ubian serta tanaman lainnya. Namun waktu efektif mengolah lahan hanya pada saat musim hujan, karena mengolah lahan ditentukan oleh curah hujan yang dapat mengairi lahan mereka. Saat ini musim hujan tiba dengan rentang waktu November hingga Maret mendatang. Hamparan bukit-bukit dan pepohonan pun tampak hijau dan segar kembali, sawah-sawah kembali dipenuhi air dan terlihat hijau indah memukau. Sumba kembali tampil dengan wajah baru.
Kegembiraan untuk kembali mengolah lahan dirasakan oleh kelompok tenun perempuan di desa Tanatuku, mereka mulai sibuk menanam berbagai macam tanaman. Hari Sabtu, tanggal 28 November 2020, seusai berkebun, kelompok tenun perempuan ini kembali berkumpul untuk mengevaluasi sejauh mana keberhasilan tenun mereka bersama mama Yustina sebagai pelatih. Beliau berkata, peserta kelompok tenun sudah mulai ada peningkatan dalam memahami setiap tahapan yang ada. Sekali lagi ditegaskan pentingnya keseriusan saat mengikat benang motif untuk menghasilkan kain tenun yang motifnya bagus.
Pada kesempatan yang sama, kelompok ini juga membahas persiapan lahan pembibitan tanaman bahan pewarna, yang bibitnya sudah tersedia dan tinggal ditanam di lahan. Jenis Tanaman yang nantinya akan di tanam yaitu tanaman Nila (wuara) penghasil warna biru dan Mengkudu (Kombu) penghasil warna merah. Dua jenis inilah yang sering dibudidayakan oleh pengrajin tenun pada umumnya, namun pewarna alami lainnya juga dapat diperoleh dengan cara mengambil langsung dari hutan atau membelinya. Pewarna alami dapat diperoleh dari berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, kulit kayu, daun, buah, biji dan bunga-bunga.
Setelah motif selesai diikat, selanjutnya akan masuk pada tahap pewarnaan. Benang-benang lungsin (hemba) tersebut dicelup ke dalam zat pewarna alam. Masing-masing bahan pewarna dituang ke dalam wadah tersendiri, kalau jaman dulu menggunakan periuk tanah. Peserta kelompok tenun tidak lagi sabaran untuk melakukan pewarnaan, karena pada umumnya langkah ini belum pernah mereka saksikan sebelumnya. Namun mereka tidak akan masuk pada proses pewarnaan kalau tahapan mengikat benang motif belum mereka selesaikan. Tetapi dengan semangat kekompakan yang mereka miliki menambah niat mereka untuk terus berproses menyelesaikan tahapan demi tahapan pada tenun.
Hadirnya Program Multiplikasi Stube HEMAT ini memberi warna dan harapan baru bagi warga desa Tanatuku khususnya peserta kelompok tenun yang sedang berproses. Yang sebelumnya mereka hanya sibuk berkebun, kini mereka juga sibuk menenun. Program diharapkan membantu meningkatkan perekonomian mereka ketika hasil tenunan bisa diperjualbelikan.***