Evaluasi Dan Konsolidasi Kelompok Tenun

pada hari Senin, 14 Desember 2020
oleh adminstube

 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengungkapkan, berdasarkan data BPS pada tahun 2019, sebanyak 131 juta jiwa hampir setengah dari populasi penduduk Indonesia adalah perempuan. Data ini menggambarkan bahwa perempuan merupakan penyumbang setengah kekuatan sumber daya manusia di Indonesia. Saat ini Indonesia diperhadapkan dengan berbagai tantangan dalam menangani pandemic covid 19, baik segi kesehatan, sosial maupun  ekonomi perempuan. Pada segi ekonomi, banyak pekerja perempuan diberhentikan dari pekerjaannya, di sisi lain, semakin sulitnya perempuan kepala keluarga dan perempuan pra-sejahtera sebagai pelaku usaha, karena kehilangan distributor atau pasar.

 

 

Hadirnya program pemberdayaan perempuan melalui program Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba turut membantu menjawab permasalahan ekonomi yang dihadapi kebanyakan perempuan Sumba saat ini, khususnya di Desa Tanatuku, Kecamatan Nggaha Ori Angu. Upaya strategis menjawab masalah ketidakberdayaan adalah dengan melakukan  pemberdayaan perempuan melalui program tenun ikat yang saat ini sedang dilakukan.

 

Minggu, 13 Desember 2020, pukul 15.00 WITA peserta kelompok tenun ikat Stube HEMAT berkumpul melakukan evaluasi kegiatan dan konsolidasi kelompok yang telah berjalan sekitar 6 bulan. Kegiatan ini dipandu oleh May Nggiri, wakil BPMJ GKS Karunggu juga peserta kelompok tenun. Beliau sangat bersyukur dan berterimakasih dengan hadirnya program dari Stube HEMAT membuat para pemudi dan ibu-ibu di GKS Karunggu menjadi lebih produktif. Program ini telah membantu gereja dalam hal pemberdayaan jemaat.

 

 

Selanjutnya Mama Yustina sebagai pelatih tenun mengevaluasi hasil kerja kelompok juga memberikan motivasi kepada peserta agar terus bersemangat dalam berlatih, juga beberapa hal seperti  suasana kelompok, kekompakan kelompok, hasil kerja dan keefektifan kelompok dalam mengikuti setiap tahapan tenun ikat. Ia mengapresiasi semangat kerja kelompok dalam menyelesaikan setiap tahapan yang ada.  Saya sangat senang dengan semangat peserta belajar membuat  kain tenun, walaupun sedikit sulit dan sering melakukan kesalahan tetapi tidak membuat peserta berhenti belajar. Kalau mau ikut saya menjadi seorang penenun, harus terus semangat dan mengikuti setiap proses yang saya ajarkan biar cepat bisa,” tegasnya. Beberapa peserta tenun diberi kesempatan menceritakan pengalaman mereka selama ikut pelatihan. Mariance Danga (27 tahun) mengatakan bahwa ia baru pertama kali mengetahui berbagai macam tahapan dalam tenun.

Setelah melakukan evaluasi dan konsolidasi kelompok, Bapak Nikodemus Makanggunggal, seorang penolong guru injil memimpin doa bersama. Kelompok tenun ini akan terus berjalan menyelesaikan segala tahapan yang ada, dan saat ini sedang persiapan pencelupan benang yang sudah diikat untuk melakukan pewarnaan. Semoga ketrampilan yang diperoleh oleh perempuan dalam kelompok tenun ini dapat membantu mereka melakukan usaha produksi untuk meningkatkan perekonomian di tengah situasi pandemi. Ayo lawan pandemi dengan menjadi trampil dan terus berkreasi.***


  Bagikan artikel ini

Ramah Lingkungan Dengan Tenun Pewarna Alam

pada hari Sabtu, 12 Desember 2020
oleh Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd.

 

Keindahan kain tenun Sumba diakui sungguh memikat, terlebih dengan bahan warna alami, akan terlihat megah dan elegan. Setiap tumbuhan dapat menjadi sumber zat pewarna alami karena mengandung pigmen alam, baik kulit kayu, batang, daun, akar dan daging buah. Potensi sumber pewarna alami ditentukan oleh intensitas warna yang dihasilkan serta bergantung pada jenis warna yang ada pada tanaman tersebut. Zat warna alam telah direkomendasikan banyak orang sebagai pewarna yang ramah baik bagi lingkungan maupun kesehatan karena komponen alaminya mempunyai nilai beban pencemaran yang relatif rendah dan tidak beracun.

 

Salah satu materi yang perlu dipahami oleh kelompok tenun perempuan Tanatuku adalah pengenalan tanaman pewarna tenun ikat. Tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna dapat diperoleh di sekitar lingkungan tempat tinggal, sehingga hemat biaya. Keunggulan dari zat warna alam yaitu warna yang dihasilkan sangat variatif dan unik, intensitas warna terhadap kornea mata terasa menyejukkan sehingga akan menyehatkan mata, dan mengandung antioksidan sehingga nyaman dan aman apabila kita gunakan. Kain tenun ikat Sumba Timur pada umumnya menggunakan zat pewarna dari daun pohon nila (Indofera) penghasil warna biru, akar mengkudu (Morinda citrifelia) penghasil warna merah, kunyit (curcuma) penghasil warna kuning dan kemiri.

 

Tanggal 10 dan 11 Desember 2020, di sela menyelesaikan ikat motif benang, peserta kelompok tenun mendalami cara tahapan perendaman dari pewarna alam. Mama Yustina pelatih tenun menjelaskan kepada mereka langkah-langkah pemanfaatan pohon nila untuk bahan pewarna mulai dari daun, batang dan akar. Beliau mengajak peserta untuk memetik tumbuhan nila yang ada di depan rumah untuk mempraktekkan cara perendamannya hingga nanti mendapatkan hasilnya. Kain tenun yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas sehingga berkesan etnik dan ramah lingkungan. Setiap proses pewarnaan butuh waktu hampir sepekan karena satu kain bisa terdiri dari tiga warna, sehingga proses pewarnaannya bisa memakan waktu satu bulan. Setelah semua pewarnaan selesai, kain harus dicelup ke dalam minyak kemiri, baru kemudian dikeringkan.

 

 

Saat ini tahapan untuk ikat benang sudah selesai, tinggal menunggu hasil dari racikan pewarna untuk melakukan perendaman. Para peserta kelompok tenun sudah tidak sabar melihat kain tenun buatan mereka direndam pada pewarna alam, sekaligus sebagai acuan pembuktian kualitas ikatan yang mereka lakukan pada benang. Setelah tahapan pewarnaan, barulah masuk proses yang sesungguhnya yaitu menenun. Proses ini adalah akhir dari sebuah pembuatan kain tenun yang masih membutuhkan waktu yang cukup lama hingga berbulan-bulan. Tetapi karena dilakukan secara bersama-sama dan bergotong royong maka proses ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya.

 

Dengan semangat kekompakan yang dimiliki membuat kelompok ini aktif dan hidup. Saat ini program tenun ini sudah diketahui oleh banyak orang, tidak hanya di desa Tanatuku tetapi di desa-desa tetangga juga mengetahui ada kelompok tenun yang sedang berjalan. Banyak dari mereka yang sudah memesan dibuatkan selendang, sarung dan kain jika nanti kelompok tenun Stube HEMAT ini sudah banyak menciptakan karya tenunnya. Terus semangat kaum perempuan.***


  Bagikan artikel ini

Mencari Sumber Tanaman Pewarna Alami

pada hari Senin, 7 Desember 2020
oleh Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd

Sabtu, 4 Desember 2020, kelompok tenun Tanatuku kembali melanjutkan tahapan pelatihan ikat benang motif yang belum selesai. Kegiatan dimulai pukul 13.00 sampai 17.00 WITA didampingi mama Yustina sebagai pelatih. Kemajuan-kemajuan dalam berlatih melalui segala tahapan tenun ditunjukkan oleh para peserta, ada yang sudah sangat bagus walaupun masih ada beberapa kesalahan, seperti ikatan benang yang harus dibuka dan diulangi kembali karena ikatannya kurang kencang. Dari kesalahan ini pelatih menegaskan kembali jika ikatan benang kurang kencang maka motif tidak akan terlihat seperti bentuk motif yang diinginkan. Para peserta pun menyadari bahwa berkualitas atau tidaknya hasil tenunan mereka ditentukan dari kegigihan dalam berlatih. Para peserta pun kembali bersemangat untuk memperbaikanya kembali. Begitulah pemula harus melalui proses panjang, dari yang tidak bisa menjadi bisa.

 

 

Disamping proses menyelesaikan tahapan ikat benang, peserta juga harus mempersiapkan bahan pewarnaan untuk 20 sarung yang sedang dikerjakan. Apabila menggunakan pewarna alam, tentu harus dipikirkan bagaimana mendapakan bahannya, sementara tanaman sumber pewarna alami tidak ada di daerah tempat tinggal. Tanaman sumber warna alam ada banyak di daerah yang pada umumnya warganya penenun. Kebetulan mama Yustina, pelatih tenun berasal dari Lambanapu yang merupakan daerah pengrajin tenun dan mempunyai kebun khusus tanaman nila.

Minggu, 6 Desember 2020, seusai gereja, bersama pelatih tenun dan beberapa perwakilan dari kelompok tenun berangkat ke kampung Lambanapu, Kecamatan Kambera untuk mendapatkan bahan pewarna alam tersebut. Dengan transportasi pick up kami habiskan sekitar 2 jam di perjalanan. Karena saat itu musim hujan, kami pun kehujanan dan kedinginan namun itu semua tidak mengurangi semangat kami untuk mendapatkan bahan pewarna alam. Setibanya di kebun nila, kami takjub dengan begitu banyaknya tanaman nila yang terlihat sangat hijau dan subur. Kami pun segera memotong dan masukkannya ke dalam 6 karung besar dan segera kembali pulang ke Tanatuku.

 

 

Daun nila yang sudah tersedia selanjutnya dibersihkan dan siap direndam di wadah yang disediakan. Proses perendaman dilakukan sampai menghasilkan ampas, barulah selesai perendaman. Selanjutnya ampas dari daun nila dijemur sampai kering dan pada akhirnya kain tenun yang motifnya sudah diikat direndamkan ke dalam wadah berisi air dengan mencampurkan ampas nila hasil jemuran. Terus semangat perempuan Tanatuku, untuk tahapan berikutnya.***


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua