Melawan Stigma Perempuan Lemah: Menjadi Perempuan Berdaya di Era Revolusi Industri 4.0

pada hari Kamis, 24 Maret 2022
oleh Elisabeth Uru Ndaya
Oleh Elisabeth Uru Ndaya           

 

Adanya stigma masyarakat yang sering mendiskriminasi perempuan dan mengganggap perempuan lemah tak berdaya, bodoh, tidak mandiri, sumber masalah, dan lain sebagainya membuat Program Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba yang berfokus pada pemberdayaan perempuan memberikan kesempatan kepada mahasiswa sebagai generasi penerus untuk belajar dan berdiskusi bagaimana menghargai potensi yang ada pada diri perempuan dan memperjuangkan hak-hak perempuan yang tertindas. Kegiatan diskusi dilaksanakan pada hari Rabu, 23 Maret 2022 di Alexis cafe, Waingapu dengan menghadirkan 20 peserta mahasiswa Unkriswina.

 

 

Pdt. Dr. Suryaningasih Mila, M.Si yang merupakan narasumber dalam diskusi tersebut memberikan arahan dan pandangannya tentang stigma masyarakat terhadap perempuan Sumba saat ini. Ia mengatakan munculnya pandangan negatif terhadap perempuan karena dipengaruhi oleh budaya patriarki, dimana konstruksi gender yang menganggap laki-laki kuat, perkasa, berani, pencari nafkah, produktif, bekerja di ruang publik berbeda dengan perempuan sifatnya emosional, lemah lembut, keibuan, sabar, lemah dan tidak berdaya. Dari adanya budaya patriarki ini terkadang menimbulkan terjadinya ketimpangan gender, ketidakadilan gender, dan relasi kuasa yang mengakibatkan kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, marginalisasi, stigma dan penindasan. Dampak dari stigma negatif pada perempuan inilah yang membuat perempuan merasa minder, tidak percaya diri, menjadi tidak berdaya, adanya pembatasan pada ruang gerak perempuan serta meremehkan perempuan dan potensi dirinya.

 

 

Pada kesempatan ini, Indah Pratiwi, mahasiswa Unwina prodi matematika menanyakan bagaimana cara perempuan yang ingin merdeka melawan stigma yang ada dan bagaimana cara merangkul perempuan-perempuan di desa yang merasa terdiskriminasi. Pdt Suryaningsih merespon, ”Perempuan harus membangun kesadaran diri yang kritis dengan mengubah perspektif, menjadi perempuan yang aktif, produktif dan kreatif. Perempuan melawan stigma dengan cara memberdayakan diri, memiliki konsep diri yang jelas dan harus bersikap kritis terhadap budaya yang tidak adil gender. Ia juga menegaskan ketika bertemu dengan perempuan yang dikelilingi stigma masyarakat, maka cobalah membangun komunikasi yang setara, membangun lingkar persahabatan dengan mereka, merangkul dan mendengar cerita mereka tanpa menghakimi.”

 

 

Narasumber juga menegaskan anak muda dan perempuan harus berdaya di era revolusi industri 4.0. Perempuan harus melek teknologi, memiliki kreativitas, mampu bersinergi dan berkolaborasi agar memiliki daya juang dan daya saing yang tinggi. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menggali potensi diri melalui akses pendidikan, percaya pada kekuatan diri dan menciptakan ruang pengembangan diri. Perempuan bisa menjadi role model dan pelopor perubahan. Narasumber memutar video tentang beberapa srikandi muda Sumba yang telah berkarya seperti Rahel, ketua kelompok wanita tani, memilki hutan cendana, aktif dalam pemberdayaan tingkat desa dan kecamatan. Asti Kula, mengadakan English Goes to Campus, Ampri Magi membangun sekolah alam Sumba, juga Elisabeth Uru Ndaya membentuk kelompok tenun dan aktif dalam pemberdayaan anak muda di desa dan kecamatan.

 

 

Di akhir diskusi, mahasiswa menuliskan kesan dan pesan mereka. Iwan, mahasiswa prodi Hukum menyatakan bahwa diskusi yang diikuti sangat menarik, menambah wawasan dan mengajarkannya bagaimana menghargai perempuan. Ia berharap ada diskusi terkait kekerasan dalam berpacaran. Ita, mahasiwa prodi Matematika merasa sangat termotivasi dengan adanya diskusi ini, membuatnya lebih percaya diri, dan ingin mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Perempuan pasti bisa! (EUD)***

 


 


  Bagikan artikel ini

Local Hero dan Perubahan-Perubahan

pada hari Selasa, 22 Maret 2022
oleh adminstube

Menurunnya minat kaum muda di Indonesia untuk kembali ke desa dan mengambil keputusan ke sektor riil adalah salah satu persoalan nasional yang sudah lama menjadi pokok pembahasan bersama. Berdasarkan data Pusat Statitik 2021 dilihat dari faktor umur, sekitar 17,29% atau sebanyak 6,61 juta adalah tenaga kerja pertanian berusia kurang dari 30 tahun, kemudian sekitar 29, 15% atau sebanyak 11,14 juta orang berusia 30–44 tahun, lalu sekitar 32,39% atau sebanyak 12,38 juta orang berusia antara 45–59 tahun, dan sekitar 21,7% atau sebanyak 8,09 juta orang berusia di atas 60 tahun. Dari data di atas nampak bahwa minat generasi muda untuk mencintai pertanian masih sangat kurang. Namun ada hal yang menarik, di Sumba mulai bertambah jumlah orang muda yang bekerja di sektor pertanian. Dari jumlah awal 4 orang hingga kini sudah bertambah menjadi kurang lebih 25 orang dalam kurun waktu 2 tahun (2018-2020)

 

 

Sebagai salah satu bentuk tanggapan terhadap persoalan tersebut STUBE HEMAT melalui program multiplikasi memfasilitasi dialog yang mengangkat tema tentang ”Kaum Muda kembali ke Desa untuk membangun Desa” yang diselenggarakan di Lambanapu (21/03/ 2022),  mulai pukul 09.00 sampai dengan selesai. Saat ini desa sedang membutuhkan campur tangan kaum muda untuk menyentuh potensi– potensi riil yang ada. Kaum muda dipandang sebagai generasi yang tangguh, memiliki cara pandang yang progresif dalam hal pembangunan jangka pendek dan jangka panjang dan kreatif serta inovatif. Sebagai nara sumber utama dalam dialog ini adalah  Drs. Samsul Widodo, MA (staf ahli mentri bidang hubungan antara lembaga Kementrian Desa, PDT dan transmigrasi) dan Yuli Sri Wilanti, S.Pi., M.P (asisten deputi pengembangan agribisnis hortikultura kementrian koordinator bidang perekonomian dan staf kemenko perekonomian).

Pembicara pertama menegaskan agar kaum muda Sumba memiliki rasa kepedulian untuk membangun desanya. Tujuan kedatangan ke Sumba selain kunjungan lapangan sebagai bentuk pengamatan awal dan menemukan solusi untuk mendukung pembangunan desa sekaligus dalam rangka mencari local hero. Lokal Hero yang dimaksud adalah sosok orang muda yang aktif melakukan perubahan-perubahan di desa atau di daerahnya. Hasil dari tindakan tersebut akan dijadikan model atau contoh untuk pembangunan di desa. Yuli Sri Wilanti narasumber kedua lebih fokus melihat apakah program pemerintah pusat sudah optimal terealisasi di lapangan atau belum, serta mengkoordinasikan program-program yang ada. “Bicara pertanian berarti kami harus turun ke lapangan dan mengamati untuk memiliki perhatian khusus terlebih di wilayah NTT,” tegasnya.

 

 

Suasana diskusi dalam dialog ini cukup hidup diwarnai dengan pertanyaan- pertanyaan menarik, ada yang bertanya seputar alat pertanian, bantuan benih dan pupuk, atau pun sistem pola tanam. Ada yang menarik saat salah satu penanya menyatakan bersyukur adanya bencana Seroja April 2021, karena petani beralih profesi dari bertani padi sawah ke bertani hortikultura karena ternyata lebih menguntungkan. Adapun peserta yang hadir dalam kegiatan ini yakni mahasiswa UNKRISWINA jurusan Agroteknologi dan Agribisnis, Camat Kambera, Lurah Lambanapu, Kepala BP3K Lambanapu, PPL, Direktur Caritas Waitabula, tokoh masyarakat dan anggota Petani Muda Panah Merah Sumba. Harapan dari kegiatan dialog ini adalah makin banyak orang muda yang mencintai dunia pertanian, bersedia kembali ke desa serta menjadi pelaku perubahan dan menjadi local hero yang memiliki pengaruh positif untuk daerah, lingkungan dan masyarakat. ***


  Bagikan artikel ini

Bupati Sumba Timur Konsisten Mendukung Petani Milenial

pada hari Kamis, 10 Maret 2022
oleh Frans Fredy Kalikit Bara Multiplikator Stube HEMAT di Sumba
Oleh: Frans Fredy Kalikit Bara Multiplikator Stube HEMAT di Sumba

 

Pasca bencana badai Seroja tahun 2021, sebagian besar petani beralih profesi karena yang selama ini merupakan petani padi sawah dengan pola monokultur, sekarang dipaksa kondisi harus menanam jagung dan tanaman hortikultura. Pada umumnya tidak bisa dipungkiri bahwa petani juga bermental instan, apalagi saat air melimpah dan jalur irigasi berjalan normal, namun kondisi saat ini petani harus berjuang mencari sumber air untuk tetap bertahan hidup dan berusaha menghijaukan lahan. Proses pengerjaan bendungan terus dilakukan dan sudah hampir selesai, tinggal pembenahan jalur-jalur irigasi yang penuh dengan endapan lumpur.

Bulan Agustus tahun 2021, kelompok petani Milenial bersama dengan koordinator Lapangan dari PT. East West seed Indonesia (Elias Taemnanu) melakukan audiensi dengan Bupati Sumba Timur terkait bantuan irigasi tetes dan bantuan fasilitas traktor besar untuk petani yang terkena dampak badai Seroja. Bntuan fasilitas traktor besar sudah terealisasi di akhir bulan Agustus dan lahan-lahan pertanian milik petani muda digarap dengan 2 unit traktor besar, sedangkan bantuan irigasi tetes direalisasikan pada bulan Maret 2022. Para petani muda pun mulai menggunakan sistem penyiraman terbaru yakni menggunakan irigasi tetes sederhana yang bisa menghemat waktu, tenaga dan biaya. Keunggulan lain dari sistim irigasi ini adalah penyiraman tepat sasaran langsung pada bagian pohon tanaman, menekan pertumbuhan gulma dan jumlah air yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

 

 

Dalam momen panen simbolis tomat Gustavi F1 (09/03/2021) di kebun Stefanus, Bupati Sumba Timur konsisten mendukung petani untuk mencukupi kebutuhan pangan di Sumba Timur. Petani millenial juga akan terus melakukan usaha pertanian untuk meningkatkan ekonomi rumah tangga dan konsumsi rumah tangga serta mencukupi kebutuhan pangan Sumba Timur. ***


  Bagikan artikel ini

Digital Marketing & Usaha Menengah Kecil & Mikro

pada hari Rabu, 2 Maret 2022
oleh Elisabeth Uru Ndaya

Oleh: Elisabeth Uru Ndaya.          

 

Digital marketing merupakan bentuk pemasaran melalui media internet. Beberapa media sosial yang biasa digunakan adalah instagram, facebook, twitter, WA, website dan email marketing. Digital marketing banyak digandrungi pelaku usaha dalam satu dekade terakhir ini. Hal itu disebabkan oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin modern yang membuat sebagian besar masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berselancar di dunia maya dibandingkan di dunia nyata. Digital marketing menjadi senjata efektif yang dapat mengingat lebih banyak konsumen dibandingkan dengan pemasaran yang dilakukan secara konvensional. Oleh sebab itu, sangat penting bagi pelaku usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) untuk beralih ke digital marketing sebagai salah satu cara meminimalisir penurunan pendapatan saat pandemi.

 

 

 

 

 

Karena besarnya peluang digital marketing bagi pelaku UMKM, maka penting bagi kelompok tenun Kawara Panamung mendapatkan pemahaman tentang hal tersebut. Untuk menjawab itu semua program Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba mengundang pembicara Robinson Umbu Hunggurami, S.I.Kom, seorang pelaku usaha tenun ikat yang berpengalaman dalam digital marketing untuk mengisi diskusi kelompok (Rabu, 20/03/2022), bertempat di rumah tenun Kawara Panamung.

 

Dihadiri oleh peserta kelompok tenun, mahasiswa dan muda-mudi, Umbu Robinson Hunggurami, S.I.Kom, menceritakan pengalaman mempromosikan usaha tenunnya di media sosial yang sudah berjalan 2 tahun, dan kain tenunannya sudah banyak yang laku sampai ke luar negeri seperti United Kingdom, Filipina, Inggris dan Prancis. Ia memiliki akun instagram dan Facebook khusus untuk promosi kain tenun. Ia juga memberikan trik cara penjualan kain tenun di media agar dibeli baik oleh konsumen lokal maupun mancanegara. Jika pangsa pasar ada di dalam negeri maka ia menekankan kualitas untuk dipromosikan, sementara jika pangsa pasarnya  ke luar negeri maka cerita di balik kain tenun tersebut yang dipromosikan tanpa mengurangi kualitasnya. Beliau juga memberikan manfaat dari menggunakan digital marketing untuk usaha kain tenun, seperti : 1) memudahkan interaksi dengan pelanggan, 2) menekan biaya promosi, 3) menjangkau lebih banyak konsumen, dan 4) mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi.

 

 

 

Peserta yang hadir saat itu mengaku sangat termotivasi dengan pengalaman usaha yang dijalankan oleh Umbu Hunggurami. Mersita, mahasiwa Unkriswina mengungkapkan keinginannya untuk memanfaatkan media sosial yang dimiliki agar turut mempromosikan kain tenun di akun media miliknya. “Digital sangat erat dengan kehidupan generasi muda. Karena itu peluangnya sangat besar bagi para pemuda untuk mengambil peran dalam melakukan pemasaran berbasis digital atau online marketing,” tegas Umbu Hunggurami.

 

 

 

Meriance Danga, peserta kelompok tenun menanyakan jika ingin mempromosikan kain tenun, kualitas kain seperti apa yang banyak diminati oleh konsumen. Narasumber kembali menegaskan bahwa kualitas kain yang dimaksud ialah kain yang menggunakan pewarna alam, motif jelas dan warna tidak pudar, tenunannya juga harus padat agar kain terlihat indah dan keren.

 

Era digital menuntut para pelaku usaha bisa beradaptasi dengan perkembangan digital yang begitu cepat. Diskusi ini membuka wawasan baru dan pengembangan pengetahuan terkait pemanfaatan media sosial sebagai media pemasaran sebagaimana konsep digital marketing. ***

 

  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua