Exploring Sumba: Sarloce dan Julianti Menembus Batas dan Berbagi Kreativitas

pada hari Selasa, 1 Desember 2015
oleh adminstube
 
 
Tiga puluh hari berada di Sumba merupakan kesempatan yang sangat berharga. Tidak setiap orang bisa mengunjungi Sumba dan menikmati keelokan alam, keunikan budaya dan masyarakatnya. Dua orang mahasiswi aktivis Stube-HEMAT Yogyakarta berani menjawab tantangan Exploring Sumba: berpetualang menemukan pengalaman baru dan berbagi pengetahuan yang mereka miliki.

Sarloce Apang, yang berasal dari Buli, Halmahera Timur, Maluku Utara merupakan alumnus Institut Teknologi Yogyakarta. Loce, nama akrabnya, mengadakan sosialisasi pemanfaatan pekarangan untuk tanaman buah pepaya dan tomat, praktek membuat sirup buah jambu mete dan diskusi dengan mahasiswa aktivis Stube-HEMAT Sumba di Waingapu.
  
Loce mengajak anak muda memanfaatkan pekarangan dengan menanam tanaman, yaitu pepaya dan tomat. Kegiatan ini diadakan di rumah Yulius Anawaru, salah satu team kerja Stube-HEMAT Sumba. Bibit pepaya perlu penanganan khusus sebelum disemai karena harus direndam air hangat selama 24 jam. Setelah itu menyiapkan media tanam kompos kotoran babi, kompos kotoran kambing dan ampas kayu. Media tanam tersebut dimasukkan ke polibek sejumlah tiga puluh buah. Keesokan harinya, bibit pepaya yang sudah direndam itu ditanam di polibek dan perlu dua belas hari untuk tumbuh.

 

 
Berikutnya adalah praktek membuat sirup jambu mete yang diadakan di pastori GKS Kanjongan Bakul. Mengapa jambu mete? Karena jambu mete hanya dijadikan sebagai makanan babi, tetapi sebenarnya memiliki kandungan vitamin yang bermanfaat untuk tubuh. Jika dikonsumsi langsung memang ada rasa ‘sepet’ tetapi setelah diolah menjadi sirup, rasanya jauh lebih nikmat. Bahan yang dibutuhkan adalah daging buah jambu mete masak, gula pasir, garam dan jeruk nipis. Jambu mete yang sudah dipotong-potong kemudian direndam air garam selama empat jam, selanjutnya dikukus selama 15-20 menit. Setelah itu diblender sampai halus lalu disaring. Sari buah jambu mete ditambah jeruk nipis dan direbus sambil diaduk sampai mendidih.
 
 
Loce berinteraksi dengan aktivis Child Fund yang saat itu sedang membuat ‘manggulu’ makanan khas Sumba dan berkunjung dan berdialog dengan aktivis Wahana Visi Indonesia (WVI), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mendampingi pembangunan masyarakat. Loce berdialog tentang permasalahan yang dihadapi anak-anak dan kaum perempuan di Sumba. Berkaitan dengan kegiatan mahasiswa, Loce mengikuti diskusi di GMNI yang membicarakan perlunya generasi muda kembali memperhatikan desa dan membangun desanya.
 
Peserta berikut adalah Julianti Marbun, alumnus Universitas Gadjah Mada, yang juga aktivis Stube-HEMAT Yogyakarta. Dengan topik Sumber Daya Manusia, Kesehatan dan Kreativitas, Julianti memaparkan bahwa kesehatan berkaitan dengan pola hidup sehat masyarakat dan pengembangan tanaman herbal serai. Lingkungan yaitu penguatan SDM tentang pola hidup pada lingkungan yang sehat, seperti penanganan dini penyakit malaria memanfaatkan serai. Kemudian, pengembangan kreativitas melalui penyuluhan lingkungan pada kelompok anak-anak, kaum pemuda, kelompok tani dan anggota gereja. Penguatan manajemen komunitas diperlukan untuk menjaga hubungan antara masyarakat, gereja dan alam.
 
Kondisi geografis Sumba Timur yang berbukit-bukit dan kering berdampak pada minimnya pemanfaatan lahan oleh masyarakat untuk budidaya dan pengembangan pertanian.

Julianti berbagi pengalamannya di kelompok tani Kahangu Eti, kelompok tani Rinjung Pahamu dan ibu-ibu di desa Praipaha, Nggaha Ori Angu tentang cara mengolah lahan dan budidaya tanaman serai yang bisa dimanfaatkan sebagai minuman dan obat nyamuk alami. Kaum wanita dan kelompok tani yang mengikuti sosialisasi diingatkan kembali untuk memperhatikan lingkungan, pola hidup sehat, penanganan dini malaria dan potensi budidaya tanaman serai di pekarangan rumah.

Penguatan manajemen komunitas dilakukan pada kelompok Rinjung Pahammu berupa ‘berfikir kreatif dan inovatif’ dalam mengembangkan ide atau gagasan yang menghasilkan sebuah karya menuju konsep ekonomi kreatif. Julianti juga mengenalkan konsep lingkungan dan sanitasi pada kalangan anak-anak bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Visi Indonesia (WVI) di Lembaga Perlindungan Anak, Waingapu. Tak ketinggalan, sebagai aktivis mahasiswa, Julianti juga berdialog dengan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), tentang konservasi sumberdaya lingkungan dan pemanfaatan lingkungan berdasar kearifan lokal.
 
Julianti berpesan kepada mahasiswa dan aktivis Stube-HEMAT Sumba yang sudah bersama-sama belajar dengannya untuk tetap semangat dan kreatif dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan sehingga bisa dirasakan oleh orang lain dan masyarakat Sumba. (TRU).

  Bagikan artikel ini

PROGRAM PENDIDIKAN DAN MELEK HURUF Hari Gini kok Masih Buta Huruf? GKS Kanjonga Bakul, 20 – 22 November 2015

pada hari Senin, 23 November 2015
oleh adminstube
 
 
 
Long live education, sebuah istilah yang sering kita dengar, dan merupakan slogan bagi orang yang menyadari bahwa proses belajar dan pendidikan merupakan hal penting karena merupakan pintu masuk untuk mengenal dunia di sekitarnya. Belajar tidak dibatasi oleh umur dan jenis kelamin, artinya proses ini harus dialami oleh setiap manusia dalam menjalani tahapan kehidupannya.
 
Kesadaran akan pentingnya pendidikan seharusnya menjadi prinsip masyarakat khususnya di Sumba, satu pulau di wilayah provinsi NTT yang kaya potensi alam dan aneka ragam budaya yang dikenal dengan bumi “marapu”. Sebuah ironi tentunya, apabila kekayaan alam dan budaya ini tidak disertai dengan kekayaan intelektual dan sumber daya manusia yang memadai. Data BPS NTT tahun 2013, menampilkan temuan bahwa dari 240.000 penduduk Sumba Timur, 11% masih menyandang buta huruf. Kelompok ini merupakan kelompok umur di atas 10 tahun. Masih banyaknya penyandang buta huruf di Sumba merupakan fenomena yang perlu perhatian khusus. Situasi ini bisa menjadi penyebab keterbelakangan di berbagai bidang.
 

 
Solusi pengentasan buta aksara dan pendidikan yang memadai merupakan tanggung jawab semua pihak. Sebagai lembaga yang memiliki perhatian terhadap persoalan sosial khususnya pendidikan, Stube-HEMAT Sumba terpanggil untuk menemukan solusi dan menjawab keprihatinan akan pendidikan di Sumba melalui sebuah pelatihan Pendidikan dan Melek Huruf dengan Tema “Hari Gini Kok Masih Buta Huruf?” Pelatihan yang berorientasi pada kaum muda dari kalangan mahasiswa dan pemuda gereja diadakan pada tanggal 20 – 22 November 2015 di GKS Kanjonga Bakul, Praihambuli, Sumba Timur. Pelatihan ini diikuti 30 orang, yang berasal dari STIE Kriswina Sumba, STT GKS di Lewa dan STT Terpadu, Waingapu, Akademi Sandlewood Sumba, dan beberapa pemuda gereja di Sumba Timur.
 
Fasilitator dalam pelatihan ini antara lain, Frans Wora Hebi, seorang praktisi budaya yang banyak menulis mengenai potensi dan budaya Sumba hingga saat ini. Ia memiliki harapan terhadap kaum muda agar tidak kehilangan identitas dan sentuhan budaya Sumba dan berupaya agar budaya ini tidak terkikis oleh perkembangan zaman. Narasumber yang lain adalah Yanto Njuka Tehik, S.E., M.Si., aktifis Stube-HEMAT Sumba saat masih mahasiswa dan saat ini menjadi dosen tetap di STIE Kriswina, Sumba. Dia menghimbau agar kaum muda menjadi inisiator peningkatan kualitas pendidikan yang bisa dimulai dari diri sendiri dengan membiasakan membaca dan menulis. Sementara Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur, berbicara tentang kondisi pendidikan di Sumba Timur dan proses identifikasi masyarakat yang mengalami buta aksara.
 

 

Respon peserta dalam pelatihan ini sangat baik. Antusiasme itu terlihat saat proses tanya jawab untuk menggali informasi lebih lanjut dan menjawab keingintahuan peserta terhadap budaya Sumba. Salah satu kegiatan lanjutan dari pelatihan ini adalah terkumpulnya tulisan peserta tentang cerita-cerita rakyat dan budaya Sumba. Kumpulan tulisan ini akan diwujudkan menjadi sebuah buku bacaan anak-anak. Buku cerita rakyat ini diharapkan menjadi daya tarik orang untuk membaca dan selanjutnya bisa menjadi salah satu solusi pengentasan buta aksara, selain itu masyarakat mengerti budayanya sejak dini. (DUD).

 


  Bagikan artikel ini

Dari Sumba ke Yogyakarta: Menemukan Minat dan Mengembangkan Bakat

pada hari Senin, 19 Oktober 2015
oleh adminstube
 
 


Tahun 2015 ini, Stube-HEMAT Sumba mengutus enam mahasiswa dan anak muda untuk belajar di Stube-HEMAT Yogyakarta. Yang berangkat pada tahap pertama adalah Yakoba Pindi Ana Jawa Ratundima (STT Terpadu), Dhany Adrian Apriyanto Umbu Tunggu (STIE Kriswina)dan Nikson Retang (AKS) pada medio Agustus. Mereka semua berangkat menggunakan KMP Awu dari Waingapu.

 
Selama mengikuti program, Dhany dan Nikson belajar pertanian untuk beberapa hari di Joglo Tani, Sleman. Mereka belajar dengan TO Suprapto, seorang praktisi pertanian tentang sistem pertanian terpadu, yang memadukan berbagai unsur dalam pertanian meliputi pekerja tani, lahan, irigasi tanaman dan ternak. Air irigasi untuk memelihara ikan dan menyiram tanaman cabai, sawi, kangkung dan bayam, kemudian dialirkan ke kandang anak itik, berikutnya ke kandang itik petelur dan akhirnya ke sawah. Telur-telur itik ini ada yang dibeli oleh masyarakat setempat, ada yang dijual umum dan sebagian diolah menjadi telur asin. Kedua peserta berpendapat bahwa model pertanian seperti ini belum banyak dikembangkan di Sumba.

Ana, mahasiswa Pendidikan Agama Kristen, untuk beberapa hari belajar di Sanggar Anak Alam (Salam) Yogyakarta, mengamati proses belajar yang memberi anak kebebasan untuk berkembang sesuai bakatnya. Kesempatan berdialog dengan Bu Wahya, pendiri Sanggar Anak Alam, lebih mendorongnya untuk mengabdikan ilmu yang dimiliki.
 
Pertanian lahan pasir di Samas dengan Pak Bandi sebagai penggerak petani pantai, menjadi tempat belajar Dhany dan Ana berikutnya. Keduanya tidak saja belajar teknik mengolah hamparan pasir menjadi lahan siap tanam, tetapi juga menambah wawasan mengenai kemandirian petani terhadap pupuk dan pestisida.
 
Nikson belajar di peternakan babi di Kadipiro dengan harapan Nikson memiliki pengetahuan tambahan tentang pemeliharaan ternak babi yang baik, mulai dari pemilihan indukan dan pejantan yang berkualitas, kualitas air minum, pakan, vitamin, serta kebersihan kandang. Masyarakat Sumba tidak asing dengan ternak babi sebagai kelengkapan adat dan menjadi pendapatan tambahan keluarga.
 
Saat di Yogyakarta, mereka mengikuti pelatihan ekonomi kelautan yang diadakan Stube-HEMAT Yogyakarta. Peserta pelatihan berinteraksi langsung dengan kehidupan laut, nelayan dan permasalahan ekonomi kelautan. Selain peserta menyadari potensi kelautan di Indonesia dan memperkuat nilai tawar nelayan nasional, mereka diharapkan mampu menemukan terobosan atau temuan baru untuk pertumbuhan ekonomi kelautan khususnya di Sumba. Ana belajar di kawasan konservasi Mangrove Baros, Bantul, Nikson mendalami kehidupan nelayan di Muncar, Banyuwangi dan Dhany berinteraksi dengan nelayan di pelabuhan Sadeng, Gunungkidul.
 


Peserta tahap kedua, Norman Tamu Ama(STIE Kriswina), Anthonius Landu Jawa(Universitas Arta Wacana, Kupang) dan Hermina Tamu Rambu (STT GKS Lewa)berangkat 11 Oktober 2015.

Koperasi, kerajinan dan pengembangan wisata menjadi materi utama selama mengikuti program ini. Koperasi mahasiswa UGM, Malioboro, Benteng Vredeburg, dan Taman Pintar menjadi tempat kunjungan awal mereka.

  
Selanjutnya Norman, Anthon dan Hermina mengikuti praktek kerajinan memanfaatkan bambu Cendani, si bambu kecil tetapi kuat. Kreasi yang dibuat ada hanger baju, lampion dan kap lampu. Materi perkoperasian dan simulasi koperasi simpan pinjam mereka pelajari dari pengelola simpan pinjam kampung Nyutran, Yogyakarta dan diharapkan menjadi pemantik untuk membuatnya di Sumba sehingga masyarakat  bisa bebas dari jerat rentenir. Proses belajar dan praktek kerajinan kerang dilakukan di kediaman bu Maryati, dusun Rejosari Gunungkidul. Dari sinilah ide-ide berbahan dasar kerang mulai bermunculan dan bisa dikembangkan di Sumba.


Pertemuan lain yang mereka ikuti yaitu diskusi tentang ekonomi dan pengembangan wisata di Sumba bersama Ir. Hero Darmawanta, M.T, board Stube-HEMAT dan diskusi Anak Muda dan Gerakan Sosial bersama Eko Prasetyo (Social Movement Institute).
 
Di akhir program, peserta berkomitmen untuk membagikan pengalaman dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan selama di Yogyakarta kepada teman-teman Stube-HEMAT Sumba dan masyarakat Sumba. Saatnya membuktikan ketrampilan dan membaktikan pengetahuan untuk Sumba. Selamat berkarya! (TRU).

  Bagikan artikel ini

Bahasa Inggris dan Keindahan Sumba Kelas Bahasa Inggris Stube-HEMAT Sumba

pada hari Senin, 13 Juli 2015
oleh adminstube
 
 
“Yuk ngobrol pakai bahasa Inggris!” Ajakan ini bisa jadi dihindari sebagian besar mahasiswa, karena merasa tidak memiliki kosakata yang cukup. Tapi bagi sebagian lagi merasa bahwa ini adalah tantangan yang harus dihadapi. Benar, berbahasa adalah kombinasi pengetahuan, keterampilan dan seni, jadi kemampuan berbahasa ini akan semakin terasah ketika dilakukan secara berkelanjutan. Demikian pula di Sumba, kemampuan berbahasa Inggris perlu dikembangkan di kalangan anak muda dan mahasiswa Sumba untuk membantu memampukan mereka membangun komunikasi antar manusia di tengah keragaman bahasa di dunia, menguasai berbagai ilmu dan pengetahuan, bahkan, berkompetisi dalam dunia kerja secara global.
 

 

 
Stube-HEMAT Sumba membuka kelas bahasa Inggris dengan mengambil muatan lokal keindahan alam Sumba sehingga pembelajar tidak merasa asing dengan yang dipelajari.“Let’s Talk: The Gorgeous Sumba”menjadi swa-modul yang disusun mandiri oleh Stube-HEMAT. Buku ini berisi bacaan dan dialog singkat yang mengangkat berbagai potensi alam, keunikan budaya dan tokoh yang dikenal memiliki kontribusi positif untuk Sumba. Keindahan pantai dan keunikan air terjun mewakili potensi alam Sumba. Rumah tradisional di kampung adat dan kemegahan kubur batu menjadi daya tarik budaya Sumba, kemudian karya sentuhan tangan Yacob Tanda dan Gideon Mbiliyora melengkapi buku ini. Ternyata, setelah membaca modul tersebut, sebagian peserta baru mengetahui tempat-tempat yang dimuat di buku ini. Mereka pun akhirnya mendatangi secara langsung dan membuktikan keindahan dan keunikan tempat itu.
 
 
“Menurut saya buku ini bagus, sederhana tapi menarik, karena kami dapat belajar bahasa Inggris dengan cara yang berbeda, di mana kami tidak hanya dituntun membaca serta mengartikan saja, namun kami juga belajar mengetahui alam sekitar khususnya air terjun yang kami sendiri belum tahu, ditambah dengan tes rekaman yang membuat kami tambah semangat,” kata Ana Ratundima. Tak ketinggalan, Elsi berpendapat, “Menurut saya, kursus bahasa Inggris itu baik dan sangat bermanfaat bagi anak Sumba, karena kami belajar bahasa Inggris dengan teks berisi muatan lokal yang ada di Sumba, sebenarnya asyik dengan cara belajar seperti itu.”
 



Dari kacamata instruktur, Salmon Pandarangga, S.Si., M.Si, peserta rata-rata antusias dengan materi yang diberikan, kemampuan memang harus terus ditingkatkan, juga harus menciptakan kelompok teman yang bisa diajak belajar dan bercakap memakai bahasa Inggris, terlebih untuk bisa mempromosikan Sumba ke tingkat dunia. Hal ini dibenarkan oleh Trustha Rembaka, S.Th, koordinator Stube HEMAT Yogyakarta yang berkesempatan menjadi instruktur untuk beberapa kali pertemuan saat berada di Sumba. “Peserta nampak antusias dalam belajar bahasa Inggris meski beberapa kali menemui kata-kata baru dan harus mencari artinya di kamus. Sebagai teknik lain, pertemuan diadakan di luar ruang, di bawah pohon cendana, karena panas menyengat atap seng rumah di Waingapu. Dan di akhir tahapan belajar bahasa Inggris, peserta menjalani tes berupa ‘text reading’ dari sebuah bagian bacaan” jelasnya.
 
Yuk, teman muda promosikan Sumba dengan memakai bahasa Inggris. (TRU).
 

  Bagikan artikel ini

Berbagi Ilmu dan Mengenal Sumba Bersama Stube-HEMAT Sumba

pada hari Selasa, 7 Juli 2015
oleh adminstube
 
Bersama Stube-HEMAT Sumba
(Utusan Stube-HEMAT Yogyakarta dalam
 
program Exploring Sumba)
 
 
Program Exploring Sumba untuk mahasiswa di Yogyakarta bulan Juli-Agustus 2015 ini mengirimkan tiga mahasiswa ke Sumba untuk mengenal budaya sekaligus berbagi ilmu disana. Selama kurang lebih satu bulan sejak 04 Juli 2015, masing-masing mahasiswa unjuk kebolehan dengan ilmu yang mereka miliki.
 
Yoel Yoga Dwianto, asal dari Lampung, merupakan mahasiswa yang sedang menempuh studi di Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK) Marturia Yogyakarta jurusan Theologi. Ia menyatakan senang bisa datang ke Sumba dan bertemu dengan kawan-kawan di Stube-HEMAT Sumba. “Saya tidak pernah mengira kalau Sumba lebih indah dari yang saya bayangkan sebelumnya. Saya berharap program yang saya lakukan yaitu menyusun khotbah yang indah dan petani gimbal bisa bermanfaat bagi banyak orang, terlebih lagi bagi kawan-kawan di Stube-HEMAT Sumba,” ungkapnya. Yoel berharap bahwa kawan-kawan Stube-HEMAT Sumba lebih giat belajar, sehingga Stube-HEMAT Sumba sama aktifnya dengan Stube-HEMAT Yogyakarta.
 
Indah Theresia Margaretha Boru Siahaan, mahasiswa asal Sumatera Utara, adalah mahasiswi yang sedang menempuh studi di jurusan Akuntansi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Bagi Indah, ini pertama kali datang ke Sumba. “Senang sekali karena Stube-HEMAT Yogyakarta mempercayakan saya untuk datang ke Sumba dan berbagi ilmu dengan kawan-kawan di Stube-HEMAT Sumba. Saya berharap program yang saya bagikan berupa pengalaman menerapkan ilmu kewirausahan bisa bermanfaat bagi kawan-kawan Stube-HEMAT Sumba,” kata Indah.
 
Peserta ketiga adalah Elliana Hastuti, seorang mahasiswi asal kota Solo, Jawa Tengah. Saat ini Elliana atau lebih akrab dipanggil Ana, sedang menimba ilmu di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta jurusan Psikologi semester lima. Ia mengungkapkan bahwa kedatangannya ke Sumba seperti dalam mimpi, bisa bertemu dengan kawan-kawan Stube-HEMAT Sumba. “Saya tidak pernah membayangkan bisa datang ke Sumba,” tutur Ana. “Saya berharap kawan-kawan Stube-HEMAT Sumba bisa saling berbagi dengan kami dari Stube HEMAT Yogya sehingga kami juga mendapat ilmu dari kawan-kawan di sini. Saya akan berbagi ilmu yang saya pelajari, yakni psikologi dan mengajar sekolah minggu dengan kreatif melalui pendekatan sesuai dengan perkembangan kejiwaan anak-anak. Semoga bermanfaat bagi kawan-kawan Stube-HEMAT Sumba dan banyak orang,” lanjutnya lagi.
 
 

 

Selamat datang teman-teman dari Stube HEMAT Yogyakarta, selamat berinteraksi, beradaptasi, melayani dan berkarya! (JUF)

  Bagikan artikel ini

Kepedulian Pelajar   dan Cendana Kini

pada hari Senin, 22 Juni 2015
oleh adminstube
 
Sosialisasi dan Penanaman Cendana di sekolah-sekolah
di Waingapu, Sumba Timur, NTT
 
 
Cendana (santalum album Linn.) merupakan tanaman asli Indonesia yang dapat tumbuh baik di NTT seperti di pulau Sumba dan Timor. Cendana yang tumbuh di Sumba dan Timor menghasilkan cendana yang bermutu tinggi. Mutu cendana yang baik menghasilkan minyak atsiri yang berkualitas dan produksi kayu teras yang cukup banyak. Sehingga cendana mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi.
 
Ironisnya, saat ini cendana sudah sangat jarang ditemui di Sumba Timur. Hal ini disebabkan oleh berbagai masalah yang telah terjadi, seperti eksploitasi, pencurian dan kebakaran. Parahnya lagi, tidak diimbangi dengan pembudidayaan Cendana.
 
Pembudidayaan cendana sangat penting dilakukan demi menjaga kelestarian cendana. Melalui program eksposur lokal Stube-HEMAT Yogyakarta, Wilton Paskalis D. Ama, mahasiswa Institut Pertanian Stiper Yogyakarta melakukan sosialisasi dan menanam cendana di sekolah-sekolah di Waingapu, Sumba Timur. Kegiatan ini diadakan di SMA N 1 Waingapu, SMA N 2 Waingapu, SMK N 1 Waingapu, SMA PGRI Waingapu, SMA K Andaluri, SMA Muhammadiyah Waingapu dan SMA Kristen Payeti.
 
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan populasi tanaman cendana dan membangun kepedulian kaum muda terhadap tanaman cendana. Kepala Sekolah dari masing-masing sekolah memberi respon baik dan memberi kesempatan kegiatan diadakan di sekolah.
 
Sosialisasi dan penanaman dilaksanakan selama lima hari (14 -19 Juni 2016) dan berlangsung pagi dan sore, disesuaikan dengan kesiapan sekolah. Peserta kegiatan ini antara lain pengurus OSIS dan beberapa organisasi lain seperti organisasi lingkungan dan Pramuka Wana Bakti menunjukkan antusiasme yang tinggi.
 
 
Pertanyaan, tambahan dan saran yang disampaikan pada saat sosialisasi menjadi kekuatan yang baik untuk meningkatkan kembali populasi cendana yang berkualitas di Sumba.
 
 
Salah satu siswa mengatakan bahwa sosialisasi yang dilaksanakan ini tidak cukup untuk membangun dan meningkatkan wangi cendana, namun perlu dilakukan penyuluhan-penyuluhan yang berkaitan dengan cendana sehingga ke depannya rasa peduli terhadap cendana akan semakin terbangun”. (WP)

 


  Bagikan artikel ini

Program Peternakan Stube-HEMAT Sumba Masih Bisakah Berharap pada Ternak? 22 – 24 Mei 2015 di GKS Umamapu cabang Okanggappi

pada hari Senin, 25 Mei 2015
oleh adminstube
 
 
 
Sumba pulau cendana, Sumba juga pulau Sandlewood. Sumba Timur memiliki iklim tropis, dengan luas wilayah 7.000,50 km2 dan luas padang savana 223.568 ha atau setara dengan 32,91% luas wilayah Sumba Timur. Sumba Timur memiliki banyak potensi yang belum optimal seperti potensi pariwisata, peternakan, kelautan dan perikanan.
 
Salah satu potensi yang menjanjikan adalah peternakan. Dikenalnya Sumba Timur sebagai salah satu pemasok hewan-hewan besar, seperti kuda, sapi, kerbau, merupakan potensi yang harus dimanfaatkan secara optimal. Selain potensi, ada juga berbagai macam kendala dalam optimalisasi potensi tersebut, seperti pencurian, penyakit pada ternak dan rendahnya harga jual ternak.
 
 
Stube-HEMAT Sumba melihat keadaan tersebut sebagai suatu peluang untuk memberdayakan mahasiswa dan kaum muda agar lebih responsif dengan keadaan yang terjadi. Dalam pelatihan yang diadakan pada tanggal 22 – 24 Mei 2015 bertempat di GKS Umamapu, cabang Okanggappi, peserta yang notabene mahasiswa dan kaum muda mendapat banyak hal, antara lain potensi ternak, sakit penyakit pada ternak dan keamanan ternak. Selain itu peserta juga memberikan masukan kepada Dinas Peternakan dan Kepolisian demi optimalisasi potensi peternakan yang ada di Sumba Timur.
 
Peserta pelatihan yang berjumlah 27 orang, merupakan mahasiswa dan mahasiswi berbagai kampus yang ada di Sumba Timur, seperti STIE Kriswina, STT GKS Lewa, STT Terpadu dan AKS Peternakan dan dua pemuda GKS Kanatang. Drh. Samuel Rundi, seseorang yang telah lama berkecimpung di dunia peternakan Sumba Timur menjadi fasilitator. Ia mengatakan bahwa tantangan terbesar dalam menjalankan usaha peternakan adalah kurangnya pakan ternak pada musim kemarau, sedangkan pakan ternak berlimpah pada musim penghujan. Selain itu, pola beternak yang masih tradisional dan pencurian hewan menjadi kendala yang banyak dihadapi para peternak. Salah seorang peserta Nikson K.W.Laki, mahasiswa STIE Kriswina yang berasal dari Kanatang, Sumba Timur mengungkapkan, “Saya sangat senang dengan adanya pelatihan ini, karena saya bisa belajar tentang bagaimana cara beternak yang baik serta peluang bisnis untuk meningkatkan perekonomian rumah tangga kita.”
 
Potensi peternakan yang ada, diharapkan dapat menjadi salah satu sektor unggulan bagi perekonomian daerah. Kegiatan lanjutan berupa kunjungan ke lokasi peternakan di Wanggawatu, Kambera, yang dikelola oleh Umbu Kudu. Peserta diharapkan memiliki ketertarikan untuk menerapkan ilmu beternak yang sudah didapatkan. (DNY)

  Bagikan artikel ini

Exploring Stube-HEMAT Sumba Sepenggal Kisah   di Tanah Marapu

pada hari Rabu, 22 April 2015
oleh adminstube
 
 
 
Waktu tidak pernah dapat kumengerti,
Namun kuyakin,
Waktu adalah sebuah rancangan yang indah
Waktu mempertemukan kita dengan sahabat
Waktu jualah yang memisahkan kita dengan mereka
 
Program Eksposur kawan-kawan dari Stube HEMAT Yogyakarta ke Stube HEMAT Sumba menyimpan kenangan dan pengalaman yang tak terlupakan oleh setiap kami yang pernah bertemu dan berbagi ilmu. Kali ini kami berkesempatan berbagi ilmu dengan Petrus Maure dan Elisabet Novia Listiawati.
 
Petrus berbagi pengetahuan tentang multi media, yakni Photoshop dan CorelDraw, sementara Elisabet berbagi pengetahuan pertanian organik dan jurnalistik. Dimulai semenjak tanggal 17 Maret s.d. 10 April 2015 kami berkegiatan bersama. Sisa waktu dari tanggal 11 April hingga 15 April sebelum mereka pulang ke Yogyakarta, kami membawa mereka menikmati alam Sumba Timur.
 
Pantai Mondulambi dan air terjun Manubara menjadi tempat yang kami kenalkan kepada mereka. Di tempat ini mereka juga bisa melihat kehidupan jemaat di salah satu pos PI di Matawai Harangi, desa Mondulambi dengan kesederhanaan dan keterbatasan fasilitas yang dihadapi oleh masyarakat setempat. Meskipun dalam waktu yang singkat, kami merasakan kebersamaan yang cukup berarti.
 
Kami percaya bahwa ilmu dan pengalaman yang didapat akan berguna demi kemanusiaan selain persahabatan antar pemuda mahasiswa yang terjalin. (DNY)***
 

 

Situasi dan kondisi tempat ibadah di Pos PI Matawai Harangi, Desa Mondulambi, Sumba Timur (Foto kiri).

  Bagikan artikel ini

Selamat Datang di Sumba   Berbagi Ilmu dan Belajar Bersama

pada hari Rabu, 18 Maret 2015
oleh adminstube
 
Utusan Stube-HEMAT Yogyakarta dalam
program Exploring Sumba
 
 
“Selamat datang di Sumba!” kata Yulius Anawaru, salah seorang team Stube-HEMAT Sumba saat menjemput Petrus Maure dan Elisabet Novia Listiawati di Bandara Umbu Mehang Kunda, Waingapu. Setelah menempuh perjalanan dari Yogyakarta dan transit di Denpasar, akhirnya Bung Pet dan Elis panggilan akrab dua sahabat ini keluar dari pesawat Nam Air dan menjejakkan kaki di Sumba.
 
Pastinya, ini merupakan kesempatan pertama datang dan menjejakkan kaki di tanah Sumba yang dikenal dengan bumi Marapu. Apriyanto Hangga, yang juga team Stube-HEMAT Sumba menangkap rona kekagetan dalam diri mereka yang terekspresikan lewat mimik muka keduanya ketika keluar dari bandara dan melihat sekeliling jalan menuju sekretariat Stube-HEMAT Sumba.
 
 
Siapakah mereka dan apa yang mereka akan lakukan di Sumba? Ya, kedua orang ini adalah peserta Exploring Sumba yang diadakan Stube-HEMAT Yogyakarta, yang akan berada di Sumba selama tiga puluh hari dan membagikan pengetahuan dan keterampilan mereka kepada mahasiswa dan kaum muda Sumba.
 
Sesampainya di sekretariat Stube-HEMAT Sumba yang terletak di Payeti Waingapu, Pdt. Dominggus Umbu Deta, S.Th., koordinator Stube-HEMAT Sumba mengungkapkan bahwa program Exploring Sumba ini sangat berdampak dan menunjang program-program yang ada di Stube-HEMAT Sumba. Diantaranya program Pertanian, Jurnalistik dan Komputer multimedia. Di beberapa program, baik team maupun peserta sangat terbatas dalam pemahamannya, sehingga dengan adanya team Exploring Sumba sungguh bermanfaat bagi Stube-HEMAT Sumba.
 
 
“Bagi peserta Exploring Sumba, kiranya dapat membagikan ilmu sebanyak-banyaknya, dengan agunan waktu yang singkat, dalam beberapa hari ke depan, agar apa yang menjadi tujuan dalam program Exploring Sumba ini dapat tercapai”, harap Pdt Domi.
 
Tak lupa Pdt. Domi juga mengungatkan bahwa tantangan pun selalu ada, termasuk dalam menjalani Exploring Sumba ini karena peserta berangkat dari disiplin ilmu yang berbeda-beda, respon dan pemahaman pada masing-masing peserta tentu beranekaragam pula, maka setiap program yang disajikan dalam pembelajaran bersama tentu membutuhkan waktu proses belajar yang relatif lama. Karena itu dapat dipastikan dalam penyajian program kerja tidak semua peserta dapat mengikutinya dengan baik sesuai harapan. “Tantangan ini juga dialami oleh setiap peserta Exploring Sumba sebelumnya”, pungkasnya.
 
 
Selama di Sumba Petrus Maure berencana mengadakan pelatihan komputer khususnya mendesain menggunakan Corel Draw dan Photoshop, sedangkan Elis akan mengadakan sosialisasi dan pendampingan berupa optimalisasi pekarangan rumah dengan tanaman obat keluarga (Toga) berbasis pertanian berkelanjutan. Selama di Sumba keduanya tinggal di rumah salah seorang team Stube-HEMAT Sumba, yaitu keluarga Yulius Anawaru, S.Pt, di desa Wanggawatu, Kecamatan Kambera, Sumba Timur. (TRU)

  Bagikan artikel ini

Meski Muda Mampu Berkarya Stube-HEMAT Sumba dan Komisi Perempuan Sinode GKS GKS Waingapu, 27 Februari 2015

pada hari Sabtu, 28 Februari 2015
oleh adminstube
 
 
 
“Semua manusia pada hakikatnya adalah keindahan itu sendiri karena kita adalah karya seni yang terbaik dari TUHAN,” kata Anthonius Landu Jawa, lebih akrab disapa dengan Anthony mengawali pelatihan membuat bentuk bunga dari kerang dan karang bersama ibu-ibu yang tergabung dalam Komisi Perempuan GKS. Kerajinan dari kerang dan karang ini merupakan salah satu bentuk kerajinan asli dari anak muda Sumba Timur.
 
Jumat, 27 Februari 2015, dengan didampingi Apriyanto Hangga, Anthon, Dani dan Apriana mewakili Stube-HEMAT Sumba memfasilitasi pelatihan membuat hiasan meja berbentuk bunga yang terbuat dari kerang dan karang di GKS Waingapu.
 
Pelatihan ini merupakan bagian dari rangkaian Rapat Pimpinan Komisi Perempuan (KomPer) Sinode GKS yang diselenggarakan oleh Sinode GKS. Tahun ini yang menjadi tuan rumah adalah GKS Waingapu. Peserta yang hadir sekitar 50 ibu-ibu perwakilan dari setiap klasis yang ada di Sumba.
 
Tujuan kegiatan ini adalah melaksanakan agenda rutin tahunan pimpinan komisi perempuan sinode GKS, selain itu mereka juga memberikan pelatihan keterampilan yang baru. Ada beberapa jenis keterampilan tambahan yang diberikan, antara lain pelatihan dekorasi gereja, pembuatan pangan lokal dari bahan ubi gadung atau di Sumba sering disebut “iwi”, pelatihan kerajinan bambu (berbentuk dulang), membuat bunga dari kerang dan karang dan pemanfaatan kain bekas untuk menjadi bandul dan ikat rambut.
 
Dhany, Anthony dan Apriana sebagai utusan Stube-HEMAT Sumba memberikan pelatihan membuat bunga dari kerang dan karang. Menariknya, mereka menjadi pemateri termuda, dan hal itu menunjukkan eksistensi Stube-HEMAT Sumba dalam membimbing dan memberdayakan kaum muda.
 
“Kami merasa senang dan bangga karena kami sudah bisa berbagi ilmu yang kami miliki dengan sesama. Selain itu, kerajinan bunga kami mendapat banyak pujian dari semua peserta maupun panitia karena begitu menarik, dan kami diminta untuk membawa bunga yang siap jual dan dijadikan souvenir untuk peserta”, ungkap Dany mewakili teman-teman yang lain. (DNY)

  Bagikan artikel ini

Program Pelatihan Stube-HEMAT Sumba Gereja dan Permasalahan Sosial Wai Wei, 23-25 Januari 2015

pada hari Senin, 26 Januari 2015
oleh adminstube
 
 
 
Gejolak permasalah sosial dewasa ini semakin kompleks baik dalam kehidupan bermasyarakat ataupun jemaat gereja, sehingga memerlukan campur tangan dari berbagai pihak. Gereja sebagai salah satu elemen dalam kehidupan bermasyarakat perlu berperan aktif melihat persoalan-persoalan sosial yang ada sesuai dengan tiga panggilan gereja yaitu bersekutu, melayani dan bersaksi.
 
Dalam perjalanan Yesus selama mengabarkan berita kebenaran, Yesus tidak hanya menyatakan kematian, kebangkitan dan kenaikkan namun Yesus juga menyembuhkan yang sakit, memberikan makan orang yang lapar, memelihara orang yang miskin, mengusir roh jahat serta melawan ketidakadilan sebagai cara menghadirkan kerajaan ALLAH. Demikian juga gereja seharusnya mampu melihat berbagai persoalan sosial yang ada dalam masyarakat atau jemaat di sekitarnya.
 
Ada tertulis dalam Yesaya 61:1-2 ’Roh Tuhan Allah ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi Aku: Ia telah mengutus Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, dan untuk memberitahukan tahun rahmat Tuhan”.  Berdasarkan hal tersebut Stube HEMAT Sumba terpanggil dan merasa perlu membekali mahasiswa untuk menghadapi dan berkontribusi menyelesaikan persoalan-persoalan sosial yang ada.
 
Untuk merealisasikan hal tersebut di atas, Stube HEMAT Sumba merealisasikan dalam bentuk pelatihan yang bersifat in-class dan out-class dengan tema “Gereja dan Persoalan Sosial”. Kegiatatan ini bertempat di aula Yayasan “Bina Karya Swadaya” yang berlokasi di Wai We, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur yang dilaksanakan pada tanggal 23 – 25 Januari 2015. Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa dari berbagai kampus yang ada di Kabupaten Sumba Timur dengan jumlah peserta sebanyak 26 orang.
 
 
Adapun yang menjadi pemateri dalam kegiatan ini adalah board Stube HEMAT, Pdt. DR. Tumpal, M.P.L Tobing, Mag.Theol, yang melayani di Jakarta, Pdt. Umbu Bolu, M.Th, Pdt. Irene Umbu Lolo, M.Th, Vicaris Yuliana W. Kilimandu, S.Th, Pdt. Dominggus Umbu Deta, S.Th, dan I Gusti Made Raspita, seorang penggiat lingkungan hidup di Sumba. Dalam menyampaikan materi setiap narasumber mengungkapkan persoalan sosial yang ada serta bagaimana masyarakat dan jemaat menanggapi setiap persoalan tersebut. Pemateri juga memberikan masukan untuk menghadapi persoalan-persoalan tersebut.
 
Di tengah kegiatan pelatihan, peserta mendapat kunjungan beberapa koordinator Stube dari Jerman yang memberi kesempatan kepada para peserta berbagi pengalaman yang diperoleh dari masing-masing daerah. Ada hal menarik yang dipesankan oleh Angelika salah satu tim dari Stube HEMAT Jerman, yang mengatakan, “Kalian punya alam yang luar biasa dan jangan pernah berpikir untuk merubahnya karena ketika kamu ingin merubahnya, kalian tak akan pernah bisa kembali ke awal mula. Alam kalian sangat tenang dan pertahankan itu semua untuk dunia ini”. Ungkapan ini mungkin keluar secara spontan, tetapi bagi kami hal ini seperti sebuah harapan yang sangat besat yang dititipkan kepada peserta dan masyarakat  Sumba pada umumnya.
 
 
Pada akhir sesi pelatihan perserta diajak mengunjungi perkebunan yang ada di sekitar Yayasan Bina Karya Swadaya, untuk menumbuhkan rasa cinta pada alam agar bisa melestarikan alam sekitar serta dapat menggunakan pupuk organik saat mengelola pertanian. Peserta juga diharapkan dapat menjadi penyampai informasi kepada masyarakat awam bahwa sangat penting menjaga alam yang Tuhan percayakan kepada kita untuk dikelola. (ABN).
 
 

  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua