Exploring Sumba: Sarloce dan Julianti Menembus Batas dan Berbagi Kreativitas

pada hari Selasa, 1 Desember 2015
oleh adminstube
 
 
Tiga puluh hari berada di Sumba merupakan kesempatan yang sangat berharga. Tidak setiap orang bisa mengunjungi Sumba dan menikmati keelokan alam, keunikan budaya dan masyarakatnya. Dua orang mahasiswi aktivis Stube-HEMAT Yogyakarta berani menjawab tantangan Exploring Sumba: berpetualang menemukan pengalaman baru dan berbagi pengetahuan yang mereka miliki.

Sarloce Apang, yang berasal dari Buli, Halmahera Timur, Maluku Utara merupakan alumnus Institut Teknologi Yogyakarta. Loce, nama akrabnya, mengadakan sosialisasi pemanfaatan pekarangan untuk tanaman buah pepaya dan tomat, praktek membuat sirup buah jambu mete dan diskusi dengan mahasiswa aktivis Stube-HEMAT Sumba di Waingapu.
  
Loce mengajak anak muda memanfaatkan pekarangan dengan menanam tanaman, yaitu pepaya dan tomat. Kegiatan ini diadakan di rumah Yulius Anawaru, salah satu team kerja Stube-HEMAT Sumba. Bibit pepaya perlu penanganan khusus sebelum disemai karena harus direndam air hangat selama 24 jam. Setelah itu menyiapkan media tanam kompos kotoran babi, kompos kotoran kambing dan ampas kayu. Media tanam tersebut dimasukkan ke polibek sejumlah tiga puluh buah. Keesokan harinya, bibit pepaya yang sudah direndam itu ditanam di polibek dan perlu dua belas hari untuk tumbuh.

 

 
Berikutnya adalah praktek membuat sirup jambu mete yang diadakan di pastori GKS Kanjongan Bakul. Mengapa jambu mete? Karena jambu mete hanya dijadikan sebagai makanan babi, tetapi sebenarnya memiliki kandungan vitamin yang bermanfaat untuk tubuh. Jika dikonsumsi langsung memang ada rasa ‘sepet’ tetapi setelah diolah menjadi sirup, rasanya jauh lebih nikmat. Bahan yang dibutuhkan adalah daging buah jambu mete masak, gula pasir, garam dan jeruk nipis. Jambu mete yang sudah dipotong-potong kemudian direndam air garam selama empat jam, selanjutnya dikukus selama 15-20 menit. Setelah itu diblender sampai halus lalu disaring. Sari buah jambu mete ditambah jeruk nipis dan direbus sambil diaduk sampai mendidih.
 
 
Loce berinteraksi dengan aktivis Child Fund yang saat itu sedang membuat ‘manggulu’ makanan khas Sumba dan berkunjung dan berdialog dengan aktivis Wahana Visi Indonesia (WVI), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mendampingi pembangunan masyarakat. Loce berdialog tentang permasalahan yang dihadapi anak-anak dan kaum perempuan di Sumba. Berkaitan dengan kegiatan mahasiswa, Loce mengikuti diskusi di GMNI yang membicarakan perlunya generasi muda kembali memperhatikan desa dan membangun desanya.
 
Peserta berikut adalah Julianti Marbun, alumnus Universitas Gadjah Mada, yang juga aktivis Stube-HEMAT Yogyakarta. Dengan topik Sumber Daya Manusia, Kesehatan dan Kreativitas, Julianti memaparkan bahwa kesehatan berkaitan dengan pola hidup sehat masyarakat dan pengembangan tanaman herbal serai. Lingkungan yaitu penguatan SDM tentang pola hidup pada lingkungan yang sehat, seperti penanganan dini penyakit malaria memanfaatkan serai. Kemudian, pengembangan kreativitas melalui penyuluhan lingkungan pada kelompok anak-anak, kaum pemuda, kelompok tani dan anggota gereja. Penguatan manajemen komunitas diperlukan untuk menjaga hubungan antara masyarakat, gereja dan alam.
 
Kondisi geografis Sumba Timur yang berbukit-bukit dan kering berdampak pada minimnya pemanfaatan lahan oleh masyarakat untuk budidaya dan pengembangan pertanian.

Julianti berbagi pengalamannya di kelompok tani Kahangu Eti, kelompok tani Rinjung Pahamu dan ibu-ibu di desa Praipaha, Nggaha Ori Angu tentang cara mengolah lahan dan budidaya tanaman serai yang bisa dimanfaatkan sebagai minuman dan obat nyamuk alami. Kaum wanita dan kelompok tani yang mengikuti sosialisasi diingatkan kembali untuk memperhatikan lingkungan, pola hidup sehat, penanganan dini malaria dan potensi budidaya tanaman serai di pekarangan rumah.

Penguatan manajemen komunitas dilakukan pada kelompok Rinjung Pahammu berupa ‘berfikir kreatif dan inovatif’ dalam mengembangkan ide atau gagasan yang menghasilkan sebuah karya menuju konsep ekonomi kreatif. Julianti juga mengenalkan konsep lingkungan dan sanitasi pada kalangan anak-anak bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Visi Indonesia (WVI) di Lembaga Perlindungan Anak, Waingapu. Tak ketinggalan, sebagai aktivis mahasiswa, Julianti juga berdialog dengan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), tentang konservasi sumberdaya lingkungan dan pemanfaatan lingkungan berdasar kearifan lokal.
 
Julianti berpesan kepada mahasiswa dan aktivis Stube-HEMAT Sumba yang sudah bersama-sama belajar dengannya untuk tetap semangat dan kreatif dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan sehingga bisa dirasakan oleh orang lain dan masyarakat Sumba. (TRU).

  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua