Mencari Solusi Ancaman Ternak Babi

pada hari Kamis, 30 Juli 2020
oleh Apriyanto Hangga, A.Md

Oleh Apriyanto Hangga, A.Md

Peternakan Babi adalah kegiatan yang menjadi kebiasaan pokok orang Sumba, yang sifat kegiatannya masih tradisional. Memelihara ternak babi bukan sebagai mata pencaharian tetapi sebuah rutinitas karena babi merupakan kebutuhan utama masyarakat Sumba dalam urusan adat istiadat, kematian, pernikahan atau acara-acara apa pun lainnya.

 

Saat ini masyarakat Sumba sangat terpukul karena penyakit yang menyerang ternak babi yakni Hog Kolera maupun virus ASF. Ribuan ekor babi di Sumba mati mendadak dan tidak bisa diatasi sampai saat ini. Masyarakat terlihat pasrah dengan kondisi yang terjadi dan tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya.

 

 

 

Karena itulah maka Program Peternakan Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba melakukan pendampingan dan pelatihan baik itu kepada para mahasiswa, kaum muda gereja dan masyarakat peternak yang sudah merasakan dampak dari kejadian ini. Kegiatan diskusi ini sangat menarik karena sesuai dengan konteks yang menjadi realita masyarakat. Peserta yang ditargetkan di acara Diskusi tentang Ternak Babi pada hari Rabu 29 Juli 2020 sekitar 25 orang membengkak menjadi 43 orang, sementara waktu yang diperkirakan berkisar paling lama 3 jam, menjadi 5 jam karena antusiasme yang sangat tinggi. Terlebih nara sumbernya adalah Yessy Tamu Ina, S.Pt, M.Si, dosen Fakultas Peternakan Unkriswina Sumba dan tim pendamping lapangan masyarakat peternak kecil, menjawab semua pertanyaan dan rasa penasaran peserta.

 

 

Materi yang disampaikan menggambarkan bahwa sebenarnya ada banyak jenis penyakit yang sering menyerang ternak babi dan perlu diketahui oleh peternak yakni:

 

  1. Defisiensi vitamin A
  2. Anemia
  3. Diare Putih
  4. Hog Cholera
  5. Agalactia
  6. Cacar
  7. Cacing bulat
  8. Pneumonia
  9. Virus African swine fever (ASF).

 

 

Hog Kolera adalah penyakit yang sering menyerang ternak babi tetapi penyakit ini sudah bisa diatasi karena sudah ada vaksin, sehingga tidak terlalu menakutkan bagi masyarakat. Apabila ternak rutin divaksin pasti dijamin aman. Namun yang paling berbahaya adalah virus African Swine Fever (ASF) atau dikenal dengan istilah demam babi Afrika. ASF ini sangat berbahaya karena akibatnya fatal dan dapat membunuh semua babi yang ada di sekitar lokasi yang terjangkit. Kemungkinan virus inilah yang menyebabkan ribuan bahkan sampai belasan ribu babi di seluruh Sumba mati. Parahnya, sampai saat ini virus ini belum ada vaksinnya.

 

 

Dari hasil diskusi ini ditarik beberapa kesimpulan:

  1. Setiap peternak harus menjaga kebersihan kandang
  2. Menjaga keseimbangan gizi ternak
  3. Melakukan vaksinasi rutin 6 bulan sekali dengan sistem 1 spuit/jarum suntik untuk tiap ekor babi
  4. Jika ada babi yang mati/sakit segera melapor pada penyuluh/dinas Peternakan.
  5. Jika ada ternak yang sakit harus dipisah dari kawanan ternak yang lain.
  6. Jika mengkonsumsi daging babi usahakan sisa makanan yang bercampur daging babi yang diberikan pada ternak babi.

 

Selama proses diskusi, peserta begitu aktif bertanya dan menyampaikan pengalamannya karena topik ini benar-benar baru menjadi permasalahan di Sumba dan sangat berkaitan dengan kegiatan masyarakat sehari-hari.***




  Bagikan artikel ini

Tanah, Media Tumbuh Tanaman

pada hari Senin, 27 Juli 2020
oleh Frans Fredi Kalikit Bara

Oleh: Frans Fredi Kalikit Bara

 

 

Tanah adalah media alami yang dibutuhkan petani untuk bercocok tanam. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh petani sebelum melakukan proses penanaman adalah melakukan proses pengolahan atau persiapan  lokasi penanaman. Dalam proses ini harus bisa dipastikan derajat keasaman tanah. Tujuan dari hal ini adalah untuk memastikan tingkat kesuburan tanah pada lokasi tertentu. Kondisi PH tanah yang baik berada di kisaran angka 6,5–7,5. Sedangkan PH tanah yang berada di angka enam kurang baik untuk tanaman sebagai media tumbuh. Tanah sebagai media tumbuh diibaratkan seperti tempat tidur bagi tanaman yang mampu memberikan kenyamanan, apabila tempat tidurnya kurang nyaman maka tanaman pun tidak akan mengalami pertumbuhan maksimal.

 

Ada beberapa ciri yang akan ditampilkan oleh tanaman, apabila tanah berada dalam kondisi  PH asam atau PH netral. Ciri–ciri tanaman yang tumbuh pada tanah yang asam yaitu; kondisi tanaman akan kerdil karena pertumbuhan akar terhambat sehingga tidak mampu menyerap unsur hara secara maksimal, permukaan daun akan kelihatan kuning pucat karena unsur nitrogen dalam tanah tidak mampu diserap oleh tanaman, tingkat kekebalan terhadap serangan hama dan penyakit akan melemah sehingga tanaman mudah terserang penyakit, tingkat produksi hasil akan menurun, bahkan bisa berakibat  gagal panen. Adapun ciri–ciri tanamam yang berada dalam kondisi tanah yang netral yakni; kondisi tanaman terlihat hijau royo–royo karena penyerapan unsur hara berjalan secara maksimal, kondisi akar dan batang terlihat kokoh, menampilkan bentuk daun yang lebar, tebal dan hijau pekat, dan tingkat produksi hasilnya maksimal, serta memiliki tingkat kekebalan yang tinggi terhadap serangan hama dan penyakit.

Beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh petani apabila derajat keasaman tanah sudah berada di bawah angka enam, yakni; 1) Petani melakukan rotasi penanaman dengan jenis tanaman atau famili yang berbeda. Hal ini dilakukan agar kondisi PH tanah kembali netral atau dengan kata lain mengembalikan unsur hara makro dan mikro dalam tanah yang sudah hilang. Contoh rotasi tanaman dengan beda famili yaitu apabila pada fase pertama lokasi ditanami cabe, maka pada musim berikutnya diganti dengan tanaman jenis kacang-kacangan, 2) Pemberian kapur pertanian atau dolomit. Kapur pertanian yang ditaburkan pada tanah asam akan mampu mengembalikan tanah pada kondisi netral, 3) Kondisi tanah yang asam perlu ditambah kandungan unsur hara makro, yaitu fosfat. Unsur fosfat akan memampukan tanaman tetap tumbuh dalam kondisi PH tanah yang tidak normal. Unsur hara fosfat akan bekerja untuk pertumbuhan akar baru dan memaksimalkan pertumbuhan batang pada tanaman, sehingga tanaman mampu menyerap unsur hara dalam tanah, serta mampu bertumbuh dan berproduksi secara maksimal.***


  Bagikan artikel ini

Pertanian: Tanah adalah Ibu, maka Hargailah Ibumu

pada hari Selasa, 14 Juli 2020
oleh Frans Fredi Kalikit Bara


Oleh: Frans Fredi Kalikit Bara
Seiring berjalannya waktu dan percepatan pembangunan di Indonesia, kaum muda semakin dituntut menjadi pribadi yang mampu beradaptasi dengan perubahan waktu. Untuk menjawab tantangan zaman, ruang belajar kaum muda semestinya tidak hanya berada dalam ruang belajar yang bersifat formal tetapi juga menciptakan ruang belajar baru yang bersifat langsung menyentuh persoalan–persoalan sosial yang ada di sekitar. Pada tahun 2018 salah satu media cetak di Jerman yakni majalah Focus menobatkan Pulau Sumba sebagai pulau terindah di dunia bahkan dikatakan bahwa Sumba adalah kepingan surga yang tersembunyi. Potensi sumber daya alam Sumba bagaikan harta karun yang tersembunyi dan belum diolah secara intensif untuk kemajuan ekonomi masyarakat di pulau ini.



Sebagai bentuk gerakan sadar terhadap potensi riil yang ada di Sumba, pada tanggal 13 Juli 2020 tiga belas orang muda berkumpul dan menyatukan visi untuk ikut ambil bagian membangun pertanian di Sumba. Kelompok ini adalah Komunitas Petani Hortikultura STUBE HEMAT. Kami benar-benar sadar bahwa Sumba adalahh salah satu pulau yang kaya akan sumber daya alam dan menunggu tangan kaum muda Sumba untuk mengembangkannya.



Secara umum orang Sumba menyebut tanah sebagai Ibu. Ini adalah filosofi yang sangat mengikat orang Sumba untuk memposisikan tanah sebagai warisan leluhur yang berharga, sebagai sumber kehidupan. Menjual tanah sama halnya menjual Ibu dan perilaku ini semestinya tidak terjadi di Sumba namun pada kenyataannya harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Sebagai komunitas yang sedang bertumbuh, kami berkomitmen untuk mengembalikan filosofi tanah sebagai Ibu yang menghidupkan. ***



  Bagikan artikel ini

Pemberdayaan Perempuan: Gerakan Budaya dan Potensi Perempuan Sumba

pada hari Senin, 13 Juli 2020
oleh Elisabeth Uru Ndaya
 
Oleh Elisabeth Uru Ndaya

Hadirnya program Multiplikasi Stube-HEMAT di Sumba menjawab dan membantu para anak muda Sumba untuk terus berkembang dan menjadi anak muda yang berkualitas. Khususnya para perempuan muda Sumba saat ini, dengan adanya berbagai permasalahan dan ketidakadilan yang dialami membantu membuka wawasan pemikiran mereka untuk terus berjuang mempertahankan keberadaan mereka sebagai seorang perempuan yang layak diperlakukan adil seperti yang lain. Selain itu, program Multiplikasi Stube-HEMAT di Sumba membantu mereka untuk memanfaatkan potensi lokal yang kini semakin mendunia seperti pemanfaatan dan pengelolaan tenun ikat Sumba.
 
 
Sabtu, 11 Juli 2020 menjadi awal pertemuan kami bersama kaum perempuan di desa Tanatuku, Kec. Nggaha Ori Angu, Kab. Sumba Timur, NTT. Pertemuan yang dihadiri 18 peserta perempuan menggugah semangat Elisabeth Uru Ndaya sebagai Multiplikator Stube-HEMAT di Sumba untuk sosialisasi dan menyampaikan beberapa materi berkaitan dengan program Multiplikasi Stube-HEMAT di Sumba. Para peserta sangat antusias mendengarkan setiap materi yang di sampaikan. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan muda tamatan SMA dan tidak lanjut ke tingkat universitas. Ada juga beberapa mahasiswa yang sedang dan sudah menyelesaikan studinya di beberapa universitas yang ada.
 
 
Pertemuan kami awali sekitar pukul 19.00 WITA, dibuka dengan doa oleh seorang Guru Injil muda Yuni Njurumbaha. Setelah itu masuk pada pengenalan lembaga Stube-HEMAT, pengenalan program Multiplikasi Stube di Sumba dan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari program pemberdayaan perempuan melalui program tenun ikat Sumba. Diskusi selanjutnya meminta para peserta menuliskan kesan dan pesan mereka terhadap lembaga Stube-HEMAT dan program yang akan dilaksanakan. Hasil pertemuan tersebut dapat dilihat dari metaplan yang mereka tulis, mereka sangat bangga Stube-HEMAT hadir untuk mereka dan sangat antusias untuk terus bergabung dalam program Multiplikasi melalui program pemberdayaan perempuan.
 
 
Di akhir pertemuan mereka berkomitmen untuk terus ikut diskusi-diskusi yang akan datang. Dan pada tanggal 22 Juli 2020 mendatang, kami bersepakat untuk bertemu kembali dalam ruang diskusi dengan membahas sejarah dan asal usul daripada kain tenun di Sumba. Semoga hadirnya program Multiplikasi Stube-HEMAT di Sumba dapat bermanfaat, program berjalan lancar dan kaum perempuan di Sumba menjadi produktif.

  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua