Belajarlah dan Temukanlah!   Refleksi Program Eksposur Stube-HEMAT Yogyakarta  

pada hari Selasa, 30 September 2014
oleh adminstube

 

 

 

‘Experiential Learning’ merupakan bentuk pembelajaran yang lebih bermakna karena memberikan pengalaman langsung kepada anak didik terhadap suatu materi pembelajaran. Bentuk pembelajaran ini memberikan manfaat besar bagi anak didik karena mereka tidak hanya belajar tentang konsep materi saja, namun terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu pengalaman dan menemukan hal-hal baru.

 

 

 

 

Begitu pula Stube-HEMAT Sumba memberi kesempatan kepada mahasiswa dan kaum muda aktivis Stube-HEMAT Sumba untuk belajar di Yogyakarta selama satu bulan. Di Yogyakarta mereka berkesempatan mempelajari topik-topik pembelajaran yang baru antara lain, batik jumputan, sulam pita, jurnalistik dan seni kemasan (packaging). Selain itu juga mengembangkan pengetahuan mereka seperti pertanian terpadu, pertanian lahan pasir, kreasi bambu dan peternakan terpadu.

 

 

 

 

 

 

 

Tahun 2014 ini Benhardyanto Lobo Mone (GKS Makamenggit), Feni Kaita Lepir (GKS Kombapari), Ningsih Tamu Apu (GKS Payeti), Jems Umbu Yiwa Ndapangadung dan Ignasius Umbu Reda Anabuni (STIE Kriswina) dan Yumi Takadjadji (STT Lewa) terpilih menjadi utusan Stube-HEMAT Sumba untuk belajar ke Yogyakarta dari tanggal 4 sampai dengan 29 September 2014.

 

 

 

Jurnalistik menjadi salah satu menu belajar, dimana peserta dilatih mengungkapkan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan, selanjutnya diwujudkan dalam bentuk tulisan. Tulisan-tulisan itu menjadi ‘amunisi’ untuk mendokumentasikan kekayaan budaya Sumba, mempromosikan potensi wisata Sumba, mengungkap fakta masalah sosial masyarakat, mengembangkan kemampuan diri dan bahkan menambah pendapatan.

 

 

 

 

 

Peserta Eksposur Yogyakarta menunjukkan hasil karyanya. Berikutnya, batik jumputan, sulam pita dan seni kemasan (packaging) dipelajari oleh peserta dengan antusias. Keterampilan ini membekali peserta mempromosikan diri dan membangun kemandirian melalui wirausaha souvenir dan asesoris.

 

 

 

 

 

Pertanian dan peternakan yang sehari-hari sudah diterapkan di Sumba diperkaya dengan pengetahuan pengelolaan pertanian terpadu dan sistem pemeliharaan babi yang berkualitas. Pertanian terpadu dengan memanfaatkan air irigasi yang didistribusikan untuk kolam ikan, ternak itik dan akhirnya masuk ke lahan pertanian. Kemudian ternak babi ditingkatkan melalui perbaikan bibit babi, pemilihan pakan yang sehat dan pemeliharaan yang berkualitas.

 

 

 

Di akhir program, peserta berkomitmen bahwa pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang mereka dapatkan di Yogyakarta akan diterapkan dan dikembangkan di Sumba. Salah satunya seperti yang diungkapkan Ningsih Tamu Apu, “Saya akan menerapkan semua ilmu yang saya dapatkan kepada ibu-ibu yang berada di Wangga Watu, terutama di kelompok Rinjung Pahamu. Bagaimana cara mengolah lahan pertanian dengan baik.”

 

 

 

Saatnya anak muda membangun Sumba menjadi lebih baik. Selamat berproses! (TRU).

 

 

 

 


  Bagikan artikel ini

Tetap Semangat Meski Beralas Kertas   Sebuah Catatan Perjalanan

pada hari Senin, 29 September 2014
oleh adminstube
 

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Tepat jam 05.00 WITA, Senin, 1 September 2014. kami berangkat dari pelabuhan Waingapu berlayar menggunakan Kapal Motor (KM) Awu. Aku bersama lima peserta lainnya yaitu, Ignasius Umbu Reda Anabuni, Feni Kaita Lepir, Ningsih Tamu Apu, Berhardyanto Lobo Mone dan Jems Umbu Yiwa Ndapangadung menjadi utusan Stube-HEMAT Sumba untuk belajar di Yogyakarta selama satu bulan.


“Wahhh......., kapalnya sarat sekali dengan penumpang” pikirku. Akibatnya kami tidak mendapat tempat tidur. Di tengah-tengah kebingunganku itu, karena tidak tahu harus tidur di mana, Abner, salah satu aktivis Stube-HEMAT Sumba, yang kebetulan satu kapal karena ia mengantar adiknya yang akan kuliah, mengatakan, “Tidur saja di situ! mau cari tempat di mana lagi?”
 
 
“Waduh, di situkah?” ungkapku karena terkejutnya disuruh tidur di bawah tangga. Tapi apa boleh buat, tidak ada pilihan lain karena memang tidak ada tempat lain. Dengan beralaskan tikar dari kertas semen kami membaringkan tubuh kami untuk melepas lelah. Dan aku sempat berefleksi bahwa, aku harus bersyukur dengan keadaan ini, dan tidak lama. Sedangkan di luar sana banyak orang yang tidak memiliki tempat tinggal yang harus menjalani hidupnya di emper toko dengan alas kardus bekas.


Meskipun tidur di bawah tangga dan badan sakit ngilu, kami tetap menikmatinya. Aku menemukan pengalaman menarik, sekalipun awalnya tidak saling kenal dengan penumpang yang lain, tetapi karena berasal dari satu daratan Sumba, dan berada di satu kapal akhirnya kami menjadi akrab, bertukar cerita dan suasana menjadi hidup sepanjang hari.
 
Hari berikutnya, dan masih tetap di atas kapal, perlahan kami dapat menikmati tidur dengan nyenyak. Setelah sampai di Benoa, Bali, akhirnya kami mendapat alas tidur yang layak, karena banyak penumpang yang turun di Benoa.
 
Di Tanjung Perak, Surabaya, dari atas KM Awu, aku melihat gedung-gedung yang asing, begitu berbeda dengan keadaan di Sumba. Hati berdebar-debar menunggu saat pertama kali kakiku menjejak tanah Jawa. “Oh, akhirnya aku bisa sampai di pulau Jawa!” kataku. Tak lama lagi aku sampai di Yogyakarta, meski masih ada satu perjalanan menggunakan travel dari Surabaya menuju Yogyakarta.
 

 

Yogyakarta, aku dataaaang! (YUMI)


  Bagikan artikel ini

Perilaku Penumpang Kapal Di Pelabuhan Waingapu, Bima, Benoa dan Tanjung Perak Sebuah Catatan Perjalanan

pada hari Senin, 29 September 2014
oleh adminstube
 
 
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan. Kapal laut menjadi alat transportasi yang sangat penting dalam menunjang mobilitas penduduk dan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Hal ini mendorong peningkatan kualitas pelabuhan yang tersebar di pulau-pulau di Indonesia.
 
Keberadaan pelabuhan tidak hanya menjadi tanggungjawab syahbandar atau pengelola pelabuhan saja, namun menjadi tanggung jawab masyarakat sebagai penggunanya. Pengalaman saya pertama kali berlayar menggunakan kapal laut, yaitu dengan KM Awu. Hal menarik yang saya amati saat berada di pelabuhan, adalah perilaku penumpang saat naik dan turun kapal.
 
Di pelabuhan Waingapu, Sumba Timur, ketertibannya masih sangat rendah, karena pada saat kapal bersandar di dermaga, antara penumpang yang naik dan yang turun melewati jembatan yang sama, sehingga bertabrakan. Ini disebabkan penjagaan atau petugas keamanannya kurang ketat atau tegas.
 
Begitupun dengan keadaan pelabuhan di Bima, Nusa Tenggara Barat. Ketertibannya masih sangat rendah, bahkan bisa dikatakan lebih parah karena tidak hanya penumpang yang naik dan yang turun saja yang berdesakan di jembatan  menuju kapal, tetapi juga para pedagang yang berusaha naik ke kapal untuk menjajakan dagangan mereka. Mereka melihat peluang dalam kapal sebagai pasar untuk berjualan.
 

 

Hal berbeda nampak di pelabuhan Benoa, Bali, yang ketertibannya atau penjagaannya itu sangat ketat. Penumpang yang akan naik harus menunggu sampai penumpang yang turun selesai terlebih dahulu, baru kemudian calon penumpang diperbolehkan naik ke kapal. Sedangkan di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, arus penumpang naik dan turun pun masih relatif tertib karena penjagaan juga ketat walaupun tidak setertib di pelabuhan Benoa. Semoga semua penumpang dimanapun sadar akan pentingnya ketertiban dan keteraturan untuk memudahkan segala sesuatunya. (FEN)

  Bagikan artikel ini

'AWU'-KU YANG MALANG Sebuah Catatan Perjalanan

pada hari Senin, 29 September 2014
oleh adminstube
 
 
Hari keberangkatan menuju Yogyakarta akhirnya tiba. Aku dan teman-teman satu tim yang terdiri dari Ignas, Feni, Yumi, Budi dan Ningsih berkumpul di dermaga Waingapu, Sumba. Kami menunggu waktu masuk kapal. Kapal yang akan membawa kami ke Pulau Jawa adalah KM Awu. Dia adalah satu-satunya kapal yang membawa pergi dan mengantar orang dari dan ke Pulau Sumba. Sehingga dengan sendirinya ‘Awu’ sudah menjadi bagian hidup dari penduduk Sumba yang akan keluar pulau.
 
Perjalanan yang kami tempuh tidaklah pendek, karena dari dermaga Waingapu kami harus singgah di beberapa pelabuhan seperti Bima di Nusa Tenggara Barat dan Benoa di Bali dan itu memakan waktu kurang lebih tiga hari dua malam. Sungguh perjalanan yang cukup melelahkan bagi kami.
 
Situs resmi PT. Pelayaran Nasional Indonesia menyebutkan bahwa kapal ini adalah kapal buatan Papenburg, Jerman pada tahun 1991. Dengan total kapasitas 969 penumpang, kapal ini dirancang untuk mengangkut 14 penumpang kelas I, 40 penumpang kelas II, dan 915 penumpang kelas ekonomi. Sungguh suatu rancangan yang memadai untuk mengangkut penumpang dengan nyaman. Tentu saja pelayaran kami tidak sendiri. Kami bersama penumpang lain dengan berbagai macam tujuan yang sungguh jumlahnya melebihi ketentuan. Namun demikian perjalanan kami menuju Tanjung Perak sungguh merupakan sesuatu yang berkesan.
 
Sejenak aku merenung di tengah himpitan penumpang berjuang mendapat ruang. Haruskah ‘Awu’-ku berbeban lebih? Kuamati keadaan di atas kapal, benar-benar sesuatu yang mengganggu pikiran, penumpang sangat banyak, dan sepertinya kelebihan muatan. Kami harus tidur di lantai kapal beralaskan kertas semen yang kami beli lima ribu selembar. Sementara banyak penumpang lainnya harus tidur di luar. Sebuah ironi dari Indonesia yang dikenal sebagai negara maritim dengan alat transportasi laut yang tidak mendapat perhatian. Selain itu, jika kapal kelebihan muatan maka resiko bagi penumpang atas keselamatan dirinya.
 



Aku hanya memiliki harapan, bahwa pemerintah khususnya pihak pengelola pelayaran lebih memperhatikan keselamatan penumpang sehingga hal-hal yang tidak diinginkan bisa dihindari dan penumpang merasa nyaman ketika menggunakan KM Awu. “..dan Awu-ku berlayar dengan senyum mengembang...”Semoga. (JEMS)

 


  Bagikan artikel ini

Berkat Muncul dari Sebuah Dilema

pada hari Minggu, 28 September 2014
oleh adminstube
 
 
Namaku Jems Umbu Yiwa Ndapangadung, tinggal di Kawangu, Sumba Timur. Saat ini aku  sedang kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kristen Wira Wacana Waingapu, semester 5. Sambil kuliah, aku cukup aktif mengikuti kegiatan Stube-HEMAT Sumba. Beberapa pelatihan Stube yang aku ikuti adalah pelatihan Analisis Sosial, Komputer, Multikultur, serta Gereja dan Politik.
 
Suatu hari aku mendapat kabar dari Yulius Anawaru, salah seorang tim Stube-HEMAT Sumba berupa  kesempatan ke Yogyakarta. Saat mendengar kabar itu aku langsung kaget dan langsung mengalami dilema karena aku merasa senang bisa ke Yogyakarta tetapi sekaligus sedih karena harus meninggalkan bangku kuliah yang jadwalnya cukup padat selama satu bulan. Aku tidak bisa langsung memberi kepastian karena selain posisiku masih di kampus, pembicaraan baru dilakukan lewat telepon, dan aku belum bisa berpikir tenang. Selanjutnya sepulang kampus aku menemui Yulius dan pengurus Stube lainnya di sekretariat Stube-HEMAT Sumba. Mereka semua menanyakan kepastian apakah aku bersedia ikut program Exploring Stube HEMAY Yogyakarta atau tidak.
 
 
Aku akui bahwa waktu itu merupakan saat tersulit buatku mengambil keputusan, antara tetap tinggal di Waingapu atau berangkat ke Yogyakarta. Namun aku juga sadar bahwa setiap keputusan pasti ada resikonya. Enam puluh menit berlalu, aku berpikir dan mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya aku memberi keputusan, “Oke, saya berangkat ke Yogyakarta!” Memang diakui banyak orang bahwa kesempatan belajar ke Yogyakarta tanpa biaya pribadi bagaikan mendapat durian runtuh, meskipun awalnya aku merasakan apa yang disebut dilema, aku menikmatinya.
 

 

Satu bulan mengikuti program exploring Stube HEMAT sungguh melengkapi teori-teori yang kudapat dari bangku kuliah. Mengunjungi berbagai tempat untuk belajar, bertemu dengan beberapa praktisi pertanian dan peternakan, serta praktek membuat produk kreatif merupakan model belajar yang menarik dan sangat membantu pemikiran secara utuh. Sepulang dari Yogyakarta, aku akan membagikan pengetahuan dan pengalaman kepada teman-teman di Stube HEMAT Sumba dan orang-orang di sekitarku. (JEMS).
 
 
Aku akan membagikan pengetahuan dan pengalaman kepada teman-teman di Stube HEMAT Sumba dan orang-orang di sekitarku.

  Bagikan artikel ini

Saya Senanggggggg! Tulisan Peserta Eksposur Yogyakarta 2014

pada hari Minggu, 28 September 2014
oleh adminstube
 


Pada tanggal 25 Agustus 2014, tepatnya hari Senin pagi ketika aku sedang sarapan, tiba-tiba telepon berbunyi, dan sang penelepon adalah Apriyanto Hangga, salah seorang tim Stube-HEMAT Sumba. Ia menanyakan keberadaanku dan kuberitahukan bahwa aku sedang praktek pelayanan jemaat di GKS Kawangu. Kemudian Om Yanto, panggilan akrab Apriyanto Hangga, langsung mengatakan, “yaah, gagal dehhh.....”
 
“Berangkat Yogyakarta kah?” teriakku spontan.


Om Yanto mengiyakan.
 
Aku langsung menanyakan jadwal keberangkatannya dan iapun memberitahukan bahwa rencana berangkat tanggal 2 September 2014.
 
“Aku siap ikut karena masa praktekku selesai tanggal 31 Agustus 2014” jawabku dengan mantap.
 
Pada hari itu sekitar jam satu siang, aku diminta segera datang dan bertemu di sekretariat Stube-HEMAT Sumba untuk membahas keberangkatan ke Yogyakarta.
 
Karena begitu senangnya terpilih sebagai peserta utusan belajar ke Yogyakarta, sarapan kutinggalkan begitu saja di atas meja kamar dan aku keluar kamar sambil teriak-teriak dan lompat-lompat.
 
“Kakakkkkkk, saya senanggggggg! Kataku
 
Akhirnya impianku untuk ke Yogyakarta terkabul. Tapi, tak disangka, sarapanku dimakan kucing! Namun biarlah, aku tidak kecewa karena yang terpenting adalah bisa ke Yogyakarta.
 
Tantanganku berlanjut, aku dituntut harus mampu menyelesaikan laporan kegiatan praktek pelayanan jemaat ini dalam beberapa hari yang tersisa sebelum berangkat ke Yogyakarta. Tanpa membuang-buang waktuku, aku isi waktu luang untuk menyelesaikan laporanku dan karena begitu bersemangat menyelesaikan laporan, akhirnya notebook-kuoverheat dan mati. Akibatnya semua data laporan yang sudah kuketik hilang. “Wahhhh, betapa malangnya nasibku, jangan-jangan gagal ke Yogyakarta” pikirku.”
 
Tetapi, ternyata ketekunan dan kesabaran membawa manfaat. Aku ketik ulang laporan ku dan tepat tanggal 31 Agustus aku bisa menyelesaikan praktek dan laporanku.
 
Tanggal 1 September 2014 bersama lima teman aktivis Stube-HEMAT Sumba, aku berangkat ke Yogyakarta menggunakan Kapal Motor (KM) Awu, dari Waingapu menuju Tanjung Perak, Surabaya.
 

 

Ini ceritaku, mana ceritamu? (YUMI)

  Bagikan artikel ini

Berkat Yang Tak Terduga Tulisan Peserta Eksposur Yogyakarta 2014

pada hari Minggu, 28 September 2014
oleh adminstube
 


Pada hari Senin 24 Agustus 2014 saya ke gereja GKS Kombapari untuk beribadah Minggu. Sebelum ibadah dimulai, saya ditemui oleh ibu Elisabeth Rihi, isteri Pdt. Yohanis Umbu Tunggu Djama, dengan wajah yang sangat ceria, ia meminta saya untuk segera menemuinya di pastori setelah ibadah Minggu. “Aduh, ada apa ya, saya penasaran deh” pikirku.
 
Selepas ibadah, saya langsung ke pastori untuk menemui beliau, setelah sampai di pastori beliau hanya tersenyum dan membuat saya semakin penasaran. Tiba-tiba beliau bertanya,
 
"Nona, mau tidak Nona pergi ke Yogyakarta? Tanya ibu Elisabeth Rihi.


“Mau, mau!” jawabku dengan mantap. “Tapi, ke Yogyakarta dalam rangka apa, Bu?” tanyaku kemudian. Ibu Elisabeth menjelaskan bahwa ini kegiatan Stube-HEMAT Sumba. Saya terkesan dengan penjelasannya dan membuat saya semakin tertarik. Setelah pulang ke rumah, saya memberitahu kedua orang tua saya dan saya pun menjelaskan tujuan saya pergi ke Yogyakarta. Akhirnya mereka pun mendukung dan mengijinkan saya mengikuti kegiatan tersebut.
 
Hati berdebar-debar menunggu pelaksanaan kegiatan belajar di Yogyakarta ini. Tiba-tiba hari Jumat saya ditelepon Pdt. Dominggus Umbu Deta, S.Th., koordinator Stube-HEMAT Sumba untuk bertemu dengan teman-teman di sekretariat Stube-HEMAT Sumba di Waingapu dan diberitahukan jadwal berangkat ke Yogyakarta.
 
 
Saya sangat bersyukur bisa mengikuti pelatihan Stube-HEMAT Sumba, karena melalui pelatihan ini saya bisa lebih mendalami tentang kreativitas dan seni. Selain itu saya juga bisa mendapat teman baru serta pengalaman-pengalaman yang tentunya berguna bagi masa depan saya. (FEN)

  Bagikan artikel ini

       Diutus Keluar Sumba   untuk Belajar   

pada hari Jumat, 5 September 2014
oleh adminstube

 

 


Program Eksposur

ke Stube-HEMAT Yogyakarta
 
“Saya senaaannggg!”ungkapan Yumi Takadjadji, salah seorang aktivis Stube-HEMAT Sumba ketika terpilih untuk belajar di Yogyakarta. Eksposur ke Stube-HEMAT Yogyakarta merupakan salah satu program Stube-HEMAT Sumba untuk para aktivisnya. Program ini selalu dinantikan oleh setiap peserta pelatihan di Sumba karena peserta dari kalangan mahasiswa dan pemuda dari Sumba mendapat kesempatan belajar di Yogyakarta selama kurang lebih satu bulan.
 
Mengapa ke Yogyakarta? Karena Stube-HEMAT Sumba berawal di kota yang dikenal sebagai kota pelajar, budaya dan wisata ini. Yogyakarta menjadi impian sebagian besar kaum muda dari penjuru nusantara untuk melanjutkan studi karena memiliki berbagai pilihan bidang studi dan lembaga pendidikan. Selain fasilitas pendidikan yang lengkap dan suasana belajar yang nyaman, standar biaya hidup  di kota ini relatif terjangkau. Sebagai kota budaya dan wisata yang kaya karya seni, tradisi dan kreativitas, tempat ini memiliki kawasan wisata yang indah, banyak hasil kerajinan tangan, cinderamata dan kuliner.
 



 

Dengan dikirim ke Yogyakarta, peserta mendapat pengalaman nyata karena mereka bisa melihat dan menemukan berbagai hal baru. Peserta diharapkan bisa mempelajari banyak hal dan menemukan apa saja yang bisa dikembangkan di Sumba. Senin pagi, 1 September 2014 peserta berangkat dari Waingapu menggunakan KM Awu dengan rute Waingapu – Bima – Benoa – Tanjung Perak, kemudian dilanjutkan jalan darat naik mobil dari Surabaya – Yogyakarta, dan tiba pada tanggal 4 September di Yogyakarta.
 
 
Pada tahun 2014 ini, yang merupakan angkatan kelima, Stube-HEMAT Sumba mengutus Ignatius Umbu Reda Anabuni dan Jems Umbu Yiwa Ndapangadung (keduanya dari STIE Kristen Wira Wacana) dan Yumi Takadjadji, mahasiswa STT Lewa. Sementara perwakilan dari pemuda gereja ada Ningsih Tamu Apu dari GKS Payeti, Feni Kaita Lepir dari GKS Kombapari dan Benhardyanto Lobo Mone dari GKS Makamenggit.
 
Dalam pembekalan tanggal 25 dan 29 Agustus 2014, Pdt. Dominggus Umbu Deta, S.Th., koordinator Stube-HEMAT Sumba menyampaikan pesan, “Kesempatan belajar ke Yogya ini adalah berkat dari Tuhan. Sudah selayaknya peserta bersyukur karena mendapat berkat ini. Belajarlah dengan serius dan kembangkan talenta selama di Yogyakarta. Tetapi harus diingat, sekembalinya di Sumba, pengalaman dan keterampilan yang diperoleh bukan untuk dimiliki sendiri, melainkan dibagikan untuk masyarakat.”
 
Rangkaian kegiatan di Yogyakarta dari 3 – 30 September 2014 diisi berbagai kegiatan belajar, diskusi dan praktek ketrampilan berdasarkan minat peserta, antara lain jurnalistik, kuliner, kerajinan bambu, pakan ternak, batik jumput, aneka kemasan, dan pertanian lahan pasir. Sebagai nilai tambah untuk para peserta, mereka akan belajar budaya dan warisannya dengan berkunjung dan melihat tempat-tempat historis.
 

 

Selamat berproses dan pelajarilah banyak hal. Tuhan memberkati. (TRU)

 


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua