Mahasiswa Berkontribusi untuk Desa   Program Vi&Mi (Village and Me)

pada hari Rabu, 11 Desember 2019
oleh adminstube
 

 

Kesempatan anak muda Sumba untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi adalah kesempatan berharga demi peningkatan kualitas diri mereka sekaligus kehidupan masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapat di kampus semestinya juga dirasakan penduduk desa di mana mereka tinggal. Stube-HEMAT Sumba sebagai lembaga pendampingan mahasiswa dan pemuda di Sumba mendorong mereka memiliki perhatian kepada desanya dan membuka kesempatan melalui program Village and Me periode 2 di tahun 2019, untuk ‘berbagi berkat’ pengetahuan dan keterampilan yang mereka pelajari di kampus. Ada tiga mahasiswa berpartisipasi, mereka adalah:

 

 

 

 

 

 

Bernadus Zakarias Weni Liwang, sebagai mahasiswa semester tujuh Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Tinggi Gereja Kristen Sumba di Lewa Sumba Timur, ia tergerak untuk ikut ambil bagian dalam pengembangan sumber daya manusia, khususnya anak-anak dan remaja di kampung halamannya di Lewa Paku, kecamatan Lewa, Sumba Timur. Ia merancang pendampingan anak-anak dan remaja berupa kursus Bahasa Inggris di Pingailuri, salah satu gereja cabang dari GKS Pametikarata, Lewa. Kegiatan ini dilakukan empat kali seminggu, Minggu, Selasa, Kamis dan Sabtu pada jam 16.00-18.00 selama Oktober-November di gereja setempat.

 

 

 

 

 

 

Belasan anak dan remaja usia SD dan SMP antusias belajar bahasa Inggris karena kegiatan seperti ini jarang mereka dapatkan di desanya. Mereka mempelajari kosakata sederhana seperti abjad, angka, nama hari, bulan dan tahun, mereka juga membaca teks pendek. Selanjutnya mereka mempraktekkan pengucapannya di depan peserta lainnya. Metode ini akan memperkuat rasa percaya diri peserta selain penguasaan kata-kata dalam bahasa inggris itu sendiri. Bahkan mereka ingin tidak saja bahasa Inggris tetapi pelajaran lainnya, jadi Bernad membuka peluang bagi teman-temannya menjadi fasilitator anak-anak dan remaja belajar pelajaran lainnya.

 

 

 

Trisno Karepi Kahendu, seorang anak muda kelahiran Praipaha, 22 Februari 1998 tinggal di desa Pepuwatu dimana penduduk menggantungkan hidup di pertanian sehingga ia akrab dengan pengolahan lahan, penyiapan bibit, pembuatan pupuk dan pemeliharaan tanaman pangan, seperti padi, jagung, kacang tanah, ubi jalar dan keladi. Saat ini Trisno mendalami Agroteknologi di Universitas Kristen Wira Wacana, yang melengkapi dirinya dengan pengetahuan berkaitan dunia pertanian dan teknologi yang menunjang pertanian.

 

 

 

Pada bulan November  2019, ia bersama penduduk desa Pepuwatu, kecamatan Nggaha Ori Angu, Kabupaten Sumba Timur berkumpul di Rawa Madap, termasuk perangkat dusun setempat, Giling Kawara Konda dan Yunus Ngamba Handa Mbewa untuk mempraktekkan pembuatan pupuk bokashi baik padat dan cair. Bahan dasar yang digunakan adalah air sumur, gula nira cair, em4, bekatul (pau) dan kotoran hewan (ayam, kambing, kuda). Bahan tersebut dicampurkan dan diaduk perlahan dalam sebuah drum plastik dan ditutup, setiap hari dibuka, diaduk perlahan dan ditutup kembali sampai satu minggu menjadi siap pakai.

 

 

 

Julian Huki Pahawali, dari desa Praikarang, Sumba Timur dan kuliah di Universitas Kristen Wira Wacana Waingapu jurusan Agribisnis. Ia bersemangat mendampingi anak-anak di SD paralel Mbinudita kecamatan Nggaha Ori Angu dan bersama warga mempersiapkan kegiatan pembangunan ruangan kelas di sekolah tersebut.

 

 

 

Keberadaan SD Paralel Mbinudita sendiri merupakan respon masyarakat desa setempat atas jarak yang jauh antara rumah penduduk dengan fasilitas pendidikan dasar yang terdekat, karena SD terdekat berada 5-6 kilometer dari desa mereka sehingga cukup berat untuk anak kelas satu dan dua untuk berjalan kaki ke sekolah setiap hari. Tahun lalu masyarakat membangun ruang belajar sementara dengan rangka kayu, dinding bambu dan atap alang-alang, sehingga perlu penambahan ruang kelas baru untuk memfasilitasi anak-anak belajar. Konsekuensi dari sekolah ini adalah keterbatasan fasilitas mengajar dan ketiadaan guru tetap untuk mengajar. Julian sebagai anak muda dan mahasiswa dari kampung setempat tergerak untuk mengisi waktunya di sela-sela waktu kuliah untuk mendampingi belajar di SD tersebut.

 

 

Kiprah para anak muda ini perlu mendapat apresiasi, sekalipun dalam lingkup kecil di desa tetapi memberikan dampak positif untuk masyarakat dan desa setempat. Ini menjadi impian bersama jika setiap mahasiswa Indonesia memiliki perhatian terhadap desanya. Indonesia dengan 83.931 wilayah pemerintahan setingkat desa (BPS 2018) memanggil orang-orang terdidik untuk membuat desa terus berbenah dan menarik minat penduduknya untuk tinggal dan bekerja sehingga desa berkembang dan kesejahteraan masyarakat terwujud. (TRU).


  Bagikan artikel ini

    Perempuan Memperjuangkan Pendidikan Vebiati Lende

pada hari Jumat, 29 November 2019
oleh adminstube

 

“Perempuan tidak usah sekolah, perempuan tugasnya hanya kerja di dapur, sawah dan kebun, jadi buat apa sekolah tinggi-tinggi”. Itu kata-kata yang sering papa ucapkan ketika anak-anak perempuannya punya keinginan untuk melanjutkan sekolah, sebagaimana yang juga saya alami.

 


 

Saya, Vebiati Lende, dari Mareda Kalada, Sumba Barat Daya. Sejak SMA saya ingin melanjutkan kuliah dan saya menyampaikan ke mama. Ternyata mama sangat mendukung keinginan saya tersebut. Saat saya kelas 2 SMA, mama saya sakit, berulang kali ke rumah sakit dan tak kunjung sembuh bahkan penyakitnya tidak bisa disembuhkan. Tahun 2014 mama, orang yang saya cintai pergi untuk selamanya, dan saya sangat syok karena seseorang yang mendukung saya untuk melanjutkan studi pergi untuk selamanya. Saya berpikir harapan saya sudah sirna dan percuma ingin sekolah tinggi tapi tidak ada yang mendukung. Tahun 2015 saya lulus SMA dan saya berniat untuk kerja ke luar daerah karena sebagian anak muda di daerah saya juga memilih untuk langsung bekerja ke luar daerah.

 

 

 

Suatu ketika saya bertemu dengan teman di Pusat Pengembangan Anak (PPA), ia mendapat beasiswa kuliah, kemudian saya menitipkan pesan apakah ia bisa menyampaikan kepada donatur kalau saya juga ingin mendapat beasiswa untuk kuliah. Saya berpikir permohonan saya tidak terjawab, tetapi dalam suatu pertemuan PPA yang saya ikuti, ternyata, harapan yang saya pikir sudah hilang akhirnya terjawab, saya tidak pernah membayangkan mendapat donatur untuk kuliah. Perasaan saya campur aduk, di satu sisi sangat senang dan ingin menyampaikan kabar ini ke keluarga, tetapi di sisi lain papa tidak mengijinkan saya kuliah. Ini menjadi awal perjuangan saya.

 

 

 

Saya berbicara dengan papa dan benar, ia sama sekali tidak setuju. Ia mengatakan kalau kamu kuliah ke sana, siapa yang memberi kamu uang makan, uang kos, dan biaya lainnya. Saya down, karena saya sudah mencari jalan untuk kuliah dan mendapatkannya, tapi papa tidak mendukung. Beberapa hari saya mengunci diri dalam kamar tetapi saya berdoa dan merenungkan kembali perjuangan mama menyekolahkan saya dari SD sampai lulus SMA. Dalam hati saya berkata, "jika hanya berdiam diri dan meratapi nasib, aku akan seperti ini terus dan tidak menghasilkan apa-apa. Nanti kalau aku berumahtangga hanya menjadi pembantu di rumah suami. Aku tidak mau, aku harus mandiri.” Ini menjadi kekuatan saya untuk tetap mendaftar kuliah.

 


 

Saya sadar kalau papa tidak setuju, jadi saya sengaja berangkat sebelum matahari terbit supaya ia tidak mengetahuinya, berjalan kaki dari rumah menuju jalan besar untuk menumpang bus dari Sumba Barat Daya menuju Lewa di Sumba Timur. Saya mendaftar sebagai mahasiswa STT GKS di Lewa dengan beasiswa dari PPA dan uang kost dari kakak saya. Bagi saya kuliah adalah perjuangan karena saya harus mencukupkan diri dengan uang yang ada untuk tugas kuliah dan makan. Selain kuliah saya juga aktif di kegiatan kampus, gereja dan organisasi untuk menambah pengalaman. Saat semester 5 saya mendapat mujizat Tuhan saat papa mengatakan bahwa setelah melihat tekad saya kuliah selama ini, akhirnya papa mendukung kuliah saya, bahkan ia rajin kembali ke gereja. Betapa Tuhan menjawab doa-doa saya.

 

 

 

 

 


Perjalanan hidup setiap orang itu tidak sama, perjuangan saya bisa kuliah tidak saja untuk lanjut studi tapi perjuangan kaum perempuan Sumba untuk mendapat kesempatan pendidikan yang lebih tinggi untuk kehidupan yang lebih baik, bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat Sumba. Untuk kaum perempuan yang sedang berjuang, tetaplah setia, jangan menyerah, perbanyak relasi dan tekun berdoa, karena kita tidak tahu jawaban Tuhan untuk hidup kita dan waktu kita berbeda dengan waktu Tuhan. Berjuanglah sungguh-sungguh dan raih impianmu.


  Bagikan artikel ini


Membidik Peluang Kerja dengan Jeli

pada hari Senin, 25 November 2019
oleh adminstube
 

 

 

 

 

Apa yang ada dalam benak anak muda Sumba jika ditanya tentang Sumba? Jawaban berkisar tentang sabana, ternak, pariwisata, dan budaya. Ini jawaban standar padahal sebenarnya mereka perlu lebih kritis melihat realita tantangan dunia yang penuh kompetisi dan godaan masa mudanya, seperti gaya hidup hedonis, instan, merokok, narkoba, sex bebas, etos kerja, dll. Tak jarang mereka mudah menjual tanahnya untuk membeli kendaraan demi prestis tanpa mengetahui nilai ekonominya, tidak melanjutkan studi mereka setelah SMA dan mencari kerja di luar pulau Sumba sebagai buruh, sebagian lain beruntung bisa melanjutkan ke jenjang lebih tinggi di Sumba atau luar Sumba, seperti Kupang, Malang, Salatiga dan Yogyakarta.

 

 

 

Data BPS Sumba Timur 2019, menggambarkan penduduk usia 15 tahun ke atas menurut kegiatan utama sejumlah 168.865 orang yang terdiri dari 128.308 orang bekerja, 1.852 orang tidak bekerja/mencari pekerjaan, dan 38.705 orang bukan angkatan kerja karena sedang sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Ini menjadi menarik bagaimana membekali kelompok anak muda meski sedang studi bisa memiliki keterampilan yang bernilai ekonomis yang bisa meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Stube-HEMAT Sumba merespon tantangan tersebut dengan mengadakan pelatihan Kaum Muda, Kerja dan Alternatif Lain di wisma PPMT, Lewa (22-24/11/2019) melalui peningkatan kapasitas personal, keterampilan yang produktif dan memiliki perhatian terhadap keadaan setempat.

 

 

 

Tiga puluh dua mahasiswa dari STT Terpadu, Universitas Kristen Wira Wacana, STT GKS dan pemuda gereja mengikuti pelatihan yang diawali dengan Mengenal Stube-HEMAT oleh  Pdt. Domiggus Umbu Deta, S.Th, koordinator Stube-HEMAT Sumba. Ia menyampaikan Stube merupakan berkat Tuhan dari persembahan gereja-gereja di Jerman dan sejak 2010 melayani mahasiswa dan anak muda di Sumba, sehingga kita harus bersyukur dan tekun dalam mengikuti program-programnya termasuk tiga peserta program Eksposur ke Stube-HEMAT Yogyakarta yang berbagi pengalaman belajar di Yogyakarta tentang budidaya sayuran, mengolah pangan lokal, membatik colet dan ecoprint dan merangkai aksesoris dari manik-manik secara langsung dan video sebagai hasil belajar fotografi dan pembuatan video. Program ini memberi kesempatan mahasiswa Sumba untuk belajar dan beraktivitas di Stube-HEMAT Yogyakarta karena berkunjung ke tempat lain dan berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya, bahasa dan cara hidup yang memperkaya peserta dalam memahami manusia dan kehidupan.

 

 

 

Fenomena kaum muda Sumba saat ini mereka cenderung ingin serba instan alih-alih menjalani proses untuk meraih hasilnya atau memilih mencari kerja di luar pulau, ke Bali karena dianggap menyediakan banyak lowongan kerja yang menjanjikan tetapi sesungguhnya mereka tidak menyangka bahwa di sana pun mereka menghadapi persaingan berat sehingga akhirnya terpaksa kembali ke Sumba tanpa hasil dan ancaman lain adalah perdagangan orang karena godaan ingin bekerja ke luar negeri tanpa keterampilan yang cukup. Ini diungkapkan oleh Drs. Banju Ndakumanung, camat Lewa dan menawarkan alternatif di Lewa dengan potensi peternakan dan pertanian sebagai basis usaha yang bisa dikembangkan secara kreatif dan sentuhan teknologi menjadi produk pangan, kerajinan, penunjang pertanian dan produk lainnya. Bahkan pemerintah kecamatan bersama Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sumba Timur telah melakukan beberapa pelatihan keterampilan untuk kaum muda sehingga tercipta peluang dan pekerjaan baru.

 

 

 

Strategi memulai usaha yang berbasis potensi lokal diungkap oleh Florensius B.D.U Wijaya, pengusaha di Lewa yang bergerak di pertanian, peternakan dan perkebunan yang memanfaatkan kreativitas dan teknologi modern. Modal utama memulai usaha adalah tekad kuat dan tidak mudah menyerah, tentu dilengkapi pengetahuan dan keterampilan yang saat ini tersedia di internet. Tantangan pasti ada tetapi kita harus yakin dan optimis yang kita lakukan akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi hidup kita. Ia mengingatkan bahwa modal berapa pun bisa memulai suatu usaha, tujuannya jelas yang menjadi arah usaha dan jangan terpengaruh pendapat orang lain yang pesimis. Jangan lupa, paham apa yang dibutuhkan oleh pasar, amati apa yang sedang menjadi tren dan sediakan produk yang menjawab kebutuhan tadi dan manfaatkan teknologi, media sosial dan berbagai komunitas orang-orang muda untuk memasarkannya.

 

 

 

Berkaitan generasi milenial 4.0 Ev. Yosua Bulu Pada, S.Th, yang juga pengelola PPMT Lewa menegaskan   bahwa generasi milenial adalah mereka yang berpikiran terbuka, kreatif, inofatif, mempunyai jiwa usaha/entrepreneur, mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Kita tidak bisa mengatakan tidak pada perkembangan teknologi karena ini kenyataan yang terjadi, jadi  harus mampu bersaing dalam penguasaan teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak sekedar menjadikan teknologi untuk komunikasi tetapi juga memperkaya baik pengetahuan maupun ekonomi. Sebagai bekal praktis ia mendampingi peserta praktek membuat keripik keladi dan minuman kunyit, temu lawak dan halia (jahe). Bahan-bahan ini mudah ditemui di pekarangan dan memiliki kandungan nutrisi untuk kesehatan serta memiliki nilai ekonomis ketika dipasarkan dengan variasi rasa.

 

 

 

Di akhir acara Pdt. Dominggus mengingatkan bahwa masa muda adalah masa produktif sehingga mestinya mereka memiliki kreativitas positif yang membawa perubahan baik, kegigihan dalam usaha, siap menjadi pemimpin, kritis dan jeli membangun potensi diri, bijak memanfaatkan teknologi. Idealisme penting, tapi perlu realistis dan mewujudkanya karena idealis tidak hanya dalam pikiran tetapi juga tindakan sesuai dengan situasi dan keadaan masyarakat agar anak muda diterima masyarakat.

 

 

 

Soni Kauki Ndala, mahasiswa di Unkriswina yang berasal dari Umamanu, Lewa Tidas mengungkapkan rasa syukur dengan kegiatan Stube-HEMAT karena bersentuhan langsung dengan kehidupan nyata dan bisa dilakukan oleh anak muda.

 

 

Kesempatan belajar untuk meningkatkan kualitas anak muda telah tersedia dan beragam potensi lokal dan strategi memulai usaha telah terungkap, tinggal bagaimana anak muda merespon dengan menyiapkan diri dan jeli membidik peluang kerja yang bermanfaat untuk dirinya dan masyarakat di mana ia tinggal. Sudah siapkah anak muda Sumba? (TRU).


  Bagikan artikel ini

Penumpang Bikin Ulah KM Awu Penuh Sampah  

pada hari Rabu, 20 November 2019
oleh adminstube
 
 
"...Diberitahukan kepada seluruh penumpang untuk tidak membuang sampah sembarangan, buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan" itulah salah satu pesan yang terdengar di speaker yang ada di Kapal Motor Awu. Pesan ini selalu disampaikan oleh petugas kapal setiap kali bertolak dari pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi dari Waingapu, Bima dan Benoa.
 
Ketika berlayar menggunakan KM Awu dari Waingapu ke Surabaya, penulis mengalami hal yang tidak nyaman karena kapal begitu kotor, sampah berserakan di mana-mana, seperti gelas plastik, cup mie instan, botol minuman kemasan, puntung rokok dan sampah lainnya. Padahal dari awal penulis berpikir kalau di dalam kapal pasti keadaannya bersih, tetapi kenyataannya tak seperti yang dibayangkan.
 
Berkaitan dengan KM Awu sendiri, kapal ini merupakan kapal milik PT Pelni, sebuah perusahaan yang mengelola transportasi laut di Indonesia. Kapal ini merupakan produksi dari galangan kapal di Papenburg, Jerman tahun 1991 dengan bobot 6.000 Gross ton (GT) dengan dimensi panjang 99.80 m, lebar 18.00 m, kecepatan jelajah 15.00 Knot dan mampu mengangkut 969 penumpang, satu kelas dengan KM Sirimau dan KM Tatamailau. Nama Awu sendiri diambil dari nama gunung di kepulauah Sangihe Talaud, Sulawesi Utara
 
Kapal ini biasa melayani mobilitas penumpang dan barang antar pulau di Indonesia, khususnya jalur pelayaran Kalabahi (Alor), Tenau (Kupang), Ende (Flores), Waingapu, (Sumba), Bima, Sumbawa), Benoa (Bali), Surabaya (Jawa Timur) dan Kumai (Kalimantan Tengah). Dari rute tadi nampak bahwa KM Awu sangat berjasa menghubungkan daerah-daerah tersebut sehingga kapal harus terpelihara dengan baik. Ini bukan saja tanggungjawah perusahaan pelayaran tetapi juga para penumpang kapal. Pentingnya kesadaran terhadap kebersihan sangat diperlukan oleh setiap insan yang memiliki akal budi, ini berawal dari diri sendiri untuk menjaga kebersihan, seperti membuang sampah pada tempatnya.
 
 
Berbagai upaya dilakukan petugas kapal untuk memelihara kapal ini, khususnya kebersihan. Petugas kapal telah menyiapkan tong-tong sampah di beberapa tempat dan setiap pagi pun mereka membersihkan kapal dengan mengangkut sampah dan mengepel dek kapal. Sayang, sebagian penumpang tetap saja membuang sampah sembarangan. Mereka berpikir yang penting sampah di tangan mereka bisa segera terbuang bahkan membuangnya ke laut! Ini menunjukkan bahwa masih banyak penumpang yang kurang sadar bahkan abai terhadap pentingnya kebersihan. Terbukti ketika penulis menegur salah seorang penumpang yang membuang sampah ke laut, "sampahnya kok dibuang ke laut?" Tidak ada jawaban dari penumpang itu bahkan berlalu berjalan menjauh dan sampahnya pun tetap dibuang ke laut.

 

 
Selain itu, perlu ada tindakan tegas dari petugas kapal agar para penumpang sadar terhadap kebersihan kapal, misalnya memberikan teguran langsung, dan memberikan sanksi kepada penumpang yang kedapatan membuang sampah ke laut. Masing-masing penumpang pun bertanggungjawab untuk saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan kapal.
 
Kenyamanan pelayaran menjadi harapan bersama baik petugas kapal atau pun penumpang, sehingga semua bertanggungjawab untuk mewujudkannya, dari kebersihan, kenyamanan penumpang dan laut pun tetap bersih. Semoga. (Vebiati Lende).

  Bagikan artikel ini

Memantik Ide, Mendulang Aksi Program Eksposur Yogyakarta

pada hari Kamis, 24 Oktober 2019
oleh adminstube
 
 
Tuhan selalu dekat dan tahu kebutuhan anak-anaknya. Mimpi ketiga anak muda Sumba, Vebiati Lende, Kristiani Pedi dan Naomi Mora Kalak untuk bisa ke Yogyakarta, akhirnya menjadi kenyataan. Yogyakarta yang berada di pulau Jawa menjadi magnet tersendiri bagi anak muda di penjuru Indonesia untuk datang ke kota ini. Namun demikian, tidak banyak pelajar dan mahasiswa memiliki kesempatan dan mampu mewujudkan harapan studi di kota ini karena berbagai hal, terutama ekonomi.
 
Program Exposure ke Stube-HEMAT Yogyakarta merupakan salah satu program Stube-HEMAT Sumba yang memberi kesempatan mahasiswa Sumba yang belum pernah ke Yogyakarta untuk belajar dan beraktivitas di Stube-HEMAT Yogyakarta selama kurang lebih tiga minggu efektif. Kesempatan mengunjungi tempat lain, berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda atau memiliki cara hidup yang berbeda akan memperkaya peserta dalam memahami manusia dan kehidupan.

 
 

 
 
 



Tiga anak muda yang mendapat kesempatan belajar di Yogyakarta adalah Vebiati Lende (mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi GKS); Naomi Mora Kalak (mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Terpadu); dan Kristiani Pedi (aktivis gereja dan komunitas pemuda Sumba). Selama di Yogyakarta mereka mendalami visi dan misi Stube-HEMAT dan keberpihakan pada generasi muda, mengasah kemampuan kritis melalui Jurnalistik, diskusi Sustainable Development Goals (SDGs) dan seminar homoseksualitas. Berkaitan dengan SDGs, sebagai kesepakatan global untuk mencapai tujuan pembangunan dunia demi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam yang diwujudkan dalam 17 indikator, Naomi tertarik pada topik ketersediaan air bersih karena air bersih belum dapat dirasakan setiap penduduk di Sumba; sementara Vebi memberi perhatian pada kasus stunting yang dialami anak-anak Sumba; sedangkan Kristiani fokus pada pendidikan karena Sumba masih menghadapi tantangan untuk kualitas pengajar, sebaran sekolah yang belum merata di setiap kecamatan, dan kesempatan pendidikan bagi perempuan Sumba.

 

Sebagai pembelajaran konteks Sumba yang memiliki kawasan pertanian, peserta berdiskusi tentang sayuran, khususnya sawi, tomat ceri, selada hijau, dan buah di kebun Kuncup dan melihat sistem pertanian hidroponik dan aquaponik di Indmira. Aktivitas ini berlanjut dengan mengolah pangan lokal dari tepung beras ketan hitam diolah menjadi roti kukus, jagung menjadi puding, labu kuning menjadi talam dan sukun menjadi keripik.



Selain itu, kruisteek atau seni jahit silang menjadi salah satu materi untuk mengenal berbagai kerajinan tangan, diperkaya dengan batik tulis yang memakai teknik colet sampai ecoprint yang memanfatkan daun-daun untuk mencetak motif di kain. Tak ketinggalan, seni merangkai manik-manik, muti, benang, kawat dan asesoris lain menjadi kalung, gelang dan bando, yang akan dipasarkan di Sumba, menjadi bekal ketrampilan bagi para peserta. Fotografi dan seluk-beluknya seperti teknik memotret, pengambilan sudut (angle), kecepatan dan pencahayaan, menjadi bekal peserta untuk mendukung saat mereka ingin melakukan branding produk. Ditambah lagi mengikuti pelatihan Stube-HEMAT Yogyakarta tentang Belajar dari Kegagalan, membuka pemikiran peserta memaknai kegagalan dan bagaimana membuat strategi hidup yang tidak pantang menyerah.


Kunjungan ke candi Borobudur, pengalaman naik kereta api, dan berjalan menyusuri sumbu filosofis kota Yogyakarta menambah lengkap pemahaman mereka atas kehidupan lain di luar Pulau Sumba. Di akhir program peserta merancang tindak lanjut apa yang akan dilakukan di Sumba, seperti membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada teman-teman di Stube-HEMAT Sumba, mereka juga membuat kerajinan tangan, mengolah pangan lokal menjadi makanan layak jual dan menggerakkan anak muda gereja memanfaatkan lahan kosong untuk menanam sayuran. Dari Jogja untuk Sumba, terus bergerak dan berdinamika! (TRU).




  Bagikan artikel ini

Ada Apa Dengan Pendidikan di Sumba?

pada hari Senin, 16 September 2019
oleh adminstube
 
 
Pendidikan adalah salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, bahkan pendidikan menjadi salah satu indikator capaian dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 2010. Dunia pendidikan tidak hanya berbicara tentang sekolah, tetapi juga cara didik yang diterapkan pada anak-anak, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat yang menjadi tanggung jawab bersama. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan populasi lebih dari 254 juta jiwa memiliki banyak tantangan untuk mendidik penduduknya dengan fasilitas dan pengajar yang berkualitas di setiap daerah. Harus diakui bahwa kualitas pendidikan di pulau-pulau terluar masih memprihatinkan karena keterbatasan guru dan fasilitas.
 
 
 

Sumba sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia, memiliki kondisi keterbatasan serupa sehingga terjadi berkurangnya minat  anak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, khususnya perempuan, dengan alasan ekonomi dan alasan lainnya. Kabupaten Sumba Timur sendiri membutuhkan peningkatan kuantitas dan kualitas layanan pendidikan demi menjawab kebutuhan masyarakat. Data sebaran sekolah menunjukkan bahwa dari 22 kecamatan di Kabupaten Sumba Timur, 11 kecamatan belum memiliki TK dan 5 kecamatan belum memiliki SMA/SMK. Data partisipasi sekolah usia 7-24 tahun menunjukkan 27% penduduk atau sekitar 21 ribu penduduk tidak melanjutkan sekolah dan sebagian besar perempuan (Sumba Timur dalam Angka, BPS Sumba Timur, 2018). Ini menjadi tantangan besar kabupaten Sumba Timur untuk menyediakan layanan pendidikan untuk masyarakat dan memastikan kelanjutan studi penduduknya.



Situasi ini mendorong Stube-HEMAT Sumba, lembaga pendampingan mahasiswa dan pemuda gereja di Sumba mengadakan pelatihan Pendidikan dengan tema “Ada Apa Dengan Dunia Pendidikan di Sumba?” di gedung GKS Umamapu cabang Okanggapi (13-15/09/19). Tigapuluh dua mahasiswa dari kampus dan komunitas di Sumba Timur, seperti Ukriswina, STT Terpadu, STT GKS, Akper, IKPML dan Ana Tana antusias mengikuti pelatihan untuk mengetahui masalah pendidikan di Sumba dan analisanya, memformulasikan aktivitas untuk mempromosikan pendidikan di desa terpencil, menghubungkan para stakeholder di bidang pendidikan, menemukan informasi untuk mengakses beasiswa dan pendidikan non-formal atau strategi menangani masalah pendidikan di Sumba.



Oscar A. Djara, praktisi di Yayasan Adjarmanu, lembaga yang fokus pada pendidikan di Waingapu Sumba Timur, memaparkan tantangan dan hambatan dalam mengelolah dunia pendidikan di Sumba terutama daerah pedalaman yang sulit dijangkau, lokasi sekolah jauh dari kawasan rumah penduduk, kurangnya alat transportasi ke sekolah dan kurangnya tenaga pengajar Strata 1 yang berkomitmen untuk mengajar. Pada umumnya tenaga pengajar cenderung memilih mengajar di kota yang menawarkan gaji lebih tinggi, sementara kesadaran masyarakat atas pentingnya pendidikan masih rendah.


 

“Ini harus disadari benar oleh anak muda agar generasi berikutnya tidak memiliki cara pandang yang salah terhadap pendidikan, masyarakat berpikir bahwa pendidikan hanya untuk mereka yang mampu secara ekonomi, dan ini menyebabkan banyak anak putus sekolah. Ubah cara pandang seperti ini. Semua harus sekolah,” tegasnya.

Yusuf Waluwanja, M.Si, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur menyampaikan materi-materi gambaran dunia pendidikan di Sumba Timur dan langkah strategis pemerintah dalam mengatasi permasalahan sarana pendidikan dan tenaga kependidikan. Ia mengungkapkan cara pemerintah meningkatan kualitas pendidikan di pedalaman Sumba, yakni dengan membangun sekolah, seperti membuka sekolah paralel dan pelatihan guru melalui diklat.

Sebagai terobosan mengatasi masalah pendidikan di Sumba, pengelola Taman Baca Hamu Wangu, Ferlyn Paramba dihadirkan dalam pelatihan ini dengan topik membangun dunia membaca untuk membangun insan yang cerdas. Kehadiran taman baca membantu pengembangan anak usia dini dan memberikan mereka pemahaman tentang dunia pendidikan secara lembut dan ramah supaya anak-anak muda mengerti dan tidak canggung dalam belajar. “Anak muda mahasiswa jika terjun sebagai pengajar harus cerdas dan kreatif dalam mengajar, agar anak-anak tidak bosan,” tuturnya.

Salah satu peserta pelatihan, Kristiani Pedi mengungkapkan pengalaman mendampingi belajar anak-anak, “Karena saya memiliki perhatian terhadap anak-anak usia dini, maka saya juga belajar. Saya menemukan karakter anak yang berbeda-beda, sehingga dalam pelatihan ini saya tergerak untuk membentuk kelompok belajar untuk anak, khususnya karakter, karena hal-hal baik yang dipelajari sekarang akan bermanfaat bagi mereka di masa depan,” ungkapnya.
 
Pemuda dan pengajar dituntut memahami pendidikan dan strategi yang tepat digunakan dalam mendidik terutama anak-anak di usia dini. Selanjutnya diharapkan menjadi penggerak dunia pendidikan terutama di daerah pedalaman dan bisa menjadi teladan bagi murid-muridnya, generasi yang akan menjadi tulang punggung negeri ini. (Naomi, Vebiati, Ina).

 

  Bagikan artikel ini

Pemilihan Umum dan Jual Beli Jabatan Krisdayanti Wola, Mahasiswa Teeologi, STT Lewa-Sumba

pada hari Senin, 8 Juli 2019
oleh adminstube
 
 
Jual beli jabatan setelah pemilihan umum atau pesta demokrasi bukanlah suatu hal yang asing atau baru terjadi dalam dunia perpolitikan yang ada di Indonesia. Para calon Presiden, Gubernur, Bupati hingga calon Legislatif membutuhkan dana dan tenaga yang tidak sedikit demikelancaran urusan saat pesta demokrasi berlangsung. Banyakkorporasi, pengusaha dan berbagai pihak menangkap peluang ini dengan memberikan bantuan pendanaan dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti memperoleh kemenangan tender tanpa mengikuti proses yang wajar, atau  menaruh orang-orangnya dalam sistem pemerintahan dan lain sebagainya. Istilah lazim yang sering dikenal dalam perpolitikan, bahwa tidak ada yang namanya makan siang gratis.
 
Menjadi pertanyaan besar bagi saya dan mungkin juga bagi kita semua apakah menerima bantuan dana besar dari seseorang atau kelompok tertentu kepada para kandidat eksekutif dan legislatif merupakan hal yang benar atau salah? Penulis mempunyai sudut pandang dalam menyikapi hal ini jawabannya bisa salah atau benar. Benar jika para kandidat menerima uang tersebut dan membalasnya dengan bekerja baik, tidak mementingkan kelompok tertentu, berlaku adil dan membuat program kerja dan pro-rakyat miskin. Salah ketika para kandidat diberi pesan jika menang harus mementingkan kelompok pendonor dibandingkan kelompok atau masyarakatumumserba KKN (Kolusi, Korupsi & Nepotisme) dan lain sebagainya.
 
Seperti berita yang berhasil dihimpun oleh penulis dari media online kompas.com  terkait jual beli jabatan yang marak di Indonesia. Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi mengaku sudah mencium adanya praktik jual beli jabatan di sejumlah kementerian sejak dua tahun terakhir ini. "Kita sejak tahun 2017 sebenarnya, KASN sudah membuat analisis tentang praktik praktik transaksional di dalam pengangkatan jabatan tinggi, transaksi jabatan pimpinan tinggi. Kami sangat terkejut dengan begitu masifnya dari praktek ini," kata Sofian dalam diskusi di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Rabu (27/3/2019).
 
Sofian mengatakan, praktik jual beli jabatan ini disinyalir terjadi di kementerian yang tugasnya berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia. Secara spesifik, ia menyebut tiga kementerian, yakni Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan terakhir Kementerian Agama.Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul " Sejak 2017, KASN Sudah Cium Praktik Jual Beli Jabatan di Banyak Kementerian", https://nasional.kompas.com/read/2019/03/27/15115231/sejak-2017-kasn-sudah-cium-praktik-jual-beli-jabatan-di-banyak-kementerian
 

 

Akhirnya penulismenekankan betapapentingnya jiwa integritas(kesesuaian antara perkataan dan perbuatan) yangharus dimiliki oleh pemimpin bangsa. Jiwa integritas tersebut salah satu contohnya adalah berani menolak tawaran menggiurkan yang bernuansa KKN. Dengan jiwa integritas yang tinggi dan cinta pada tanah air maka segala niat dan akal busuk dalam perpolitikan bisa ditumbangkan. Jiwa integritas yang tinggi itu bisa didapatkan jika para pemimpin bangsa betul-betul sadar bahwa mereka harus bekerja bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Mencari orang pandai di Indonesia lebih mudah dibandingkan menemukan orang yang memilikintegritas tinggi. Jika para pemimpin memilikiintegritras yang tinggi maka harapan rakyat Indonesia akan hidup sejahtera dapat tercapai. Mari terus tanamkan jiwa integritas pada diri kita. ***
 

 

 

  Bagikan artikel ini

Mahasiswa Berkontribusi untuk Desa Program Vi&Mi (Village and Me) 2019 – bagian 1

pada hari Minggu, 30 Juni 2019
oleh adminstube
 

 

 

 

 

 

 

Pergantian tahun berarti juga membuka program baru di Stube-HEMAT Sumba, salah satu program yang dinanti oleh mahasiswa aktivis Stube-HEMAT Sumba adalah Village and Me, sebuah program yang memberi kesempatan kepada mahasiswa yang belajar di Waingapu, ibu kota Sumba Timur untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi desa mereka yang tersebar di pulau Sumba. Kegiatan ini dilakukan saat liburan kampus maupun jeda menanti wisuda. Program ini menumbuhkan keterhubungan antara mahasiswa dengan desa di mana ia tinggal, sehingga ia terpanggil untuk ikut ambil bagian dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat setempat berdasar apa yang ia pelajari di kampus dan keterampilan yang ia miliki. Selain itu, melalui program ini para peserta belajar bagaimana menyiapkan diri dan materi dengan baik sehingga mudah dipahami oleh masyarakat. Dalam periode ini ada tiga mahasiswa terpilih menjadi peserta, siapa saja mereka:

 


 

Yendri Kati Amah, mahasiswa Teologia Kependetaan di STT GKS, asal desa Kondamara, kecamatan Lewa, Sumba Timur. Desanya terletak 60 kilometer dari Waingapu ke arah barat sehingga letak yang jauh dari perkotaan menyebabkan terbatasnya ketersediaan buku-buku bacaan, khususnya untuk anak-anak dan remaja setempat. Ia berpikir bahwa membaca adalah penting bagi manusia agar pengetahuan dan wawasan bertambah, juga adanyaa minat tinggi dari anak-anak dan remaja di desa untuk membaca, sehingga ia memunculkan ide taman baca bekerja sama dengan GKS Kondamara cabang Winu Hakareting untuk merintis kelompok baca seiring dukungan Stube-HEMAT Sumba.

 



 

Ia melakukan pendekatan kepada anak-anak di desanya, kemudian mengundang mereka untuk membaca dan bercerita tentang buku yang mereka baca. Ternyata anak-anak tidak hanya membaca tetapi juga bermain dan belajar di rumahnya. Tak kurang 40 anak dan remaja usia PAUD sampai SMP datang silih berganti untuk membaca buku. Kendala yang dihadapi yaitu orang tua tidak memiliki waktu mengantar jemput anak-anak mereka karena mengurus ladang.

 


 

 

Yulius Wulang Kamataramu, asal dari Rakawatu, Lewa, Sumba Timur dan saat ini kuliah di Universitas Kristen Wira Wacana, di Waingapu, memiliki kedekatan pada pelayanan gereja sehingga memudahkannya untuk menentukan kegiatan yang bermanfaat di desanya, Tana Pingi, yang terletak 70 kilometer dari Waingapu ke arah barat. Bertempat di gedung gereja GKS Jemaat Rakawatu, cabang Tana Pingi, ia memulai kegiatan di akhir April untuk mendampingi anak-anak dan membangkitkan semangat mereka bersekolah Minggu dengan berbagai kegiatan untuk meningkatkan semangat bergereja, rasa percaya diri dan menumbuhkan kebersamaan di antara mereka, antara lain lomba Cerdas Cermat Alkitab, makan kerupuk dan membaca puisi.

 



 

Yohanes D. Nd adalah mahasiswa Pendidikan Agama Kristen di STT Terpadu, Waingapu. Sebagai mahasiswa pendidikan ia memiliki pengetahuan bagaimana pendampingan terhadap anak didik, dan berdasar minatnya dalam pembinaan anak maka ia merintis pembentukan kelompok bimbingan belajar bagi anak-anak usia SD dan PAUD di desa Kambata Tana, kecamatan Pandawai, yang terletak 18 km tenggara Waingapu. Kegiatan Yohanes ini melengkapi pembinaan yang anak-anak dapatkan dari sekolah mereka masing-masing, meskipun hanya selama dua bulan dari April – Mei 2019. Dari antusiasme anak-anak dan tanggapan orang tua mereka, Yohanes berencana untuk melanjutkan kelompok belajar ini sebagai kegiatan rutin di desanya.

 

 

 

Ketika mahasiswa dengan energi yang mereka miliki mendapat dukungan dan pendampingan yang tepat, mereka terbukti mampu mengabdikan diri dan melakukan kegiatan yang berdampak untuk masyarakat di desa  dimana mereka berasal. Anak muda, mahasiswa, siapkan diri dan ambillah kesempatan untuk membawa kemajuan di desa, kampung halaman. (TRU)

 


  Bagikan artikel ini

Peran Agama Dalam Pembentukan Karakter Seorang Pemimpin Aprialdo Altrians Hermanus, Teologi, STT GKS Lewa

pada hari Kamis, 27 Juni 2019
oleh adminstube
 
 
 
Pemerintahan Indonesia memahami “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” sehingga kedaulatan ada di tangan rakyat. Pemilihan umum serentak untuk memilih pemimpin telah dilaksakan pada 17 April 2019. Rakyat menaruh harapan besar pada pemimpin yang telah dipilih, oleh karena itu para pemimpin harus bertanggung jawab atas janji yang diucapkan saat kampanye dengan melakukan tugas sebaik dan seadil mungkin. Masyarakat bertanggung jawab mengontrol bahkan menuntut janji atau program kerja yang dilakukan. Sayangnya sering kali janji-janji politik saat kampanye hilang ketika pemimpin sudah mendapat kursi empuk dan kekuasan yang tinggi. Bahkan parahnya lagi para pemimpin tersebut terkena kasus korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, melakukan prostitusi, KDRT, dan lain sebagainya.

Pentingnya Peran Agama
Langkah apa yang harus dilakukan untuk mengurangi hal buruk di atas? Kita tahu bahwa kesuksesan negara berhubungan erat dengan etika dan moral para pemimpinnya. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai Ke-Tuhanan terbukti dari sila pertama Pancasila, Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Artinya, agama mempunyai pengaruh kuat dalam kehidupan bangsa ini. Setiap agama mengajarkan etika dan moral yang baik bertujuan terciptanya hubungan yang baik antar sesama manusia.
 
Agama apa pun mempunyai peran dan tanggung jawab mempersiapkan pemimpin yang berkualitas dan mematuhi norma-norma yang ada dalam kehidupan. Agama menjadi salah satu penggerak dalam menciptakan pemimpin bangsa yang mempunyai nilai-nilai yang berintegritas tinggi. Agama juga harus berani mengkritisi dan menyuarakan tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dilakukan oleh pemimpin.
 
Pembangunan tempat ibadah yang tinggi dan megah harus sebanding dengan pembangunan manusia berkualitas. Penguatan-penguatan lembaga pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi, bahkan tempat kerja tentang etika dan moral harus terus dilakukan. Penulis yakin bahwa agama mampu berperan menciptakan kader pemimpin yang jujur dan berintegritas didukung oleh keluarga di level dasar. Mari kita buktikan bahwa nilai-nilai keagamaan yang ada di Indonesia mampu mencipkan pemimpin dan anak muda Indonesia yang bersikap jujur, adil dan bijaksana, demi tercapainya cita-cita Indonesia adil, makmur dan sejahtera.


  Bagikan artikel ini

Memberdayakan Koperasi Tani Nina Ndoda, Theologi, STT Lewa-Sumba

pada hari Selasa, 25 Juni 2019
oleh adminstube
 
 
Lewa adalah salah satukecamatan yang ada di Kabupaten Sumba Timur dengan mayoritas pendudukpetani yang menggantungkan harapan hidupnya dari persawahan. Jika Anda pergi ke kecamatan Lewa maka mata anda akan dimanjakan dengan hamparan persawaan yang sangat memukau. Tidak heran jika Lewa menjadi salah satu lumbung beras masyarakat Sumba Timur. Beras di pasar Sumbadidominasi oleh beras Lewa.



Namun sangat disayangkan,kehidupan petani Lewa masih sangat jauh dari sejahtera, padahal kalau dihitungtentu banyak keuntungannya, karena dalam setahun petani di Lewa bisa panen 3-4 kali dengan memperoleh uang paling sedikit lima puluh juta rupiah. Namun, masih banyak petani di Lewa yang susah mencari makan, banyak anak yang putus sekolah, rumah tidak layak huni dan lain sebagainya. Tentu sangat ironis, tempat yang kaya akan lahan persawahan tetapi banyakpenduduknya masih hidup jauh dari sejahtera.
 
Banyaknya petani yang terlilit utang dengan rentinir merupakan salah satu penyebab tidak meningkatnya taraf hidup petani. Padi yang baru selesai dipanen langsung diberikan rentenir untukmembayar hutang. Jika akanmenanam padi lagi, para petani meminjam uang kepada rentinir untuk membeli kebutuhan pupuk dan akomodasi lainnya, tidak peduli bunga tinggi, yang penting punya modal untuk memulai menanam padi. Mungkin inilah istilah yang sering kita dengar, tutup lubang gali lubang.
 
Memberdayakan koperasi tani merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi permasalah yang ada. Prinsip dari koperasi adalah kekeluargaan dan gotong royong, dengan bunga kecil,tentu akan membantu petani memenuhi kebutuhan ekonominya. Koperasi tani yang dibangun berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong tidak mudah terpecah belah karena sudah memiliki dasar yang kuat. Selain bertujuan meningkatkan taraf ekonomi, koperasi tani berfungsi mewadahi petani bisa saling berbagi kiat-kiat sukses bertani. Sehingga koperasi tani bisa menjadi ajang saling berbagi informasi dan pengalaman.
 
Sangat diharapkan perhatian dari pemerintah untukmenghilangkan praktek rentenir yang merugikan warga, danmembantu masyarakat mengelola koperasi tani seperti pelatihan pengelolaan koperasi yang baik dan lainsebagainya. Mari memberdayakan masyarakat lewat koperasi karena sifat dasarnya masyarakat Indonesia adalah gotong royong. Dengan semangat gotong royong yang tinggi danpemberdayaan koperasi maka harapan kita bersama, tidak ada lagi petani yang lapar, terlilit utang, sulit berobat dan lain sebagainya. Jaya terus Petani ku!

 
Nina Ndoda

 

  Bagikan artikel ini

Kehadiran yang Menggugah Kebersamaan Refleksi kehadiran Peserta Exploring Sumba di GKS Kaliuda

pada hari Sabtu, 22 Juni 2019
oleh adminstube
 
 
 
Kaliuda adalah desa kecil bagian dari kecamatan Pahunga Lodu yang terletak di ujung timur Pulau Sumba, sekitar 110 km ke arah timur Waingapu, ibukota kabupaten Sumba Timur. Pahunga Lodu berarti Matahari Terbit karena matahari terbit paling awal di tempat ini dibanding kecamatan lainnya di Sumba.
 
 
Di desa ini saya melayani jemaat Gereja Kristen Sumba (GKS) Kaliuda. Nama saya Mora Henggi, lahir di Mburukullu dari pasangan Umbu Nggaba Kahu dan Rambu Hada H. Mila, keluarga petani sederhana yang membentuk saya untuk rajin beribadah, jujur, baik terhadap sesama dan mandiri. Saya lulus fakultas Teologi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang tahun 2006 dan menjadi vicaris sinode GKS. Pada tanggal 12 Desember 2008 saya ditahbis menjadi pendeta di GKS Kaliuda yang memiliki 2.148 jemaat, terdiri dari 1.068 jemaat dewasa dan 1.080 remaja dan anak-anak. Sesuai visi dan misi GKS dan Tritugas gereja ada beberapa bentuk pelayanan yang saya lakukan, yaitu ibadah, pemberitaan firman, persekutuan doa, bimbingan rohani atau katekisasi, penginjilan, pengembalaan dan pelayanan sosial masyarakat.
 

 

Perkenalan dengan Stube-HEMAT Sumba terjadi tahun 2010 saat seminar Hukum dan HAM di GKS Kaliuda dengan peserta mahasiswa dan pemuda. Melalui seminar ini kami mendapat pemahaman baru tentang Hukum dan HAM dalam hidup bermasyarakat sehingga kami sadar untuk menghargai HAM, tidak melakukan kekerasan dan menghargai hukum. Selain materi baru, jemaat Kaliuda bisa bersatu padu membantu kelancaran acara. Kami rindu suasana seperti itu lagi dan terus berkomunikasi dengan Yulius Anawaru dan Pdt. Dominggus team Stube-HEMAT Sumba, siapa tahu ada kegiatan melibatkan jemaat Kaliuda.
 
 
Kerinduan ini terwujud di tahun 2014, Novia Sih Rahayu diutus ke Kaliuda sebagai peserta Exploring Sumba. Ia berasal dari Yogyakarta dan membawa membawa materi pelatihan menjadi pemimpin acara atau MC untuk remaja dan pemuda gereja. Awalnya mereka malu untuk berbicara di depan umum, tetapi Novi sabar dalam melatih mereka sehingga pelan-pelan mereka berani dan percaya diri untuk tampil dan praktek memimpin acara. Saat ini beberapa dari mereka telah menjadi pemimpin persekutuan pemuda dan pemimpin liturgi ibadah minggu.
 
 
Peserta Exploring Sumba datang lagi di tahun 2016, namanya Imelda Dewi Susanti dari Kalimantan Barat. Ia menyampaikan materi dan pelatihan tentang penyakit hipertensi dan cara penanggulangan dengan senam dan obat tradisional. Kehadiran Imelda pun sangat menolong jemaat untuk berperilaku hidup sehat dan rajin ke gereja. Ia berkunjung ke rumah jemaat dan berdialog dengan mereka, memberikan nasehat hidup sehat dan memeriksa denyut jantung dan praktek senam sebagai obat yang murah, alami dan sederhana.
 

 

 

 

Dari mereka berdua, saya menemukan pengalaman berkesan ketika bersama Novi bangun subuh ke pantai menunggu matahari terbit sambil berselfie, setelah matahari terbit kami pulang dan singgah di rumah jemaat. Keluarga ini merasa sangat sukacita karena mendapat kunjungan dan menghadiahkan induk ayam kepada Novi agar dibawa pulang ke Jawa. Kemudian saat bersama Imelda, ia sering bangun subuh ke rumah koster gereja menunggunya turun dari pohon tuak memanen air pohon tuak.
 
Saya berharap Stube terus berjuang mewujudkan mottonya, melalui program dan kegiatannya yang bermanfaat dan dibutuhkan generasi muda Sumba sebagai aset gereja dan masyarakat. Untuk peserta Exploring Sumba, diperlukan kesungguhan, keseriusan dalam mempersiapkan materi dan bahan pelatihan agar dalam bimbingan dan pelatihan mendapat hasil maksimal.
 
Jadi, anak muda mahasiswa, ambil kesempatan untuk melakukan lompatan ke daerah lain yang berbeda budaya untuk berbagi pengetahuan dan temukanlah pengalaman dan pencerahan baru yang ‘exciting’ dan mendewasakan diri dan sesama. (TRU).

  Bagikan artikel ini

Budaya Membaca dan Menulis Di Kalangan Mahasiswa Netyana R. Boba Joru, STT LEWA, PAK

pada hari Sabtu, 11 Mei 2019
oleh adminstube
 
 
 
Membaca dan menulis merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh anak muda dan mahasiswa dalam menghadapi tuntutan global. Tentu akan banyak sekali manfaat yang akan kita temui disaat kita banyak membaca dan menulis. Akan tetapi budaya membaca dan menulis di kalangan anak muda atau mahasiswa Sumba Timur terbilang masih rendah. Berdasarkan pengalaman pribadi yang saya temui, kalangan kampus yang seharusnya menjadi sarang kutu buku, malah jarang sekali ditemui para mahasiswa yang membaca dan menulis.  Perpustakaan seolah-olah selalu hening, bukan dikarenakan hening menghargai pembaca atau penulis lainnya ketika berada pada perpustakaan tetapi memang sunyi karena jarang sekali ditemui mahasiswa yang ada di perpustakaan.
 
Sangat disayangkan jika seorang yang bergelar mahasiswa atau sarjana tidak mempunyai keahlian dalam menulis dan suka membaca buku. Berdasarkan pengalaman pribadi yang saya temui juga, jika kita yang bergelar mahasiswa atau sarjana pulang kampung atau desa selalu diminta tolong oleh aparat desa dan masyarakat untuk membuat surat, proposal, laporan dan lain sebagainya. Tentu sangat ironis jika kita tidak bisa melakukan hal-hal tersebut.
 
Bagi saya, tentu tidak ada kata terlambat jika kita terus mau berlatih untuk menulis dan membaca. Kita bisa meluangkan waktu 15-30 menit per hari untuk menulis dan membaca. Awalnya akan terasa berat tetapi jika kita terus melakukan maka akan terasa mudah dan menyenangkan. Tulisan bisa kita mulai dari hal yang sering kita lihat, dengar, dan gelisahkan. Akan menjadi mudah jika tulisan dimulai dari lingkungan kita karena kita hanya menceritakan kembali pengamatan yang sering kita lihat seperti kampung kita yang masih tinggi tingkat kekerasan terhadap perempuan atau anak, sulitnya menjangkau air bersih, listrik yang belum ada dan lain sebagainya.
 
Kebiasaan membaca dan menulis akan membawa dampak positif bagi si penulis seperti bertambahnya wawasan berfikir, mampu berpikir kritis, bertambahnya ilmu pengetahuan, menemukan ide-ide, mendapatkan pengetahuan yang baru, dan bisa mendapatkan solusi untuk menyelesaikan sebuah masalah. Sementara bagi seseorang yang tidak membaca serta menulis, ia tidak mampu berfikir kritis, tingkat pengetahuannya rendah, selalu mengeluh ketika menghadapi sesuatu yang rumit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.
 
Sudah saatnya anak muda dan mahasiswa Sumba Timur mempunyai kemampuan menulis serta gemar membaca, karena daerah ini membutuhkan SDM yang tinggi, mampu menciptakan ide, peduli lingkungan sekitar, bersikap kritis dan cerdas. Mengutip Pramoedya Ananta Toer, seorang penulis novel dan pejuang hak asasi manusia mengatakan bahwa orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
 
Jadi tunggu apa lagi, kita sebagai anak muda harus siap membekali diri.***

  Bagikan artikel ini

Uji Pluralisme Dalam Pesta Demokrasi Pemilu Marinus Padjaru Djowa, Hukum, Unkriswina Sumba.  

pada hari Rabu, 8 Mei 2019
oleh adminstube
 
 
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar karena memiliki 1340 suku bangsa, 300 kelompok etnik, 17.504 pulau, dan 6 agama yang legal. Selain kaya akan suku dan budayanya, Indonesia juga kaya akan sumber daya alamnya. Berbagai macam flora dan fauna yang ada di seluruh dunia ada di Indonesia. Indonesia diibaratkan miniatur kecil yang mewakili seluruh sampel populasi yang ada di dunia. Sebagai masyarakat Indonesia  tentu kita perlu bangga akan semua keindahan yang diberikan oleh sang pencipta kepada kita bangsa Indonesia.
 
Perjuangan bangsa Indonesia dalam menjaga keutuhan dan kestabilan keamanan negaranya diuji ketika bangsa Indonesia melaksanakan pesta demokrasi dalam pemilihan Presiden, Gubernur, Bupati dan DPR karena selalu timbul konflik dalam masyarakat yang mengatas namakan suku, agama dan ras untuk memperjuangkan kepentingan masing-masing.
 
Pemilu dibuat agar kita masyarakat Indonesia dapat memilih pemimpin-pemimpin yang bisa menjamin hak-hak warga negara. Pemilu juga cermin dari negara demokrasi yang menjamin kebebasan masyarakat untuk menentukan pilihannya. Namun saya melihat proses demokrasi pemilu yang dijalankan saat ini banyak menimbulkan konflik antar masyarakat.
 
Pemilu yang terjadi masih menyisakan banyak kejanggalan dan perlu belajar banyak untuk menampilkan pemilu yang jujur, adil dan harmonis. Ada masyarakat yang mengikuti pemilu hanya untuk memenangkan kandidatnya tanpa melihat visi dan misinya terlebih dahulu. Pemilu tak lepas digunakan sebagai ajang judi atau taruhan demi memperoleh keuntungan semata.
 
Kita betul-betul diuji apakah pluralitias kita dalam pemilu mampu tetap terus eksis di mata dunia atau tidak. Pemerintah mempunyai peran besar dalam meminimalisir konflik antar masyarakat yang terjadi ketika pemilu berlangsung dengan terus mensosialisasikan masyarakat konsep Bhineka Tunggal Ika. Selain itu, pertarungan elit dalam kancah politik harus benar-benar memainkan pertarungan ide dan gagasan bukan saling menghujat dan memfitnah satu sama lain. Tujuannya memberi contoh kepada masyarakat bahwa pemilu merupakan pemilu yang betul-betul berkualitas, menyejukan dan damai. Mari kita terus menjaga keragaman bangsa Indonesia, jangan biarkan bangsa yang besar dan indah ini terpecah belah hanya demi kepentingan kelompok semata. ***

  Bagikan artikel ini

ASN dan Netralitas Dalam Pemilu Marinus Padjaru Djowa, Hukum, Unkriswina Sumba

pada hari Sabtu, 4 Mei 2019
oleh adminstube
 
 
 
Bangsa Indonesia baru saja menyelesaikan pesta demokrasi yang besar dan serentak di seluruh wilayah Indonesia pada tanggal 17 April 2019. Masyarakat berbondong-bondong menentukan pilihannya mulai dari presiden (eksekutif) hingga DPR (legislatif). Pesta demokrasi yang sudah dijalankan menyimpan banyak cerita menarik dan tentunya mencuri perhatian masyarakat. Salah satunya adalah isu kenetralan berbagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilu.
 
Undang-undang negara Republik Indonesia no 7 tahun 2017 tentang pemilu pada pasal 282 dan pasal 283 ayat 1 sudah sangat jelas mengatur terkait netralitas ASN dalam pemilu dan bagi yang melanggar bisa dikenakan sanksi pidana. Baru-baru ini kita dikagetkan dengan dipecatnya 6 ASN di kabupaten Tanggerang, Banten, setelah mereka diketahui berpose 2 jari  mendukung salah satu calon  presiden. Berita online tribunnews.com pada tanggal 2 Maret 2019 sempat mewancarai kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Tanggerang, Komarudin. Lebih lanjut Komarudin mengatakan, “Keenamnya juga disebut melanggar aturan lantaran menggunakan atribut seperti seragam dan juga terdapat logo Provinsi Banten di bagian lengannya. Pemecatan enam guru tersebut sudah sesuai aturan yang berlaku. Dimana salah satunya tidak boleh berkampanye di lembaga pendidikan termasuk sekolah. Masih banyak kisah lagi lainnya yang membuktikan ketidak netralitas ASN dalam pesta demokrasi kita kali ini
 
Menanggapi adanya ketidaknetralan ASN dalam pemilu penulis merasa kecewa. Ketika sudah menjadi ASN berarti sudah mengikatkan diri pada ketentuan dan perundang-undangan sebagai syarat dan kewajiban yang harus dilaksanakan berdasarkan asas keadilan untuk mengabdi pada negara dan masyarakat. Adapun tugas dari ASN sebagai perencana, pengawas, pelaksana, dan penyelenggara tugas umum harus bebas dari intervensi politik serta bebas praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), terlebih gaji mereka memakai uang rakyat, sehingga harus betul pro-rakyat. Ketidaknetralan ASN akan kontra produktif untuk masyarakat.
 
Akhirnya penulis sampai pada konklusi ide dari tulisan ini, penulis melihat perlunya penindakan tegas kepada ASN yang tidak netral. Aturan yang dibuat oleh pemerintah terkait netralitas ASN dalam pemilu sudah baik, hanya saja implementasi di lapangan masih sangat jarang dilakukan. Pemerintah harus bertindak tegas dan tidak pandang bulu. Jangan hanya berani pada ASN yang pangkat atau golongannya kecil, supaya hukum tidak tumpul ke atas tajam ke bawah. Mari kita menjaga terus iklim demokrasi di negara Indonesia dengan patuh terhadap hukum yang berlaku agar tercipta Indonesia yang kuat dan hebat. ***

  Bagikan artikel ini

SMK Mendominasi Pengangguran di Indonesia Solfina Lika Lija, Teologi, STT Terpadu

pada hari Rabu, 24 April 2019
oleh adminstube
 
 
 
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, baik di laut maupun di darat. Akan tetapi, tingkat penganggurannya cukup tinggi. Salah satu penyumbang angka pengangguran tersebut menurut data Agustus 2018, berasal dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mencapai 11%. Media online Detik.com (6/11/2018) memuat berita yang berjudul “Pengangguran RI Paling Banyak Lulusan SMK, Ini Kata Jokowi” https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4289489/pengangguran-ri-paling-banyak-lulusan-smk-ini-kata-jokowi
 
Slogan SMK siap bekerja rupanya tidak sebanding lurus dengan kondisi lapangan, karena masih banyak ditemukan data siswa-siswi SMK yang belum bekerja. Program pemerintah sudah sangat baik dengan membuat SMK yang langsung berfokus pada suatu pekerjaan dengan melatih anak-anak SMK secara terus menerus selama di sekolah, dan siap untuk bekerja setelah lulus. Namun sayang niat dan awal yang sudah bagus untuk menyiapkan kader anak putra bangsa yang siap bekerja tidak sebanding dengan lahan pekerjaan yang disiapkan pemerintah.
 
Pihak perusahaan juga masih banyak yang kurang percaya akan lulusan siswa-siswi SMK, bahkan tidak sedikit perusahaan mengambil pekerja dari luar Indonesia. Sungguh ironis  kita kalah saing dengan pekerja asing. Dalam hal ini pemerintah harus bertindak tegas, memberi teguran kepada pihak swasta yang tidak banyak mempekerjakan putra-putri bangsa sendiri. Menyikapi hal ini pemerintah harus bertindak cepat dengan menyiapkan lahan pekerjaan bagi lulusan SMK. Saya melihat para lulusan SMK mempunyai jiwa kerja yang tinggi dan bagus.
 
Pada akhirnya saya mengajak kepada semua anak muda, selain berharap pada tanggung jawab pemerintah dalam menyiapkan lapangan pekerjaan, kita juga harus terus meningkatkansoftskill (kecakapan berkomunikasi, kerja keras, jujur dll) agar kelak kita menjadi anak muda Indonesia yang berkompeten dan siap bertarung dalam kompetisi global yang semakin penuh kompetitor.***

  Bagikan artikel ini

Pencurian Hewan Di Pulau Sumba Rambu Melani Konga, Peternakan, Unkriswina  

pada hari Sabtu, 20 April 2019
oleh adminstube
 
 
Pulau Sumba terkenal dengan penghasil ternak, kondisi alam Sumba dengan padang sabana menjadi modal dan motivasi masyarakat untuk memelihara hewan seperti sapi, kuda, kerbau dan babi. Hewan ternak sangat bermanfaat bagi masyarakat, selain keuntungan finansial, hewan di pulau Sumba juga untuk memenuhi kebutuhan adat. Hampir di setiap rumah memiliki salah satu hewan tersebut.
 
Sindonews.com (5/07/2012) memuat artikel “Pulau Sumba, Potensi Ternak Padang Sabana”.  “Peternakan di Sumba Timur memiliki potensi yang tinggi. Hal ini didukung dengan kondisi geografis yang memang sangat cocok. Padang sabana merupakan sarana alami yang sangat baik bagi hewan ternak di Pulau Sumba. Tersedianya sumber makanan alami bagi ternak membuat padang sabana menjadi lokasi yang sangat layak bagi perkembangan peternakan.”https://ekbis.sindonews.com/read/657227/36/pulau-sumba-potensi-ternak-padang-sabana-1341462367. Akan tetapi beberapa tahun belakang ini masyarakat Sumba dibuat resah karena sering terjadi kasus pencurian hewan ternak yang tentunya sangat merugikan. Maxfmwaingapu.com salah satu media onlie yang ada di Sumba Timur  (20/02/2016) membuat judul berita “Marak Pencurian Ternak Besar Di Sumba Timur”,http://maxfmwaingapu.com/2016/02/marak-pencurian-ternak-besar-di-sumba-timur.  Berita lainnya yang berhasil dihimpun penulis dari media online tribatanewssumbatimur.com (9/02/2019) memberitakan bahwa “Polres Sumba Timur Ungkap Pencurian 19 Ekor Sapi”, http://tribratanewssumbatimur.com/tim-gabungan-polres-sumba-timur-ungkap-pencurian-19-ekor-sapi/. Berita-berita ini menunjukan kondisi pulau Sumba yang rawan akan kasus pencurian hewan ternak. Menjadi pertanyaan kita bersama apa yang harus dilakukan agar kasus pencurian hewan bisa hilang dari tanah Marapu ini?
 
Pencurian hewan harus benar-benar ditanggulangi  oleh pihak keamanan. Kasus ini sudah terjadi bertahun-tahun dan kasusnya semakin meningkat dan membuat kuatir masyarakat mengingat hewan merupakan salah satu penghasilan utama yang menunjang kebutuhan ekonomi. Dalam kasus penyelidikan, kepolisian jangan hanya berhenti pada pelaku yang kedapatan mencuri hewan saja, tetapi juga jaringan sindikat yang dimiliki. Tidak adanya penyelidikan mendalam  maka pencurian akan semakin marak. Keterlibatan semua pihak dalam memberantas pencurian hewan penting dilakukan. Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak keamanan semata, tetapi semua anggota masyarakat. Sudah saatnya kegiatan ronda malam digiatkan dan setiap hewan diberi cap tanda pengenal dan kartu identitasnya. Cap akan mempermudah pemilik mengenal hewannya dengan baik, sementara kartu identitas menunjukkan bahwa hewan tersebut mempunyai data yang jelas dan legal.   
 
Akhir kata, penulis mengajak semua elemen masyarakat untuk bergandengan tangan memberantas kasus pencurian hewan, sementara aparat keamanan betul-betul mengusut tuntas kasus sampai keakarnya, agar tidak terdengar lagi jeritan orang menangis karena kehilangan hewannya. ***

  Bagikan artikel ini

Mungkinkah Indonesia Terbebas dari Korupsi? Tamu Ina Rambu Hudang, Manajemen, Unkriswina

pada hari Rabu, 17 April 2019
oleh adminstube
 
 
 
Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dinilai sangat memprihatinkan. Hampir setiap bulan kita mendengar berita terkait korupsi di televisi. Seolah-olah korupsi sudah mendarah daging, yang tidak bisa dipisahkan dari para pejabat, bahkan pejabat di Kementerian Agama. Lembaga yang mengajarkan etika dan moral ini tidak luput juga dari korupsi dan jual-beli jabatan.
 
Wakil ketua KPK (2015-2019) Saut Situmorang mengatakan bahwa banyak kasus korupsi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang pada tahun 2019 bernilai lebih dari 2 ribu triliun.  Kalau proporsi yang dikorupsi sebesar 20%, berarti nilai kerugian negara sekitar 200 triliun dalam satu tahun. Tentu saja jumlah ini terbilang sangat fantastik. Jika anggaran negara betul-betul diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, terlebih mereka yang hidup pada garis kemiskinan, maka tidak akan terdengar lagi jeritan masyarakat karena kelaparan ataupun kesulitan dalam membiayai hidup. Tingkat korupsi yang tinggi menjadi penyebab meningkatnya kemiskinan di Indonesia, dan meningkatnya anak yang putus sekolah karena kekurangan biaya. Oleh karena itu pemerintah harus lebih tegas dalam memberantas korupsi. Hati kecil saya bertanya, mungkinkah Indonesia terbebas dari korupsi?
 
Untuk menjawab pertanyaan di atas harus dimulai dari langkah kita saat ini dalam memberantas korupsi, yang akan menentukan arah bangsa Indonesia kedepan. Jika masih takut-takut melawan korupsi dan masih saling mementingkan diri sendiri, korupsi akan sulit hilang. Budaya anti korupsi harus ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak. Keluarga yang merupakan lembaga terkecil memiliki peran besar mendidik putra-putri bangsa Indonesia. Keluarga harus mengajarkan nilai-nilai bahwa mengambil milik seseorang yang bukan menjadi haknya merupakan tindakan salah. Sekolah juga memainkan peran penting dalam mendidik anak-anak bangsa. Sekolah diharapkan tidak hanya berfokus pada pengetahuan anak, tetapi nilai-nilai etika dan moral harus ditanamkan. Para pemimpin  harus memberi contoh yang baik dan benar, harus terhindar dari masalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pemimpin harus sadar bahwa ia bekerja untuk melayani rakyat dan dibayar menggunakan uang rakyat, dan bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
 
Lembaga-lembaga negara dalam hal ini KPK, kejaksaan, kepolisaan dan lembaga lainnya yang mengurusi masalah korupsi harus betul-betul tegas menindak pelaku tindak pidana korupsi dengan hukuman yang setimpal. Jika semua pihak terkait memaikan peran dengan baik dan benar, maka harapan bangsa Indonesia terbebas dari korupsi akan terwujud nyata. Mari kita tanamkan budaya jujur sejak dari pikiran dan terus bergandengan tangan melawan korupsi.***   

  Bagikan artikel ini

 Libatkan Mahasiswa   Dalam Pembuatan Aturan di Kampus  (Jitro Tamu Ama, Prodi Matematika, Unkriswina-Sumba)

pada hari Rabu, 10 April 2019
oleh adminstube
 



Pro dan kontra akan selalu muncul atas sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu pihak yang mengikat pihak lain. Itu sebuah dinamika yang wajar. Seperti halnya saat pimpinan Universitas Kristen Wira Wacana-Sumba mengeluarkan surat keputusan tentang larangan merokok dan membuang ludah sirih pinang sembarangan di lingkungan kampus. Peraturan ini dibuat terhitung saat dimulainya tahun ajaran baru 2018/2019. Rektor Unkriswina membacakan sendiri peraturan tersebut saat ibadah Civitas Akdemika Unkriswina yang dihadiri oleh seluruh dosen, staf pegawai dan mahasiswa. 
 
Tentu saja aturan yang dibuat oleh kampus dan dibacakan oleh Rektor membuat seluruh mahasiswa kaget, ada yang kaget dan mengatakan mengapa harus dibuat aturan seperti ini, dan tidak sedikit juga dari mahasiswa yang beropini sebenarnya larangan merokok tidak perlu diberlakukan mengingat kita semua ini sudah dewasa bukan anak SMA lagi. Pihak yang setuju mengatakan sudah sewajarnya kampus harus bebas dari asap rokok supaya terhindar dari penyakit dan aturan ini juga terkait dengan masalah kebersihan kampus.
 
Keterlibatan Mahasiswa Bagian Dari Demokrasi
Adanya pro dan kontra terhadap peraturan baru yang dibuat oleh kampus, penulis berpendapat bahwa penulis bukannya tidak menyetujui atas keputusan yang dibuat oleh pihak kampus, karena ini erat kaitannya dengan kesehatan dan kebersihan kampus. Namun yang penulis sayangkan adalah pihak kampus tidak melibatkan mahasiswa dalam pembuatan aturan tersebut dan tidak melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada mahasiswa berkaitan aturan yang harus dipatuhi bersama.
 
Keterlibatan mahasiswa dalam pembuatan suatu aturan yang akan dibuat oleh kampus menunjukan bahwa kampus tersebut menghargai demokrasi. Dalam hal ini sebenarnya pihak kampus harus mengajak berdiskusi lembaga kemahasiswaan yang ada di kampus, karena lembaga kemahasiswaan merupakan perwakilan dari seluruh mahasiswa.
 
Penyediaan tempat khusus bagi mahasiswa yang makan siri pinang dan merokok seharusnya juga dibuat oleh kampus. Pihak kampus harus melihat realita yang ada bahwa mahasiswa yang makan siri pinang dan merokok di kampus itu ada dan jumlahnya juga sangat banyak, jadi untuk membuat orang senang berada di kampus, pihak kampus juga harus menyediakan tempat khusus bagi mereka yang merokok dan makan sirih pinang.
 
Pada kesimpulannya, penulis tidak menolak aturan yang dibuat oleh pihak kampus karena itu merupakan hal baik, mengingat selama ini mahasiswa kurang sadar menjaga kebersihan saat merokok dan membuang sembaranagn ludah sirih pinang. Hanya saja penulis perlu mengkritisi pihak kampus yang tidak melibatkan lembaga kemahasiswaan untuk melakukan diskusi terlebih dahulu. Aturan ini juga harus dipatuhi oleh seluruh pihak yang ada di kampus, baik dosen, staf pegawai dan seluruh mahasiswa. Aturan yang dijalankan oleh seluruh pihak kampus yang ada di kampus tanpa terkecuali mencerminkan demokrasi yang berjalan dengan baik. ***

  Bagikan artikel ini

Menyiapkan Penulis Tangguh

pada hari Rabu, 10 April 2019
oleh adminstube
 
 
“Saat ini kondisi anak muda Sumba Timur dalam hal kemampuan menulis sangat minim, baik kemampuan menulis opini maupun berita. Padahal menulis merupakan hal yang wajib diketahui oleh anak muda apalagi mereka yang berstatus mahasiswa. Pada era global ini anak muda dituntut mengetahui banyak skill, salah satunya menulis, karena dengan menulis orang bisa menyuarakan aspirasi kaum marginal, keadilan, dan sebagainya. Banyak manfaat lain yang bisa didapatkan dari menulis”, tegas Yulius Anawaru salah satu tim kerja Stube-HEMAT Sumba, saat diwawancarai, Senin 8 April 2019, di sekret Stube-HEMAT Sumba.

Lebih lanjut Yulius menuturkan, “Adapun harapan kami dengan membuat kegiatan pelatihan menulis, anak muda Sumba Timur akan mempunyai kemampuan menulis yang baik, sikap daya kritis dan dan kepekaan sosial untuk peduli terhadap isu yang ada di sekitarnya. Salah satu harapan kami juga, tulisan adik-adik yang mengikuti pelatihan bisa dimuat di berbagai surat kabar, baik tingkat lokal maupun nasional.

Apriyanto Hangga, salah satu tim kerja Stube-HEMAT Sumba menuturkan, “Kegiatan pelatihan menulis Stube-HEMAT Sumba bekerjasama dengan kantor pusat yang ada di Yogyakarta. Pelatihan ini fokus pada 2 lokasi yaitu kota Waingapu dan Lewa. Adapun yang menjadi peserta adalah mahasiswa maupun anak muda yang menempuh studi di sekitaran kota Waingapu, dan mahasiswa yang menempuh studi di kampus STT Lewa. Total seluruh peserta yang mengikuti pelatihan menulis pada 2 tempat ini berjumlah 20 orang. Pelatihan menulis akan dilaksanakan dalam 10 kali pertemuan selama kurun waktu 2 bulan”.

Rudyolof Imanuel Malo Pinda, S.Sos, yang menjadi fasilitator kegiatan pelatihan menulis ini, membagikan tips-tips agar tulisan bisa dimuat di media masa dan menjelaskan, “Dalam menulis opini maupun berita, peserta harus rajin membaca dan selalu mengikuti informasi terbaru. Saat menulis opini maupun berita, peserta harus menulis tema-tema yang sedang dan yang akan aktual di masyarakat. Tema yang menarik dan aktual akan membuat tulisan masuk media massa”.

“Saya sangat senang dan berterima kasih banyak kepada Stube-HEMAT Sumba dan Stube-HEMAT Yogyakarta yang telah membuat pelatihan menulis, saya sangat berharap kemampuan menulis opini dan berita saya meningkat. Selain itu juga saya berharap bisa menulis terkait permasalahan sosial yang ada disekitar saya, terlebih di desa saya”, kata Solfina Lika Lija, mahasiswi Unkriswina, salah satu peserta pelatihan menulis Stube Hemat Sumba. *** (SLL, Teologi, STT Terpadu-Waingapu).

  Bagikan artikel ini

Pemilu 2019: Pahami dan Berpartisipasi! Diskusi Mahasiswa di Stube-HEMAT Sumba

pada hari Senin, 25 Februari 2019
oleh adminstube
 
 
Sejak memasuki tahun 2019 Indonesia terus mempersiapkan pesta demokrasi yang akan digelar pada 17 April 2019Negara demokrasi menjadi pilihan terbaik untuk bangsa ini, oleh karena itu pemilu menjadi cara yang sah untuk memilih pemimpin negara dan perwakilan rakyat dari negara yang memiliki keragaman suku, bahasa, budaya dan agama ini.

Setiap warga negara harus memiliki kesadaran untuk ikut ambil bagian dalam pelaksanaan pesta demokrasiBahkan diharapkan proaktif mendukung berjalannya tahap-tahap pelaksanan pemilihan umum. Tidak ketinggalan kaum muda dan milenial, yang jumlahnya mencapai lebih dari 60 juta dari 190 juta lebih pemilih (menurut data KPU RI) diharapkan memakai hak pilihnya. Ini jumlah yang cukup besar untuk pemilih muda dan milenial, dan mereka akan ikut andil menentukan perjalanan bangsa ini ke depan.

Sebagai tindak lanjut pelatihan gereja dan politik di GKS Umamapu cabang Okanggapi (15-17/2/2019), Stube-HEMAT Sumba menyelenggarakan diskusi bersama KPU Sumba Timur pada hari Sabtu, 23 Februari 2019 di Sekretariat Stube-HEMAT Sumba. Oktavianus Landi, ketua KPU kabupaten Sumba Timur menjadi narasumber dalam diskusi tersebut. Delapan belas peserta mahasiswa, pemuda dan team Stube ikut ambil bagian dalam diskusi ini. Sebagian besar peserta diskusi saat ini merupakan peserta pelatihan sebelumnya.
 
Oktavianus, dalam paparannya menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu, pemilih, calon legislatif dan tantangan yang dihadapi dalam pemilihan umum. Pemilu tahun ini menghadapi tantangan karena dilaksanakan serentak dengan memilih presiden, perwakilan daerah, DPR RI, DPR Propinsi dan DPR kabupaten. Mari kita wujudkan partisipasi kita dengan mendukung pemilihan umum dengan memilih para calon pemimpin yang kredibel. Jika kita sampai golput maka pemimpin yang tidak berkualitas bisa berkuasa. Selain itu anak muda dan milenial perlu cerdas melawan berita hoax yang dikirim lewat HP atau medsos dengan tujuan membuat keresahan.

Dalam sesi diskusi, Andani, salah satu peserta mahasiswa Unwina Sumba bertanya tentang bagaimana menjelaskan bagi mereka yang sudah lanjut usia, karena pemilihan kali ini tidak mudah karena terdiri lima macam kartu suara dan menggunakan lima kotak suara. Menjawab pertanyaan itu Oktavianus menjelaskan bahwa sudah ada relawan demokrasi yang akan membantu menjelaskan langkah-langkah pencoblosan pada lima kotak suara dan menjadi tanggung jawab para caleg juga pada saat kampanye untuk sosialisasi nomor urut partai dan caleg pada lembar kertas suara.

Akhirnya, peserta diskusi berkomitmen mendukung pemilu dengan berbagi pengetahuan tentang politik bagi masyarakat dan berpartisipasi dalam pemilu. Jalin kerjasama yang baik dengan berbagai pihak untuk mensukseskan pemilu tanpa saling menjelekkan satu sama lain atau menyebarkan berita bohong (hoax) baik sebelum dan sesudah pemilihan umum demi mewujudkan kesejahteraan bangsa. (Meliani Retang).

  Bagikan artikel ini

Membuka Perspektif Baru Tentang Politik Pelatihan Gereja dan Politik

pada hari Senin, 18 Februari 2019
oleh adminmarno
 
 
17 April 2019 adalah pemilihan umum yang paling menantang bagi bangsa Indonesia karena memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI, dan Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan. Pemilu menjadi alat paling demokratis untuk memilih wakil rakyat maupun pemimpin. Menurut data KPU, pemilih muda, rentang usia 17-30 tahun mencapai jumlah 60.345.070 jiwa, artinya pemilih muda punya andil besar dalam menentukan arah bangsa ini ke depan.
 
Realita ini menjadi perhatian Stube-HEMAT Sumba, lembaga pendampingan mahasiswa dan anak muda Sumba mengadakan pelatihan Gereja dan Politik bertema “Siapkah Kita Memberikan yang Terbaik untuk Bangsa dan Negara di Pemilu 2019” di GKS Jemaat Umamapu cabang Okanggapi (15-17/2/2019) yang diikuti dua puluh delapan mahasiswa berbagai kampus di Sumba Timur, seperti Unwina Sumba, STT Terpadu Waingapu, STT GKS Lewa, AKN Sumba Timur, dan Komunitas Ana Tana.

“Pelatihan Gereja dan Politik ini merupakan kegiatan yang mempersiapkan anak muda menyongsong pemilihan umum 17 April 2019. Harapannya mereka menyadari tanggung jawab sebagai anak bangsa untuk berpartisipasi dalam pemilu dan mampu menentukan pilihan terbaik bagi bangsa ini. Selain itu, mereka nantinya bisa menjadi corong untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang politik“, tutur Apryanto Hangga, salah satu team kerja Stube-HEMAT Sumba.

Beberapa tokoh dan praktisi yang kompeten di bidangnya memberikan penguatan kepada peserta, antara lain Pdt. Alfed Djama Samani, S.Th, ketua umum Sinode GKS. Ia memaparkan peran serta gereja dalam kehidupan perpolitikan. Ia mengungkapkan, “Orang yang berpandangan bahwa politik itu kotor, mereka keliru, namun dapat dipahami bahwa politik juga sama dengan bidang lainnya untuk memperhatikan semua kelompok, karena politik menyangkut hidup orang banyak.” Jadi anak muda perlu memperbaiki cara pandang terhadap politik.


Berikutnya, Umbu Pajaru Lombu, SH., MM menyampaikan materi Pemilih Pemula dan Dampaknya Terhadap Hasil Pemilu. Ini mendorong kaum milenial menyadari peran sebagai pemilih, memetakan dan menentukan pilihan yang tepat pada orang yang memperjuangkan politik yang benar.

Kemudian, Hina Mehang Patalu, SE, anggota Bawaslu kabupaten Sumba Timur memaparkan tugas Bawaslu sebagai badan penyelenggara Pemilu adalah melakukan pencegahan, pengawasan, dan penindakan sehingga Pemilu berjalan dengan baik dan lancar. Prinsipnya, setiap warga negara Indonesia memiliki hak sama untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu, terlebih kaum milenial yang akrab dengan teknologi bisa berperan lebih untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu.


Mayjen (purn) Jan Piter Ate, purnawirawan TNI dan praktisi politik memaparkan dampak dan manfaat hasilpolitik terhadap berbagaikebijakan yang berkaitan kehidupan warga. Ia juga mengingatkan anak muda sebagai ‘agent of change’lewat politikkarena dalam politik segala kebijakanyang berkaitan arah bangsa ditentukan dan kebijakan tersebut berdampak terhadap masyarakat.


Vebiati Lende, mahasiswa STT GKS Lewa mangungkapkan, “Awalnya saya tidak tertarik politik karena saya berpikir bahwa politik itu kotor dan jahat. Tapi di pelatihan ini,persepsi saya berubah, ternyata politik awalnya baik, tetapi para politisi yang curang menyebabkan politik dianggap kotor. Bahkan saya ingin berpartisipasi dalam Pemilu karena pemerintah telah berusaha agar pemilu berjalan lancar. Anak muda mesti ikut memilih, menemukan orang-orang yang tepat, orang-orang yang berjiwa pemimpin dan berintegritas.
 
Anak muda perlu memahami gereja dan politik karena berada di ruang yang berbeda dan tidak bisa bersatu, tetapi keduanya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan manusia. Anak muda, berpartisipasilah dalam pemilu untuk kemajuan Indonesia.(Naser Randa Hailu Poti).

  Bagikan artikel ini

Menebar Cinta Menumbuhkan Harapan  Pelayanan mahasiswa untuk penduduk   di Bondomaroto, Sumba Barat   

pada hari Rabu, 30 Januari 2019
oleh adminmarno
 
Bondomaroto adalah salah satu desa wisata di kecamatan kota Waikabubak, Sumba Barat. Secara geografis desa ini berada di bukit dan penduduk memiliki mata pencaharian dari kebun dan sawahBeberapa bulan lalu desa ini mengalami kebakaranhebat yang menghanguskan rumah-rumah tradisional, harta benda bahkan hewan peliharaan ludes terbakar. Penduduk desa terpuruk dan terpaksa menghentikan aktivitas harian mereka dan membangun tenda darurat untuk tinggal sementara. Namun perlahan penduduk desa bangkit kembali untuk bekerja dan bersama-sama membangun rumahnya.

Saya terpanggil untuk melakukan kegiatan bersama mereka saat liburan kuliah. Saya menyadari tidak bisa melayani sendiri, jadi saya melibatkan teman-teman saya, seperti Niga dan Jekson yang kuliah Teknik Informatika di Ukrim Yogyakarta, Ayu, mahasiswi Akuntansi di UKDW Yogyakarta dan Erik yang sudah bekerja di kantor desa di Sumba. Kami sudah saling mengenal sehingga lebih mudah untuk membangun kebersamaan dan mempersiapkan kegiatan, khususnya kepada anak-anak desa setempat karena karena mereka juga membutuhkan dukungan psikologis.
 
Sebagai langkah awal,tanggal 11 Januari 2019kami berkunjung ke desa dan bertemu dengan kepala desa setempat. Kepala desa menanggapi dengan baik bahkan sangat berterima kasih dengan rencana kegiatan bersama anak-anak. Ia menyarankan untuk membuat janji dengan anak-anak karena mereka setelah sekolah biasanya pergi ke sawah untuk membantu orang tuanya mengolah sawah. Jadi sejak kecil mereka ikut bekerja mencukupi kebutuhan sehari-hari.Akhirnya kami bersepakat kegiatan diadakan tanggal 14Januari 2019 setelah setelah anak-anak pulang dari sekolah, bahkan kepala desa siap membantu mengumpulkan anak-anakuntuk datang di acara tersebut. Setelah observasi kamimembahas persiapan dan membagi tugas dalam kegiatan, sepertigame keakraban, lagu-lagu dan materi tentang hak-hak anakyang pernah kami pelajari sebelumnya. Kami ingin mengajak anak-anak ‘belajar dan bermain’ bersama. Selain acara, kami juga menyiapkan peralatan dan snack untuk mereka.

Menjelang acara hujan turun cukup deras dan menghambat perjalanan kami. Jalan ke desa menjadi licin bahkan kami harus berjalan kaki supaya tidak tergelincir dari tebing. Sesampainya di desa, kami terkejut dengan sejumlah besaranak-anak dan orang tua yang telah berkumpul untuk mengikuti acara.Awalnya kami kesulitan mengajak anak-anak berbicara dan bernyanyi karena masih malu-malu, tetapi kamimendekati mereka dengan bermain game dan bercerita. Setelah itu mereka berlomba menceritakan pengalaman mereka di sekolah dan di sawahSelanjutnya saya menyampaikan materi tentang pertingnya memperhatikan hak-hak anak, seperti kesempatan anak untuk bermain, bertumbuh kembang dan terhindar dari kekerasan.
 
 
Acara diakhiri dengan makan snack bersama anak-anak dan penduduk. Beberapa orang tua menginginkan agar kegiatan ini berlanjut supaya anak-anak di desa Bondomaroto belajar banyak hal. Mereka juga ingin mendalami hak-hak anak agar bisa saling mengingatkan jika ada perlakuan yang tidak seharusnya kepada anak-anak. Kami pun mengucapkan terima kasih karena kami diperkenankan mengadakan kegiatan bersama. Impian besar kami bersama adalah ada rumah baca anak-anak di desa Bondomaroto.

Kami sadar sebuah perubahan besar mesti diawali dengan tindakan kecil. Perhatian untuk anak-anak merupakan investasi untuk masa depan khususnya di Sumba. Sebagai anak muda Sumba, jangan pernah takut melakukan hal baik dan bermanfaat bagi diri dan orang lain. (Magdalena Titin Huri Roga*).

*penulis saat ini adalah mahasiswi Teologia STT GKS di Lewa Sumba Timur. Ia pernah mengikuti beberapa pelatihan di Stube-HEMAT Yogyakarta (2017) dan pelatihan Jurnalistik Stube-HEMAT Sumba (2018).

  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua