Sapaan Pagi 2: Para Aktivis Muda Pulau Sumba

pada hari Selasa, 20 Oktober 2020
oleh adminstube

 

Perjalanan mengunjungi para multiplikator di dua pulau yakni pulau Alor dan Sumba memberikan kesan bagi pengurus yang berkesempatan bertemu dengan mereka. Berikut adalah catatan dan kesan dari Pdt. (Emiritus) Bambang Sumbodo, S.Th., M.Min setelah melihat lapangan dan bertemu langsung.

 

Elisabeth Uru Ndaya, telah menempuh studi S1 bahasa Inggris di Yogyakarta. Ayahnya seorang Guru Injil (pembantu Pendeta) GKS (Gereja Kristen di Sumba), di sebuah gereja kecil di Tanatuku, Makamenggit, sekitar 50 km dari Waingapu. Setelah selesai studi di Yogya, ia pulang ke kampung halaman untuk menghimpun para ibu dan nona Sumba membuat kerajinan tenun Sumba. Usaha menghimpun dan memberdayakan para perempuan tidak mudah, banyak halangan dan tantangan salah satunya dari suami yang melarang istrinya untuk tidak ikut pelatihan. Pendekatan Elis luar biasa terhadap suami yang melarang istrinya, bahkan ia melibatkan gereja dalam hal ini pendeta. Akhirnya semua merelakan istri ikut aktivitas perempuan Stube HEMAT di kampungnya.

Sekarang para perempuan telah belajar membuat tenun Sumba juga pewarnaan dari tumbuh-tumbuhan dan mereka telah punya pusat latihan tenun Sumba. Ada seorang ibu yang sudah memiliki galeri dan yang menggembirakan sudah menghasilkan uang untuk menunjang perekonomian rumah tangga. Waktu para ibu latihan, anak-anak yang masih kecil ikut juga dan memang repot tetapi secara tidak langsung mereka mengajari anak-anak bagaimana membuat tenunan Sumba, khususnya anak-anak perempuan untuk mencintai tenun Sumba yang sudah mulai pudar.

Elis juga seorang guru Bahasa Inggris sehingga ia terpanggil mendirikan sanggar Bahasa Inggris untuk anak-anak, dan semua dilakukan penuh dengan dedikasi. Pelatihan tenun Sumba sekitar 20 kaum ibu dan para nona. Kiranya Tuhan memberkati para ibu  memperkuat keluarganya juga gereja karena para ibu dan para nona inilah pewarta kabar baik. Selamat berjuang Elis selamat menghadapi tantangan. Imanuel.

 

 

 

 
 

 

Yulius Rihi Anawaru, seorang sarjana kehutanan dari kampus di Yogyakarta. Kami banyak berdiskusi tentang Sumba dan anak-anak mudanya. Penghijauan dengan menanam seribu pohon sudah dilakukan Yulius di kampungnya. Selanjutnya ia mendapatkan berkat Tuhan, bersama sama bergotong-royong membeli kapal untuk budi daya rumput laut di pantai Warabadi, Sumba Timur. Yulius mengajak Andreas untuk mengawasi dan menunggui kapal dan merawat rumput laut, dari hasil rumput laut bisa membiayai anak-anaknya kuliah. Puji Tuhan, hasilnya sangat lumayan. Anak-anak dan remaja juga diajak ke tengah laut untuk dikenalkan laut dan budi daya rumput laut.

 

 


 

 

Apriyanto Hangga, menempuh studi Ilmu Pemerintahan di Akademi Pembangunan Masyarakat Desa  di Yogyakarta. Sejak kuliah di Yogyakarta, dia seorang aktifis mahasiswa dan saat ini menggerakan masyarakat di Mbinudita, kira-kira 120 km dari Waingapu, Sumba Timur membangun kembali sekolah dasar paralel yang pada tahun 2019 roboh diterjang angin besar. Melalui media sosial, Yanto berhasil menggalang sponsor untuk membangun gedung SD dan menggerakkan masyarakat bergotong-royong. Saat ini pekerja bangunan utama dari Nganjuk Jawa Timur. Lokasi gedung berada di atas bukit dan di antara desa yang satu dengan yang lain. Sekolah paralel ini mendekatkan sekolah dengan anak-anak yang jaraknya sekitar 4 sampai 6 km yang ditempuh dengan jalan kaki. Dengan berdirinya sekolah paralel ini anak-anak menjadi lebih dekat, sekitar 2-3 km. Direncanakan akhir tahun sekolah ini selesai, sehingga akhir pandemi ini bisa digunakan. Solusi saat ini guru mendatangi siswa satu persatu dari rumah ke rumah. Apriyanto juga beternak babi, tetapi karena virus yang menyerang babi di Sumba, ribuan babi di Sumba mati termasuk ternak Apriyanto dan kelompoknya. Bersama Stube HEMAT, Apriyanto dan beberapa mahasiswa berdiskusi dan belajar bagaimana menanggulangi virus ini

 

 

 

 

Frans Fredi Kalikit Bara, dulu Frans adalah calon Romo, tetapi tidak jadi karena orang tuanya minta agar membatalkan demi melanjutkan garis keturunan. Sekarang baru menyusun skripsi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kristen di Wangapu, Sumba Timur. Frans pernah diundang ke Yogyakarta untuk mengikuti pelatihan di Stube HEMAT Yogyakarta seperti pelatihan produk kreatif, jurnalistik, pertanian organik, dan pelatihan lahan pasir. Sudah hampir 5 tahun, ia mengembangkan tanaman cabai, tomat, semangka, sawi, kol, dengan hasil yang sangat lumayan. Sampai saat ini kebutuhan pertanian Sumba, masih mendatangkan dari luar pulau Sumba, sehingga ia membentuk kelompok petani muda untuk mengembangkan pertanian organik. Anak-anak muda ini adalah aset bangsa di bidang pangan, lumbung beras dan hasil pertanian yang lain.

 

 


  Bagikan artikel ini

Potensi Lokal Mengatasi Virus Babi

pada hari Senin, 19 Oktober 2020
oleh Apriyanto Hangga

Oleh Apriyanto Hangga

 

 

 

 

Sabtu (17/10/2020) bertempat di Wai-Wai, Lewa, Pameti Karata, 25 orang mahasiswa, pemuda dan peternak berkumpul bersama, Multiplikator Stube HEMAT di Sumba konsentrasi bidang peternakan, didampingi Yahya Rohi Aba, S.Pd sebagai fasilitator dalam diskusi peternakan yang merupakan kelanjutan dari Pelatihan Peternakan  tahap 1, II, III dan saat ini tahap yang ke IV. Ada 2 agenda yang dilakukan kali ini yakni (1) berkunjung dan melihat langsung proses pengembangan babi induk, dan (2) meracik makanan ternak babi dengan bahan lokal yang murah, bergizi, dan sehat untuk ternak.

 

 

 

 

Yahya Rohi Aba S,Pd., memiliki peternakan babi dengan babi induk sebanyak 15 ekor, pejantan 3 ekor dan anak babi 50 ekor yang siap dipasarkan karena sudah berumur 1-2 bulan, dengan kisaran harga paling murah Rp 1.500.000 untuk umur 1 bulan 2 minggu. Peternakan ini menjadi salah satu contoh peternakan yang sehat di tengah wabah virus babi yang menyerang Sumba. Dengan kolaborasi mahasiswa 30% dan para peternak babi 70%, peserta belajar banyak hal: (a) melihat langsung cara pemeliharaan dan perawatan, (b) mempelajari cara memilih bibit unggul baik yang betina maupun pejantan, (c) cara mengawinkan dan proses perawatan babi pasca kawin/babi bunting, (d) cara merawat babi beranak serta strategi khusus merawat dan memelihara anak babi agar sehat dan tumbuh subur.

 

 

Belajar langsung di kandang ternak menjadi satu hal yang menarik setelah sesi pengantar dan diskusi tanya jawab. Yahya menyampaikan beberapa hal penting seperti pemilihan jenis bibit unggul baik betina maupun pejantan, karena untuk mendapatkan induk yang baik maka kita harus memilih varietas/gen yang baik dan unggul, seperti jenis varietas durog, leandris, pedaging atau peranakan. Pejantan super merupakan faktor penting karena walaupun induknya bukan varietas super tapi pejantannya super, maka anak-anaknya akan super semua. Banyak hal menjadi pelajaran bagi peserta seperti proses mengawinkan babi, memahami masa babi bunting, dan perawatan induk menyusui serta anak babi.

 

 

 

 

 

Bagian akhir adalah meracik pakan ternak dari bahan lokal. Pakan ternak menjadi salah satu faktor utama dalam proses pemeliharaan babi secara modern di Sumba karena kebanyakan pakan ternak didatangkan dari pulau Jawa sehingga membuat harganya mahal, untuk itu peternak harus bisa memanfaatkan bahan lokal untuk menekan biaya pakan yang berkisar 65% dari harga ternak. Bahan pakan ternak sangat tersedia di Sumba namun karena masyarakat berpikir bahwa yang dijual di toko paling baik dan bergizi, maka ternaknya dibelikan pakan yang tersedia di toko dengan harga yang sangat mahal. Bahan lokal yang tersedia dan tinggal diracik meliputi jagung, ubi kayu, ampas padi, umbi-umbian lain dan ampas tahu. 

 

Akhirnya, diharapkan kegiatan ini membuka pemikiran dan cara baru dalam beternak babi di Sumba.***


  Bagikan artikel ini

Mendalami Desain Motif Tenun Ikat Sumba

pada hari Senin, 19 Oktober 2020
oleh Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd

Oleh Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd

 

Menjaga nilai dan tradisi dari nenek moyang agar budaya dan keanekaragaman yang ada tidak terkikis oleh masa, penting dilakukan. Kelompok tenun Tanatuku sebagai pemula terus semangat berlatih menenun melewati berbagai tahapan yang ada. Kali ini mendalami desain motif tenun ikat Sumba.

 

 

Pelatihan (7 dan 17/10/2020) ini mengajak dan mengarahkan mereka untuk  mendesain motif tenun pada lembaran kertas dengan berbagai macam motif seperti motif kuda, ayam, mamuli, manusia, bunga, naga, dan juga rumah. Proses ini rupanya  tidak mudah karna yang diminta menggambar bukan lagi anak PAUD atau TK, melainkan mahasiswa, pemuda dan ibu-ibu. Ada yang mengaku bahwa dari kecil tidak pernah menggambar, sehingga ketika diperhadapkan dengan lembaran kertas dan alat tulis, terlihat kebingungan dan enggan memulai. Ada juga yang mencoba menggambar motif kuda tetapi hasilnya tidak lagi berbentuk kuda. Namun dengan tersedianya contoh gambar motif yang sudah dicetak, memudahkan mereka untuk berlatih menggambar motif.

 

 

Ada banyak tingkat kesulitan yang mereka alami selama menggeluti tenun, namun tidak sedikit pun mengurangi semangat untuk terus berlatih. Seorang penenun professional dituntut memiliki ide kreatif dalam mendesain motif, selain itu dapat menghasilkan ciri khas desain kelompok itu sendiri. Ada 3 bagian corak atau motif kain yang terkenal di Sumba Timur seperti bagian figuratif yaitu representatif bentuk manusia dan binatang, bagian skematis yaitu menyerupai rangkaian bagan, cenderung geometris, dan bentuk pengaruh asing yaitu salib, singa, mahkota, corak petola (kain india), atau naga (kain cina).

 

Keunikan desain yang diciptakan adalah suatu karya yang mencerminkan unsur-unsur yang erat hubungannya dengan budaya wilayah itu sendiri. Berikut adalah contoh variasi pembuatan motif berdasarkan wilayah sentra produksi di Sumba Timur.

 

(1) Kecamatan Kambera memiliki 18 motif seperti patuala ratu (kain patola), habaku (cicak terbang), karihu (kupu-kupu), andung (tugu tengkorak), mahang (singa), kurang (udang), manu (ayam), wuya (buaya), karawulang (penyu), lodu (matahari), wulang (bulan).

 

(2) Kecamatan Kanatang memiliki 3 motif yaitu ruha (rusa), mahang (singa), Kaka (kakatua).

 

(3) Kecamatan Pahunga Lodu memiliki 11 motif yaitu Andung (tugu tengkorak), mahang (singa), kurang (udang), habaku (cicak terbang), wuya (buaya), karawulang (penyu), karihu (kupu-kupu), mandu (ular), kaka (kakatua), ngganda (sejenis bunga), tanga wahil (tempat sirih), dan

 

(4) Kaliuda memiliki 3 motif yaitu kuda, ayam dan burung pesisir.

 

 

Motif-motif di atas merupakan hasil karya di 3 dari 22 kecamatan yang ada di Sumba Timur. Dengan demikian disimpulkan bahwa baru ada 3 kecamatan yang sudah dan sedang menggeluti tenun ikat ini. Oleh karna itu, harapannya dengan adanya kelompok tenun ikat yang sedang didampingi sekarang bisa mewakili Kecamatan Nggaha Ori Angu untuk menghasilkan karya tenun ikat sumba timur dan dapat menciptakan corak atau motifnya sendiri. Semoga semangat belajar kelompok tenun ini terus ada hingga pada akhirnya benar-benar menjadi seorang penenun yang terus memproduksi kain tenun ikat Sumba Timur.


  Bagikan artikel ini

Potensi Lokal Mengatasi Virus Babi

pada hari Senin, 19 Oktober 2020
oleh Apriyanto Hangga

Oleh Apriyanto Hangga

 

 

 

Sabtu (17/10/2020) bertempat di Wai-Wai, Lewa, Pameti Karata, 25 orang mahasiswa, pemuda dan peternak berkumpul bersama, Multiplikator Stube HEMAT di Sumba konsentrasi bidang peternakan, didampingi Yahya Rohi Aba, S.Pd sebagai fasilitator dalam diskusi peternakan yang merupakan kelanjutan dari Pelatihan Peternakan  tahap 1, II, III dan saat ini tahap yang ke IV. Ada 2 agenda yang dilakukan kali ini yakni (1) berkunjung dan melihat langsung proses pengembangan babi induk, dan (2) meracik makanan ternak babi dengan bahan lokal yang murah, bergizi, dan sehat untuk ternak.

 

 

Yahya Rohi Aba S,Pd., memiliki peternakan babi dengan babi induk sebanyak 15 ekor, pejantan 3 ekor dan anak babi 50 ekor yang siap dipasarkan karena sudah berumur 1-2 bulan, dengan kisaran harga paling murah Rp 1.500.000 untuk umur 1 bulan 2 minggu. Peternakan ini menjadi salah satu contoh peternakan yang sehat di tengah wabah virus babi yang menyerang Sumba. Dengan kolaborasi mahasiswa 30% dan para peternak babi 70%, peserta belajar banyak hal: (a) melihat langsung cara pemeliharaan dan perawatan, (b) mempelajari cara memilih bibit unggul baik yang betina maupun pejantan, (c) cara mengawinkan dan proses perawatan babi pasca kawin/babi bunting, (d) cara merawat babi beranak serta strategi khusus merawat dan memelihara anak babi agar sehat dan tumbuh subur.

 

Belajar langsung di kandang ternak menjadi satu hal yang menarik setelah sesi pengantar dan diskusi tanya jawab. Yahya menyampaikan beberapa hal penting seperti pemilihan jenis bibit unggul baik betina maupun pejantan, karena untuk mendapatkan induk yang baik maka kita harus memilih varietas/gen yang baik dan unggul, seperti jenis varietas durog, leandris, pedaging atau peranakan. Pejantan super merupakan faktor penting karena walaupun induknya bukan varietas super tapi pejantannya super, maka anak-anaknya akan super semua. Banyak hal menjadi pelajaran bagi peserta seperti proses mengawinkan babi, memahami masa babi bunting, dan perawatan induk menyusui serta anak babi.

 

 

 

Bagian akhir adalah meracik pakan ternak dari bahan lokal. Pakan ternak menjadi salah satu faktor utama dalam proses pemeliharaan babi secara modern di Sumba karena kebanyakan pakan ternak didatangkan dari pulau Jawa sehingga membuat harganya mahal, untuk itu peternak harus bisa memanfaatkan bahan lokal untuk menekan biaya pakan yang berkisar 65% dari harga ternak. Bahan pakan ternak sangat tersedia di Sumba namun karena masyarakat berpikir bahwa yang dijual di toko paling baik dan bergizi, maka ternaknya dibelikan pakan yang tersedia di toko dengan harga yang sangat mahal. Bahan lokal yang tersedia dan tinggal diracik meliputi jagung, ubi kayu, ampas padi, umbi-umbian lain dan ampas tahu. 

 

Akhirnya, diharapkan kegiatan ini membuka pemikiran dan cara baru dalam beternak babi di Sumba.***


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua