Semangat Bertani Ana Tana Junior              

pada hari Jumat, 31 Januari 2020
oleh adminstube
Jika anak muda ditanya tentang cita-cita, berapa orang yang bercita-cita menjadi petani? Tentu menjadi petani bukan cita-cita yang diminati banyak kaum muda, padahal bangsa Indonesia selain perairan, memiliki kawasan pertanian yang subur untuk tanaman pangan dan hortikultura. Beberapa alasan berkaitan keengganan menjadi petani, misalnya orang tua tidak bangga jika anaknya menjadi petani, kehidupan cenderung miskin, tidak prospektif mendatangkan keuntungan, dan bahkan dianggap tidak prestis karena bekerja dengan kotoran hewan, tanah dan lumpur.

 

 

 

 

 

 

Pemahaman bahwa pertanian tidak prospektif ini sempat saya miliki, karena sudah menjadi kegiatan sehari-hari kami, penduduk di Sumba, maka bertani bukan suatu yang istimewa dan prospektif di tengah  era modern yang serba instan seperti saat ini. Namun pemahaman ini berubah setelah saya mengikuti pelatihan Stube-HEMAT Sumba dengan topik-topik yang berkaitan dengan kehidupan anak muda Sumba. Apalagi di tahun 2019 tepatnya bulan September saya mendapat kesempatan menjadi peserta program Eksposur Stube-HEMAT Yogyakarta. Di sana saya belajar berbagai hal yang menambah pengetahuan dan pengalaman, seperti jurnalistik, fotografi, kruistik dan pertanian. Pembelajaran tentang pemetaan potensi pertanian membuka mata saya tentang pemanfaatan lahan tidur dan tingginya permintaan pasar akan sayuran.

 

 

 

 

Setibanya di Sumba, sebagai ketua komunitas, saya bertanggung jawab membagikan hal-hal yang inspiratif dan pengalaman belajar di Stube HEMAT bagi anggota komunitas Ana Tana. Informasi data dari BPS Kabupaten Sumba Timur tahun 2019 menggambarkan bahwa luasan lahan sawah ditinjau dari frekuensi penanaman tanaman pangan di kecamatan Pandawai, terdapat 1.208 ha yang terdiri dari 941 ha hanya bisa satu kali tanam padi, 112 ha bisa dua kali tanam padi dan 75 ha tanaman selain padi. Selain itu ada 80 ha lahan sawah yang dibiarkan menganggur. Kondisi sawah yang menganggur ini menjadi peluang bagi anak muda untuk budidaya sayuran guna mencukupi kebutuhan rumah tangga dan suplai permintaan pasar sekitar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Akhirnya, komunitas membentuk kelompok kecil pertanian yang terdiri dari anak-anak dan remaja usia 7-14 tahun dengan nama Pertanian Ana Tana Junior yang beranggotakan 10 orang. Awal Januari 2020 kami mulai menggarap lahan di belakang rumah di Kawangu, Sumba Timur sebagai lahan pertanian dan menanam berbagai sayuran yang benihnya saya dapatkan dari Stube-HEMAT Yogyakarta, seperti sawi, kangkung, lombok, kacang panjang, bayam, tomat, terong, jagung dan singkong. Kendala yang dihadapi saat memulai adalah hama tanaman, cuaca yang kurang bersahabat dan keraguan orang tua terhadap kami. Tapi semua ini tidak mengurangi semangat anggota, bahkan termotivasi belajar membuat pembasmi hama berbahan alami bersama Bapak Martinus Ndapangadung, pembina pertanian yang mendampingi kami bertani secara organik memanfaatkan pupuk kandang dan pupuk daun.

 

 

 

 


Saat ini mereka sudah memanen hasil sayurnya, selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pribadi, kami juga menjualnya ke pasar dan beberapa warung sayur terdekat. Hasil dari penjualan sayur dibagi rata untuk mendukung kebutuhan sekolah anggota komunitas. Dalam menjalani profesi ini kami memiliki prinsip ’sukses kami ditentukan oleh diri sendiri, kalau bukan sekarang, kapan lagi? dan kalau bukan kita, siapa lagi?’ Untuk itu anak muda, janganlah menunggu sampai tua baru menjadi petani. Kalau bisa mulai dari sekarang, kenapa tidak? Jadilah anak muda petani yang berhasil dengan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menambah pengetahuan tentang pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman dan pemasaran hasil panen demi peningkatan kehidupan masyarakat Sumba. (Kristiani Pedi)


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua