Pertanian: Tanah adalah Ibu, maka Hargailah Ibumu

pada hari Selasa, 14 Juli 2020
oleh Frans Fredi Kalikit Bara


Oleh: Frans Fredi Kalikit Bara
Seiring berjalannya waktu dan percepatan pembangunan di Indonesia, kaum muda semakin dituntut menjadi pribadi yang mampu beradaptasi dengan perubahan waktu. Untuk menjawab tantangan zaman, ruang belajar kaum muda semestinya tidak hanya berada dalam ruang belajar yang bersifat formal tetapi juga menciptakan ruang belajar baru yang bersifat langsung menyentuh persoalan–persoalan sosial yang ada di sekitar. Pada tahun 2018 salah satu media cetak di Jerman yakni majalah Focus menobatkan Pulau Sumba sebagai pulau terindah di dunia bahkan dikatakan bahwa Sumba adalah kepingan surga yang tersembunyi. Potensi sumber daya alam Sumba bagaikan harta karun yang tersembunyi dan belum diolah secara intensif untuk kemajuan ekonomi masyarakat di pulau ini.



Sebagai bentuk gerakan sadar terhadap potensi riil yang ada di Sumba, pada tanggal 13 Juli 2020 tiga belas orang muda berkumpul dan menyatukan visi untuk ikut ambil bagian membangun pertanian di Sumba. Kelompok ini adalah Komunitas Petani Hortikultura STUBE HEMAT. Kami benar-benar sadar bahwa Sumba adalahh salah satu pulau yang kaya akan sumber daya alam dan menunggu tangan kaum muda Sumba untuk mengembangkannya.



Secara umum orang Sumba menyebut tanah sebagai Ibu. Ini adalah filosofi yang sangat mengikat orang Sumba untuk memposisikan tanah sebagai warisan leluhur yang berharga, sebagai sumber kehidupan. Menjual tanah sama halnya menjual Ibu dan perilaku ini semestinya tidak terjadi di Sumba namun pada kenyataannya harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Sebagai komunitas yang sedang bertumbuh, kami berkomitmen untuk mengembalikan filosofi tanah sebagai Ibu yang menghidupkan. ***



  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua