Bersama Pakar Tenun Sumba, Kornelis Ndapakamang

pada hari Kamis, 25 Februari 2021
oleh adminstube

 

Kain tenun merupakan salah satu karya Nusantara yang luar biasa indahnya.  Dalam sehelai kain tenun terdapat kekayaan warisan budaya yang desain motifnya mencerminkan kehidupan masyarakat Indonesia. Nilai yang terkandung pada kain tenun meliputi adat-adat istiadat, kebudayaan dan kebiasaan yang merefleksikan jati diri masyarakat Indonesia khususnya di Sumba. Desain ragam hias yang terdapat dalam sehelai kain tenun biasanya mencerminkan hubungan manusia baik secara vertikal maupun horizontal. Penting bagi masyarakat Sumba belajar menanamkan kecintaannya terhadap budayanya, khususnya kelompok tenun Stube HEMAT yang kebanyakan dari mereka adalah pemula. Bukan hanya secara lisan tetapi juga diajarkan membuat tenun secara langsung, dan mendalami proses mendesain motif karena indah dan tidaknya selembar kain tenun bisa dilihat dari caranya mendesain.

 

 

Kelompok tenun pemula penting sekali dibekali dengan belajar desain agar dapat memahami banyak hal tentang susunan warna, susunan garis dan menyusun bidang, mengatur komposisi baris dan bidang, tekstur, nilai-nilai estetik dan macam-macam desain yang sudah ada sebagai bahan referensi. Rabu, 24 Februari 2021, kelompok tenun ini belajar mendalami desain motif tenun Sumba Timur secara keseluruhan bersama Kornelis Ndapakamang, seorang pakar tenun yang mempunyai keahlian desain motif dan teknik pewarna alam.

 

Beliau menjelaskan bahwa memang tidak mudah mempelajari desain motif dan tidak semua orang bisa mendesain motif langsung pada helai kain tenun. Hanya orang tertentu yang mempunyai bakat dan semangat untuk mau belajar sehingga dengan mudah bisa mendesain langsung pada lembaran kain yang ingin ditenun. Contoh-contoh desain yang telah dia buat di tunjukkan di layar HP, ada bermacam ragam yang gambarnya mudah untuk didesain. Para peserta seperti mendapatkan amunisi dan kekuatan dan semangat baru dalam berlatih tenun. Mama Yustina yang merupakan pelatih tenun kelompok ini mengaku senang ada motivasi dan ilmu baru yang ia dapatkan seperti model dan cara mendesain gambar pada helai kain motif, jenis obat dan bahan pewarna alam lainnya hingga cara pewarnaan yang baik untuk lebih mendapatkan hasil dan warna pada kain tenun yang lebih bagus lagi.

 

Selain desain motif dan warna, Kornelis juga membagikan pengalaman menggeluti dunia tenun, berjejaring dengan pemerintah daerah, pemerintah pusat, kedatangan tamu manca negara hingga proses mendampingi kelompok-kelompok tenun yang dibangun. Kornelis Ndapakamang lahir ditengah keluarga keturunan penenun, sehingga belajar tenun sudah dilakukan sejak beliau masih kecil. Keluarganya dari dulu selalu berpegang teguh dan berprinsip terus menggunakan pewarna alam tanpa bahan kimia. Beliau sangat mengapresiasi dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada peserta kelompok tenun Stube HEMAT yang kebanyakan merupakan pemula.

Beliau bercerita tentang istrinya yang bukan berasal dari keluarga penenun, namun ketika menikah istrinya pun diajari dan dibekali bagaimana menenun, hingga saat ini sudah menjadi pelatih tenun bagi anggota dampingannya. Hal ini memberi harapan dan kekuatan kedepannya untuk bisa menenun bahkan bisa mengajari orang lain. Dari semangat belajar tenun inilah yang nantinya akan menjadi sejarah tersendiri bagi para peserta kelompok tenun Stube HEMAT. Dalam sejarah tenun seorang penenun melambangkan kelembutan dan kesabaran hati seorang wanita karna lewat tenunan wanita bisa memahami filosofi kehidupan. ***


  Bagikan artikel ini

Proses Pewarnaan Akar Mengkudu (Kombu)

pada hari Rabu, 17 Februari 2021
oleh adminstube

 

Selasa (16/02/2021), kelompok tenun Stube-HEMAT melakukan aktivitas yang tidak biasa dilakukan sebelumnya oleh mereka. Setelah perminyakan pada helaian benang di minggu sebelumnya, kali ini mereka masuk tahapan pewarnaan dengan menggunakan akar mengkudu/kombu. Proses ini sangat menyita perhatian mereka karena harus menggunakan tenaga ekstra untuk menumbuk akar dan kulit dari mengkudu yang berjumlah banyak. Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 pagi, baru selesai pada pukul 18.00 sore. Ada yang bertugas memotong kecil-kecil kulit mengkudu, dan yang lain bertugas menumbuk dan memeras akar mengkudu yang sudah hancur.

 

 

Akarnya yang berukuran kecil menghasilkan warna merah, agar hasil lebih baik, mengkudu yang digunakan adalah mengkudu yang berdaun dan berakar kecil. Akar mengkudu dicampur kulit dan daun loba (soka) yang ditumbuk dan dicampur jadi satu untuk memperoleh warna merah yang lebih bagus. Akar kombu dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan ke dalam lesung dan ditumbuk menggunakan alu, kemudian dicampur kulit dan daun loba lalu airnya diperas. Setelah itu, proses mewarnai untuk warna merah dilakukan dengan cara mencelupkan hemba/kain ke dalam ramuan kombu dan dilakukan 2-3 kali pencelupan dan perendaman yang mana 1 kali perendaman memakan waktu 1-2 malam, yang selanjutnya dijemur hingga benar-benar kering. Pekerjaan mewarnai dengan rendaman mengkudu ini disebut kombu dan pelakunya disebut makombu.

 

 

Peserta kelompok tenun sangat antusias dalam mengikuti dan menyelesaikan tahapan dari pewarnaan pada kain tenun. Dengan semangat kekompakan dan keingintahuan mereka yang besar, rasa lelah berlalu begitu saja. Banyak kesan yang mereka dapatkan selama mengikuti proses dari awal hingga tahapan pewarnaan. Ibu May Nggiri, salah satu peserta kelompok tenun mengaku sangat mengapresiasi usaha ibu-ibu penenun yang sudah lebih dulu menenun, “Wajar harga dari kain tenun asli Sumba Timur sangat mahal karena prosesnya yang sangat panjang dan juga menggunakan tenaga ekstra”, tegasnya. Di sela sibuk pewarnaan Kombu, anak-anak sekolah minggu juga menunjukkan sikap mereka untuk belajar menenun. Mama Yustina, pelatih tenun mengajak mereka untuk membuat benang terlebih dahulu agar bisa mempelajari proses dari awal. Ini adalah langkah bagus untuk mempersiapkan generasi penerus dari penenun. Semangat yang ditunjukkan oleh pemuda dan ibu-ibu juga turun kepada anak-anak sekolah minggu.

Sambil menunggu benang tenun yang sudah dikombu mengering, peserta kelompok kembali mempelajari macam-macam desain motif yang ada di Sumba Timur. Motif menjadi tolok ukur dari kemegahan sebuah kain tenun. Oleh sebab itu, penting bagi kelompok pemula untuk terus belajar mendalami setiap motif tenun Sumba Timur sehingga bisa menciptakan motif tenun sendiri berbasis wilayah.***


  Bagikan artikel ini

Petani Membutuhkan Pelatihan Teknis

pada hari Selasa, 16 Februari 2021
oleh Frans Fredy Kalikit Bara

 

Kabupaten Sumba Barat Daya adalah salah satu dari empat Kabupaten yang ada di Pulau Sumba. Kabupaten ini memiliki luas wilyah daratan 1.445,32 km2 dengan jumlah penduduk 338.427 jiwa (Sumba Barat Daya dalam angka, 2019). Kabupaten ini juga tidak kalah bersaing dengan kepemilikan sumber daya alam dalam hal ini memiliki potensi pertanian yang unggul.

 

Dilihat dari potensi alam dan aktivitas, sebagian besar penduduk di kabupaten Sumba Barat Daya bekerja sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kegiatan STUBE HEMAT yang diselenggarakan di Sumba Barat Daya (15/02/2021) berusaha menjawab keinginan teman–teman anggota yang sudah bergabung di STUBE HEMAT dan tinggal di sana. Bertempat di kantor BP3K Kecamatan Loura, kegiatan ini mengangkat tema yang berkaitan dengan tanah sebagai media, pestisida dan teknik penyemprotan pada tanaman hortikultura. Ada nuansa yang berbeda ketika kegiatan ini diselenggarakan di Kabupaten Sumba Barat Daya. Peserta begitu antusias dan serius mengikuti kegiatan ini, selalu ada pertanyaan dari setiap slide yang ditampilkan oleh pembicara. Dan kegiatan ini tidak hanya di dalam ruangan tetapi juga di luar ruangan, dengan tujuan agar peserta mampu memahami materi melalui pengamatan langsung di lapangan.

 

Peserta berharap agar kegiatan Stube-HEMAT banyak diselenggarakan di Kabupaten Sumba Barat Daya karena materi–materi teknis tersebut merupakan kebutuhan petani. Kegiatan ini berkolaborasi dengan Petani Muda Panah Merah Sumba dan Kelompok Taruna Tani Tunas Muda Kecamatan Loura, Desa Ramadana. Bentuk kolaborasi ini berusaha menjaring orang–orang muda atau pemuda gereja, mahasiswa dan juga masyarakat yang melakukan aktivitas bertani untuk peduli terhadap persoalan pangan. Petani menjadi cerdas akan mampu menghasilkan produk pertanian berkualitas dan mampu bersaing di pasaran dan yang terakhir adalah ada dampak ekonomi berkelanjutan dari aktivitas usaha pertanian.***


  Bagikan artikel ini

Pendampingan Di Dua Desa, Waspada ASF

pada hari Minggu, 14 Februari 2021
oleh Apriyanto Hangga

Oleh: Apriyanto Hangga

 

Memberikan pemahaman kepada masyarakat peternak dalam masa-masa wabah African Swine Fever (ASF) sangat penting dilakukan, mengingat terbatasnya media informasi dan interaksi dengan orang-orang yang berkompeten dalam permasalahan, yang disebabkan juga karena terbatasnya sarana dan prasarana yang ada. Kegiatan ini dilakukan di Desa Prai Paha dan Desa Mbinu Dita, Kec Nggaha Ori Angu (Kamis dan Sabtu, 11-13/02/2021). Antusias warga sangat terlihat dengan hadirnya sekitar 50 peserta yang terdiri dari 32 masyarakat umum dan 18 orang mahasiswa dan pemuda gereja yang melakukan usaha ternak babi.

 

 

Kegiatan yang dilakukan adalah sosialisasi untuk memberikan pemahaman dan pendidikan pada masyarakat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan wabah yang sedang menyerang dan vaksinasi ternak babi di dua desa tersebut. Kegiatan dua hari ini dibagi dalam 2 proses. Hari pertama adalah pemaparan materi oleh narasumber dan tanya jawab bersama peserta, serta vaksinasi ternak dan pada hari kedua kegiatan difokuskan pada vaksinasi saja.

Luter Mungguway, A.Md.Pt dan Benyamin Juruhapa, A.Md.Pt adalah narasumber dalam kegiatan tersebut, sekaligus penyuluh dari Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur. Beberapa hal penting yang disampaikan adalah memahami virus dan penyakit ternak babi serta pentingnya vaksinasi pada ternak. Kunjungan lapangan juga dilakukan oleh nara sumber  untuk melihat permasalahan yang terjadi, dan dapat diketahui bahwa ternyata virus yang menyerang ternak babi warga adalah Hog Cholera. Virus ini sudah ada vaksinnya sehingga petugas langsung melakukan vaksinasi terhadap ternak warga sejumlah 50 ekor.

 

 

 

 

Kegiatan di hari kedua difokuskan untuk vaksinasi ternak. Warga menunggu di tempat  masing-masing dan pada kegiatan ini berhasil melakukan kegiatan vaksinasi pada ternak sebanyak 55 ekor. Kegiatan Pendampingan dan Vaksinasi ini membuat warga senang karena hampir 2 tahun tak pernah ada kegiatan vaksinasi untuk ternak mereka, bahkan kegiatan ini telah membantu melakukan kegiatan vaksinasi untuk lebih dari 100 ekor ternak.

 

 

Program Multiplikasi Stube HEMAT ini dipandang penting karena membantu masyarakat, maka dilakukan kerja sama dengan pemerintah desa dan dinas peternakan, menjadi program tetap vaksinasi ternak babi setiap 6 bulan.***

 


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua